- Kamis, 23 Januari 2020
- Masa Biasa
- Bacaan 1 : 1Sam. 18:6-9; 19:1-7
- Mazmur : Mzm. 56:2-3,9-10a,10bc-11,12-13
- Injil : Mrk. 3:7-12
Membandingkan adalah kecenderungan yang dimiliki oleh setiap manusia. Istilah ‘rumput tetangga jauh lebih hijau dari rumput sendiri’ menjadi bukti sahih bahwa membandingkan ini secara sadar tidak sadar menjadi sifat manusia. Membandingkan merupakan sifat manusia yang jika tidak dikontrol bisa tidak ada habisnya. Membandingkan bisa memicu kita untuk melakukan lebih baik dari sebelumnya, tetapi membandingkan juga bisa merusak diri karena menghalangi kita untuk mencari apa yang menjadi kebahagiaan dan kebutuhan kita, seakan-akan hidup kita harus sama dengan orang/sesuatu yang dibandingkan.
Bacaan Injil pada hari ini memantik poin perbandingan yang penting untuk hidup kita. Marilah kita mencoba membandingkan diri kita dengan sang iblis mengenai pengakuan terhadap Yesus Sang Anak Allah. Kita harus ingat bahwa iblis merupakan makhluk yang sangat cerdik. Iblis mampu menggunakan kecerdikannya untuk mengelabui manusia dan membuat manusia memilih sesuatu yang seakan-akan benar tetapi sesungguhnya tidak. Tetapi, secerdik-cerdiknya iblis, ia tidak bisa berbohong dan mengelak bahwa Yesus adalah Anak Allah. Iblis percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah, tetapi iblis tidak beriman kepadanya. Setelah melihat dari si iblis, marilah kita melihat diri kita sendiri, apakah kita juga paham atau tidak bahwa Yesus adalah Anak Allah. Setan aja paham, masa elo enggak? Kira-kira pertanyaan model ini memantik jawaban seperti ini: “saya juga paham kok”, karena kita tidak suka dibandingkan dengan yang buruk. Bedanya dengan kita adalah, selain kita paham, percaya dan beriman kepada-Nya, kita melakukan apa yang kita Imani, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, meneladani-Nya, dan hidup dalam Dia sebagai Anak Allah. Hendaknya kita menjadi manusia beriman yang sungguh-sungguh beriman kepada-Nya alih-alih berhenti di ‘hanya percaya’ saja.
Kita tentu mengenal istilah ‘dari mata turun ke hati’. Tetapi dalam beriman, penggunaan istilah itu tidaklah cukup. Untuk beriman secara penuh dan sungguh, kita harus menggunakan metode ‘dari mata turun ke hati dan menggerakkan kaki’. Iman yang sejati adalah iman yang bertindak, maka dari itu marilah buktikan iman kita sebagai seorang kristiani dengan melakukan tindakan kasih seperti yang diajarkan Kristus kepada kita. Dengan meneladani Kristus sebagai Anak Allah secara lahir, batin, dan tindakan, bukan tidak mungkin akhirnya iblis juga takut kepada kita karena kita juga Anak Allah. Pada akhirnya, kita pun dapat berkata bahwa: “saya juga paham bahwa Yesus adalah Anak Allah, saya beriman kepada-Nya dan saya melakukan ajaran kasih sesuai amanat-Nya”. Fr. Michael Randy
Tuhan Yesus Kristus, tuntunlah kami, agar senantiasa mengimani Engkau, Sang Putera Allah yang hidup dan meraja dalam hati kam, sepanjang segala masa. Amin.