Menjadi Gembala Dalam Semangat Martiria

Loading

Menjadi Gembala Dalam Semangat Martiria

unio penyu

Keuskupan – Komsos — Jumat, 11 September 2015 rangkaian kegiatan Pertemuan UNIO Regio Jawa memasuki hari kelima/terakhir. Setelah para peserta menyelesaikan kegiatan hari I dan II, pada hari ketiga, mereka disuguhkan jadwal studi dan berbagi pengalaman seputar Imam Diosesan dan bagaimana menjadi Imam Diosesan masa kini dan masa depan.

Setelah sarapan, pukul 08.10 kegiatan studi dimulai dengan pembicara Mgr. Blasius Pujaraharja dan RD. Dominikus Bambang. Kedua narasumber memaparkan lika-liku awal keberadaan Imam Diosesan. Mgr. Blasius memulai dengan ungkapan “Sejarah adalah guru kehidupan”. Beliau juga mencoba melihat kembali pengalaman napak tilas dihari kedua, meskipun hanya sebentar, namun menghadirkan pengalaman. Sedangkan tentang Imam Diosesan pertama Keuskupan Agung Semarang beliau mengungkapkan bahwa Imam perintis berani memulai sesuatu yang baru dalam kesendirian di tengah-tengah imam-imam tarekat. Mereka harus menemukan sendiri jati diri Imam Diosesan. Lebih lanjut beliau juga mengungkapkan Imam Projo itu hidup sendiri tanpa kelompok yang mendukungnya, hanya bergantung pada uskup dan keuskupannya. Untuk meneruskan karya perintis, mereka pada awalnya tidak didukung finansial yang mencukupi. Selain itu, hingga beberapa tahun yang lalu, imam projo seolah-olah dianggap sebagai imam kelas dua yang hidupnya tidak diikat dengan pengucapan kaul. Sedangkan RD. Bambang mengungkapkan pengalaman pribadi yang dianggap sebagai imam kelas 4, disamakan dengan awam. Beliau juga mengungkapkan penilaian-penilaian itu muncul dikalangan umat awam. Catatan akhir dari dua pembicara setelah tanya jawab adalah: ciri utama dari Imam Diosesan yang mau ditampilkan adalah kemesraan dengan umat awam terutama yang lemah tanpa melepaskan jaringan dengan imam-imam dari tarekat yang lain. Sejarah adalah catatan data, tetapi lebih dari itu bagaimana kita mampu menafsirkan catatan data dimasa lalu. Kita bersama diingatkan perlu adanya ruang rohani yang menjadi dasar misioner. Munculnya imam kelas, tidak akan muncul lagi bila karya yang dipercayakan mampu dijalankan dengan sungguh-sungguh.

Setelah menikmati snack, kegiatan dilanjutkan dengan 2 narasumber berikutnya yaitu: Mgr. Vincentius Sutikno dan RD. Simon L Tjahjadi. Pembicara pertama, RD. Simon mengungkapkan pemaparan melalui pendekatan historis supaya mengerti asalnya sehingga mengetahui tujuan. “Siapa yang tidak mengenali masa lalunya akan mengulangi kesalahan yang sama” itulah mengapa beliau mengungkapkan pendekatan historis begitu penting. Dengan gamblang beliau memberikan pemetaan perkembangan imam diosesan. Dibagian kedua, Mgr. Sutikno lebih pada pengungkapan gambaran Imam Diosesan dan bagaimana beliau dalam karya di Keuskupan Surabaya bersama juga dengan para imam projonya. Selain kedua pembicara tersebut, Mgr. Antonius Subianto juga diminta untuk mengungkapkan pengalamannya. Dengan canda khasnya beliau sempat juga menyampaikan pengalaman dianggap sebagai “kacang lupa kulitnya” karena dalam berbagai kesempatan terlihat fokus pada imam projo.

unio kelompokPada session sore, disuguhkan pembicara dari perwakilan umat untuk menyampaikan harapan-harapan mengenai Imam Diosesan. Setelah makan malam, para imam berkumpul dalam kelompok untuk berbagi pengalaman. Kegiatan pada hari tersebut ditutup dengan doa bersama di masing-masing kelompok.

