Renungan Hari Raya Epifani

Refleksi iman setelah PILKADA 9 Desember 2015: “Menyembah Allah dan Mengabdi Kesejahteraan Bersama”

Hari Minggu ini, Gereja merayakan pesta “Epifani”, artinya Allah menampakan rencana besarNya untuk menyelamatkan manusia dan alam semesta ini dengan kehadiranNya di dunia dalam peristiwa Natal (Bdk. Luk 2:11). Dalam terminologi sosio-kemasyarakatan, ungkapan teologis “menyelamatkan manusia dan alam semesta ini” berarti mengutamakan kesejahteraan hidup bersama dalam masyarakat dari pada memperhatikan kepentingan kelompok dan kekuasaan politik pribadi, serta melestarikan alam semesta dari ketamakan ekonomis yang memperkosanya melalui eksploitasi kekayaan alam secara berlebih-lebihan.

Perayaan Penampakan Tuhan ini menantang kita orang Indonesia untuk berefleksi: apakah agama yang kuanut menghantar saya untuk menyembah Allah secara tulus dan mengabdi sesamaku demi kesejahteraan bersama? Apakah iman kepercayaanku akan Allah yang Mahaesa dan Maharahim mewarnai cara pandangku, visi hidupku, cara berprilakuku, terutama dalam usaha menciptakan kesejahteraan bersama (bonum commune) dalam masyarakat?

Kita sedang dibanjiri oleh berita-berita di media massa dan media online-digital yang menggambarkan polarisasi kelakuan orang yang digambarkan dalam Injil Mat 2:1-12 dengan tokoh Herodes di satu sisi dan tokoh orang-orang Majus di sisi yang lain. Menariknya ialah bahwa tokoh-tokoh ini sama-sama begitu terpesona oleh kehadiran Sang Raja orang Yahudi yang baru (Mat 1:2a), yang adalah Yesus, sang Wajah Kerahiman Allah (Misericordiae Vultus 1). Tokoh Herodes yang licik itu bahkan dengan antusiasme terselubung berkata: “Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia” (Mat 2:9). Ucapan Herodes ini sebenarnya hanyalah “lipservice” – seruan di bibir saja, bukan dari hati nurani yang terdalam. Dia bukan mau menyembah Yesus, tetapi hendak membunuhNya, sebab Sang Raja yang baru lahir ini dipandangnya sebagai pesaing bagi kekuasaannya. Inilah ‘prototipe’ jalan hidup orang yang melakukan penipuan, ketamakan, dan haus akan kekuasaan demi kepentingan pribadinya.

Dalam konteks peristiwa PILKADA (pemilihan Kepala Daerah) baru-baru ini di beberapa wilayah di Indonesia, tampak sekali perilaku orang-orang beragama mengikuti pola Herodes. Tuduhan penipuan dan pemalsuan serta “money politic” menghiasi berita-berita di media-massa. Semuanya itu dilakukan oleh orang-orang yang mengakui dan menerima Allah sebagai Tuhan-Nya. Maka refleksi kita: benarkah aku yang menyembah Allah mengubah hidupku untuk tidak haus akan kekuasaan, tidak tamak, tidak melakukan tipu muslihat? Undangan Paus Fransiskus untuk kembali kepada Allah yang maharahim tentu saja relevan untuk kita semua.

Di sisi lain ketulusan orang-orang Majus itu berbuahkan sesuatu yang mengubah pola hidup mereka. Berkat kerendahan hati serta kerinduan untuk bertemu, dibarengi oleh kesediaan untuk dituntun oleh bimbingan Allah, mereka berjumpa dengan Yesus, sang Raja Penebus. Bukan saja berjumpa dengan Yesus, Sang Bayi di dalam palungan, tetapi mereka menyembah Dia dan mempersembahkan hidup mereka kepadaNya. Rahmat perjumpaan dengan Yesus, Sang Juruselamat itu, mengubah mereka menjadi manusia baru dan menemukan jalan hidup baru. Mereka tidak mau lagi bersekongkol dengan jalan Herodes, jalan penipuan, jalan haus kekuasaan dan kekerasan; mereka mengambil jalan kebenaran, jalan keselamatan bagi sesamanya (bdk. Mat 2:12). Dengan kata lain, iman akan Yesus sang Juruselamat dunia itu yang terungkap dalam pengakuan: “Kami datang untuk menyembah Dia” (Mat 2:2.11) membuka jalan hidup mereka yang baru.

Yesus sang Juruselamat menunjukan jalan hidup baru bagi kita semua. Dialah sang Raja kerendahan hati. Peristiwa Natal adalah tanda nyata kehadiran sang Raja Kerendahan hati. Dia hadir untuk menyelamatkan semua orang dan seluruh alam semesta ini. Dia bukanlah Mesias untuk orang Yahudi saja, tetapi untuk semua orang (bdk. Ef.3:6).

Kita telah menyembah Dia secara tegas dan jelas sewaktu kita menerima Sakramen Baptis, lalu dikuatkan dalam penerimaan Sakramen Krisma dan Ekaristi. Semoga kita meninggalkan “jalan Herodes” dan menerima “jalan orang-orang Majus” yang memilih jalan ketulusan, jalan kerendahan hati, jalan pertobatan. Melalui jalan itulah, kita dapat mengabdikan hidup kita bagi Allah yang kita sembah dan kepentingan masyarakat umum serta pelestarian alam semesta. Begitulah kita memaknai seruan Nabi Yesaya: “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu” (Yes 60:1).

“Selamat pesta Epifani.”

Mgr. Paskalis Bruno Syukur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks