“Akulah gembala yang baik, dan Aku mengenal domba-dombaKu, dan domba-dombaKu mengenal Aku” (Yoh 10:14). Kemungkinan inilah yang mendasari Komisi Keluarga Keuskupan Bogor mempertemukan domba-domba dengan sang gembalanya, umat dengan Uskupnya. Komisi Keluarga telah berhasil mengumpulkan 200-an pasutri dari 21 paroki di Keuskupan Bogor, bersama dengan kelompok kategorial Pastoral Counseling Center (PCC), Wise Woman, Pria Sejati Katolik, Marriage Encounter (ME), WKRI, serta kelompok OMK, BIR/BIA, PA Abas, group seni Wayang Sketsa dan para pemerhati keluarga. Total hadirin ada 500-an orang. Acara ini diadakan di Pusat Pastoral pada hari Sabtu 17 Mei 2014, bertepatan dengan HUT bapa Uskup Mgr.Paskalis Bruno Syukur OFM. Pantaslah bahwa di awal acara bapa Uskup yang baru ditahbiskan 3 bulan lalu, diminta berdiri di panggung menghadap para hadirin, agar sebagai gembala yang baik bapa Uskup mengenal domba-dombanya, dan sebaliknya umat mengenal gembalanya yang baik.
Dalam pembukaannya Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Bogor, Romo RD Alfons Sutarno, menekankan bahwa keuskupan Bogor bagaikan sebuah keluarga, yang terdiri dari berbagai macam paroki dan komunitas karya. Banyak yang berminat hadir dalam pertemuan ini, namun karena keterbatasan tempat, panitia terpaksa menolak beberapa permintaan. Yang menarik dalam kesempatan ini adalah hadirnya group kesenian yang dikoordinir Ki Gelung, anggotanya terdiri dari berbagai pemeluk agama yang berbeda: Katolik, Kristen, Islam, Hindu. Ini menunjukkan bahwa umat di keuskupan Bogor sudah dan akan terus menyatu dengan masyarakatnya, karena satu tujuan hidup mereka, yakni Allah sendiri (bdk.GS.24); sebuah persaudaraan semesta tanpa diskriminasi (bdk.NA.5).
Uskup Bogor Mengajak Bermimpi
Komisi Keluarga Keuskupan Bogor telah membuatkan nasi tumpeng untuk bapa Uskup yang berulang tahun. Dalam sambutannya bapa Uskup mengucapkan “wish”, dengan mengajak segenap umat untuk bermimpi. “Suatu malam, Allah berjalan-jalan bersama Abraham di kebun raya Bogor. Allah menjanjikan keturunan Abraham sebanyak bintang di langit. Ternyata sungguh menjadi kenyataan. Mari bermimpi bersama, dan tentu saja dilanjutkan dengan berjalan bersama; artinya mimpi itu kita wujudkan bersama-sama.” (bdk.Kej 26:4)
Setelah membaca backdrop panggung “Family Gathering Komisi Keluarga Keuskupan Bogor: Back to Nazareth”, kemudian Uskup melanjutkan. Mimpi yang pertama adalah “family gathering”. Umat se-keuskupan Bogor adalah sebuah keluarga, ada kaum ayah, ada kaum ibu dan ada anak-anaknya. Kegembiraan dan kebersamaan di tingkat keuskupan ini mesti dibawa ke tingkat paroki, dan terlebih di keluarga masing-masing di rumah. Bagaimana ayah, ibu dan anak-anak berusaha mengadakan “family gathering” sebagai sarana refreshing dan membangun kebersamaan; tidak hanya sibuk dengan urusan masing-masing. Sediakan waktu untuk bertemu, saling bercerita dan saling mendengarkan, dalam kebersamaan.
Mimpi kedua adalah “back to Nazareth”, yang artinya sama dengan “back to nature” karena asal-usul kita adalah keluarga Nazareth, yakni jaman Yesus masih kecil sampai berusia 30 tahun. Keluarga kita harus membiasakan diri untuk secara bersama membaca Kitab Suci, memahami sikap Yesus kecil yang setia kepada Bapa, begitu pula sikap bunda Maria dan bapak Yusuf yang membesarkannya dalam kesederhanaan (bdk.Luk 2:51 dst). Apabila di TV ada “back to laptop” (Mister Tukul), maka di keuskupan Bogor ada “back to Nazareth”.
Di backdrop panggung ada gambar keluarga ceria, maka bapa Uskup melanjutkan. Mimpi ketiga adalah ayah, ibu, anak lelaki dan perempuan tertawa bersama, tentu juga kadang-kadang menangis bersama. Dalam kebersamaan itu ada semangat saling meneguhkan, saling membahagiakan. Komunikasi antar pribadi dalam keluarga selalu diusahakan, didukung oleh Facebook, internet, SMS dan BBM. Uskup memberi contoh sudah “connect” dengan umat di Merak via Facebook, meski belum bertatap muka. Uskup menganjurkan umat untuk menceritakan kebersamaan keluarganya melalui email atau FB. Siapapun yang mau “pertemanan”, tentu beliau akan “confirm”.
Mimpi keempat adalah bahwa keluarga katolik itu sangat menghargai seni, untuk mengembangkan talenta yang diberikan Tuhan: tari, biola, musik, koor, wayang, gamelan. Seni itu universal, seperti Allah menyinarkan kasih untuk semua orang, tidak peduli gemuk atau kurus, hitam atau putih. Kesenian mampu menyatukan segenap anggota keluarga dalam situasi apapun. Kembangkan talenta masing-masing sebaik-baiknya. Yang setia pada hal-hal kecil, akan diberikan hal-hal yang besar (bdk.Mat 25:23).
Sesudah menyampaikan keempat mimpi itu, bapa Uskup menyampaikan “oleh-oleh” dari Roma sehubungan dengan pertemuan keluarga tingkat kepausan yang akan diadakan di Philadelphia AS, 22-27 September 2015. Themanya “Love is our mission: The Family fully alive” (kasih adalah misi kita: keutuhan hidup keluarga). Adapun menurut St.Ireneus, keutuhan hidup manusia adalah kemuliaan Allah. Jadi keluarga yang utuh adalah keluarga yang memuliakan Allah; sebagaimana motto bapa Uskup sendiri “Magnificat anima mea Dominum”, jiwaku memuliakan Tuhan (bdk.Luk 1:46).
Hadiah Ulang Tahun
Selain membuatkan nasi tumpeng untuk bapa Uskup, Komisi Keluarga juga menghadiahkan lagu “Mars Keuskupan Bogor” (dalam tanda kutip). Maksudnya, lagu itu sebuah usulan, apabila bapa Uskup berkenan, lagu itu bisa diresmikan menjadi Mars Keuskupan Bogor, karena syairnya secara teologis-ekologis-pastoral telah menggambarkan kondisi dan derap langkah umat Keuskupan Bogor, yang sebagai keluarga dari berbagai komunitas karya, menghadirkan kerajaan Allah di masyarakatnya. Lagu Mars ini disusun oleh Bp.Thomas & Bp.Harya serta Tim pemerhati keluarga, dan untuk pertama kalinya diperdengarkan oleh Paduan Suara gabungan dekenat Utara pimpinan Bp.Fabian.
Hadiah lainnya adalah sebuah foto keluarga bahagia bapa Uskup bersama ayah-ibundanya tercinta. Foto ini merupakan mozaik yang terdiri dari 30.000 foto kegiatan komisi keluarga selama ini. Karya seni foto ini dikerjakan oleh Bp.Rafael, anggota Komisi Keluarga keuskupan Bogor. Berbagai hadiah yang diterima bapa Uskup siang hari itu dilengkapi dengan foto-foto bersama setiap keluarga yang hadir. Bapa Uskup melayani permintaan berfoto ini tanpa mengenal lelah; sebagaimana seorang gembala yang baik, senantiasa melayani domba-dombanya yang membutuhkan sesuatu daripadanya; bahkan seandainya harus memberikan nyawanya sekalipun (bdk.Yoh 10:11). Puji Syukur kepada Tuhan, karena keluarga-keluarga di keuskupan Bogor memiliki gembala yang baik.
Oleh:
Thomas Suhardjono Lic.Pas.
(pengamat pastoral)