Esok harinya, kamis 10 September 2015, kegiatan diisi dengan keliling beberapa karya Keuskupan Agung Semarang dan rekreasi bersama di pantai Goa Cemara, Bantul. Perjalanan pertama adalah menuju Museum Misi di Muntilan. Peserta diperkenalkan dengan gambaran sejarah Keuskupan Agung Semarang dan tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Setelah itu, peserta mengunjungi Arena Pengembangan Kaum Muda (APKM) di jalan kaliurang. unio misi muntilanDisana peserta mendapat suguhan makanan tradisional serta kopi ala café modern hasil cipta dari anak-anak muda. Pukul 13.15, peserta melanjutkan kegiatan dengan mengunjungi tempat konservasi penyu di Pantai Goa Cemara. Selain berekreasi dan mendapatkan pengetahuan mengenai konservasi penyu, para imam diberi kesempatan untuk melepaskan anak-anak penyu. Kegiatan hari keempat ditutup dengan mengunjungi Paroki Ganjuran dan mendengarkan ‘sharing’ bersama RD. Gregorius Utomo.

unio apkm

Hari kelima menjadi hari terakhir acara Temu Imam Diosesan Regio jawa. Pagi ini pukul 06.00-07.00, dimulai dengan pertemuan perwakilan imam dari keuskupan regio jawa untuk membahas rekomendasi kegiatan untuk dipaparkan kepada semua peserta. Setelah sarapan, pukul 08.10, disampaikan hasil pembahasan yang sudah menjadi rekomendasi bersama. Rekomendasi ini juga menjadi acuan untuk kegiatan Temu Imam Diosesan Regio Jawa selanjutnya. Seluruh rangkaian kegiatan selama 5 hari ini ditutup dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Mgr. Blasius didampimgi ketua unio masing-masing keuskupan pukul 10.00. Dalam kata pembuka, Mgr. Blasius menyampaikan ungkapan syukur untuk pertemuan yang telah berjalan dengan baik. Pertanyaan reflektif dari beliau: “Apakah sudah tercapai persaudaraan diantara para Imam Diosesan? Apakah tercapai penyegaran untuk bekal pelayanan kita? Apakah semangat bermatiria dan menggembalakan semakin muncul? Kita telah menghasilkan rekomendasi. Kita serahkan itu semua dalam ekaristi ini”. Sedangkan dalam homili beliau mengangkat kembali tema “Menjadi Gembala Dalam Semangat Martiria: dadi pangong kang manjing ajur ajer” harus bisa muncul sebagai pria dan wanita, tetapi jangan menjadi waria; atau prinsip “Fortiter in re, Suaviter in modo” Kuat dalam prinsip, lemah lembut dalam cara. unio penutupTerkait dengan tugas imamat, Santo Paulus memberikan inspirasi bahwa dia diperintah menjadi utusan bukan karena kehendak sendiri tetapi oleh Yesus. Imamat bukanlah jenjang karir, tetapi panggilan. Maka Paulus mampu mengungkapkan “aku hidup, bukan lagi aku yang hidup melainkan Kristus yang hidup dalam diriku”. Kalau kita bersatu dengan Kristus, kita akan aman dan berbuah. Mgr. Blasius menngungkapkan kebersatuan dengan umat sangat penting untuk mewujudkan “Gembala yang berbau domba”. Setelah perayaan Ekaristi dan sambutan-sambutan, seluruh rangkaian kegiatan ditutup dengan pemukulan kentongan oleh ketua UNIO se region jawa, serta kemudian makan siang bersama. Marilah menjadi gembala yang berbau domba. Sampai jumpa tahun 2018 di Keuskupan Bogor.

joned

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks