Perkembangan Metaverse Semakin Pesat dan Masif, Bagaimana Gereja Menyikapi?  

Loading

KEUSKUPANBOGOR.ORG- Metasemesta atau lebih dikenal dengan metaverse menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Metaverse merupakan sebuah evolusi teknologi dalam dunia yang serba digital di masa sekarang ini. Metaverse sendiri berasal dari kata “Meta” yang bermakna melampaui, dan “Verse” yang bermakna alam semesta, maka Metaverse dapat dikatakan memiliki arti melampaui alam semesta. 

Metaverse digambarkan sebagai teknologi yang memungkinkan orang-orang untuk berkegiatan, berkomunikasi dan berinteraksi dengan masuk ke dalam dunia virtual yang dibantu dengan menggunakan sebuah instrumen yang terinstal di dalam smartphone. Dengan begitu, di dalam metaverse orang-orang dapat melakukan berbagai aktivitas virtual sama seperti di dalam dunia nyata seperti bersosialisasi, bekerja, berbelanja, hingga pergi mengunjungi tempat-tempat bersejarah tanpa harus meninggalkan rumah. 

Di masa yang akan datang, perkembangan metaverse akan semakin pesat dan masif memasuki segala lini bidang kehidupan. Hal tersebut menjadi perhatian dalam webinar study day yang digelar oleh Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia (Komisi Komsos KWI) dan diikuti oleh para pegiat-pegiat komsos di seluruh Indonesia. 

Kegiatan webinar diadakan pada hari Jumat (18/3/2022) yang dilakukan secara daring melalui aplikasi zoom meeting. Webinar yang bertajuk “Gereja di Era Metaverse” ini mendiskusikan mengenai bagaimana Gereja di Era Metaverse dan seperti apa Gereja menyikapi hal tersebut. 

Mendapuk Prof. Richardus Eko Indrajit, RP. Dr. Mutiara Andalas SJ, dan Frans Budi Santika sebagai narasumber, kegiatan Webinar Study Day Pelaku Karya Komsos Indonesia ini merupakan bagian dari rangkaian Komsos Listening Series yang diadakan secara rutin setiap bulan dalam rangka menyambut Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-56 mendatang. 

RD Steven Lalu selaku Sekretaris Eksekutif Komsos KWI mengatakan bahwa webinar study day pada hari ini merupakan bagian dari upaya “mendengarkan,” kita semua perlu juga mendengarkan kondisi dan perkembangan teknologi saat ini. Salah satunya adalah  era metaverse seperti sekarang ini. Hal tersebut perlu didiskusikan bersama dan memperdalam pengetahuan para pegiat komsos mengenai metaverse. 

Pengembangan Dalam Dunia Internet 

Prof. Dr. Richardus Eko Indrajit yang menjadi narasumber pertama dalam webinar ini menyampaikan materi yang bertajuk “Metaverse Dalam Dunia Menggereja.” Mengawali materinya, Prof. Eko mengutip perkataan dari Mark Zuckerberg mengenai metaverse yang merupakan suatu dunia virtual yang bisa diakses dan dialami dengan menggunakan headset Virtual and Augmented Reality. 

Rektor Universitas Pradita tersebut menjelaskan perbedaan antara virtual reality dan augmented reality. Menurutnya, mengetahui perbedaan keduanya amat penting dalam konteks metaverse. Virtual reality tidak ada realitas yang ditampilkan karena hanyalah realitas yang dibuat seolah-olah ada. Sementara itu, augmented reality adalah realitas yang diperkaya agar terlihat lebih bermakna dan memunculkan berbagai informasi. Prof. Eko mengatakan bahwa perkembangan ilmu informatika telah melahirkan berbagai teknologi baru yang bertujuan memperkaya pengalaman kehidupan manusia yang terbatas. 

Lebih lanjut, Ia pun menyebutkan ada 3 teknologi penghadir metaverse, yaitu : mobile apps, virtual reality dan augmented reality. Prinsip utama dalam fenomena metaverse seyogyanya bukan untuk untuk menggantikan dunia fisik manusia, tapi untuk memperkaya keberadaannya dengan cara menjangkau yang tak terjangkau, dan menawarkan alternatif bagi yang memiliki hambatan dan keterbatasan. Metaverse adalah pengembangan dalam dunia internet karena metaverse mencoba menggunakan panca indera.

Dibutuhkan sikap yang terbuka untuk dapat memahami kehadiran teknologi ciptaan manusia ini, dimana kunci terletak pada manusia yang memanfaatkan dan menggunakannya. Sebagaimana seperti yang dikatakan oleh Paus Fransiskus bahwa teknologi itu netral tergantung pribadi yang menggunakannya. 

Dalam pemaparannya, Prof. Eko menyebutkan beberapa contoh dari pemanfaatan metaverse, seperti misalnya menghadirkan Gereja Metaverse di lokasi yang tidak memungkinkan seperti lokasi perang atau lokasi bencana. Metaverse juga dapat dimanfaatkan untuk merasakan kehadiran Imam dan sesama dalam situasi yang sulit karena dapat menghadirkan interaksi yang nyata. Selain itu, dapat juga dimanfaatkan dalam menyelenggarakan ibadah secara virtual ketika terjadi bencana, peperangan atau pandemi. 

Prof. Eko menegaskan bahwa pemanfaatan media teknologi seperti metaverse bukanlah untuk menggantikan peristiwa-peristiwa fisik yang ada namun pemanfaatan ini merupakan sebuah pilihan alternatif bagi yang memiliki hambatan serta keterbatasan agar iman tetap tumbuh dan metaverse adalah jalan dalam mencapai tujuan. Tujuannya adalah dalam setiap kondisi apapun, setiap orang tetap dapat merawat dan menumbuhkan keimanannya serta menghadirkan kerajaan Allah dan menyebarkan kabar gembira ke seluruh relung-relung kehidupan manusia melalui pemanfaatan teknologi termutakhir. 

Sejauh Mana Gereja Siap Menyambut Fenomena Metaverse?

Dalam materi “Gereja Pada Era Metaverse,” yang dibawakan oleh RP. Dr. Patrisius Mutiara Andalas, SJ, disampaikan bahwa metaverse adalah frontier baru interaksi antar manusia. Lalu pertanyaannya adalah sejauh mana Gereja siap menyambut fenomena metaverse ini? 

Teolog dan Dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta tersebut menyampaikan bahwa sekarang ini perubahan-perubahan sedang terjadi di wilayah-wilayah luas dan budaya mereka ciptakan menjadi tempat istimewa bagi evangelisasi baru. Hal ini menantang bagi kita untuk membayangkan ruang-ruang doa dan persekutuan yang berciri inovatif dan lebih menarik serta penuh arti. 

Sebagaimana seperti pernyataan dari Beato Paulus VI, Romo Mutiara Andalas mengatakan bahwa di antara beberapa hambatan pewartaan adalah kurangnya parhhesia, “hilangnya gairah, sebagai sesuatu yang sangat serius sebab itu muncul dari dalam diri” (Gaudete et Exultate, No 130). 

Mengutip Seri Dokumen Gerejawi: Orang Muda, Iman & Penegasan Panggilan No 21-22, dikatakan bahwa agar dapat menjangkau generasi beriman digital Z dan Alpha hingga relung hati, religius terdalam dalam aktivitas katekese, jauh dari mencukupi Gereja, katekis Injil, “memakai media digital.” Gereja, katekis Injil, perlu “masuk ke dalam budaya digital.”

Seperti yang dikatakan oleh Paus Fransiskus dalam pesannya di Hari Komunikasi Sosial ke-52, bahwa sejak kelahiran internet Gereja mengalami pertobatan dan membaharui pemahaman dirinya secara baru pada era digital ini sebagai “networking.” Metafor “jejaring” yang direngkuhnya mengundang Gereja untuk merenungkan “begitu banyak lini dan persimpangan yang menjamin stabilitas, meskipun tiada satu titik pusat, tiada struktur hirarkis, dan bahkan tiada suatu bentuk organisasi yang bercorak vertikal di dalam jejaring. Jejaring berfungsi justru karena semua elemen yang ada di dalamnya saling berbagi tanggung jawab.” 

“Maka Gereja didorong untuk mewartakan Injil, dan seperti metaverse, Gereja perlu meninggalkan jejak di dunia ini. Metaverse merupakan frontier Gereja jika kita mau hadir di lokasi umat berada. Dialog ini tidak mudah karena merupakan dialog terbarukan. Semoga metaverse juga bisa dihadirkan Gereja dalam berkomunikasi secara daring dan yang lebih penting Gereja dapat hadir dan menjadi garis depan dalam menumbuhkan iman umat di era masa kini,” Harap Romo Mutiara Andalas. 

Pemanfaatan dan Implementasi Metaverse 

Frans Budi Santika seorang Trainer & Coach-Communication Skill Specialist yang pada hari ini juga menjadi salah satu narasumber, memaparkan materinya yang berjudul “Metaverse & Gereja Masa Depan: Keuntungan & Tantangan Teknologi Metaverse Bagi Manusia” 

Dalam materinya, Frans Budi menyampaikan bahwa mateverse adalah sebuah fase dalam teknologi dan Ia menyampaikan dari sisi manfaat teknologi dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). 

Frans Budi memberikan beberapa contoh implementasi metaverse dalam dunia training, seperti misalnya dapat dimanfaatkan sebagai simulasi aktivitas beresiko, eksplorasi benda makro dan mikro, virtual tour ke lokasi yang sulit atau mustahil dikunjungi seperti samudra dan kawah merapi, atau dapat pula dimanfaatkan sebagai terapi psikologis, dan edukasi moral. 

Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa banyak keunggulan yang didapat dari pemanfaatan metaverse ini dalam bidang kehidupan menggereja seperti melakukan interaksi interpersonal untuk konsultasi/bimbingan rohani, kegiatan katekese dapat menjadi lebih dinamis, efektif dan menarik melalui berbagai bentuk games dan kuis. Selain itu, dimungkinkan pula adanya wisata rohani pemahaman sejarah Gereja melalui kunjungan virtual ke tempat-tempat bersejarah Gereja. 

Komsos Keuskupan Bogor 

One thought on “Perkembangan Metaverse Semakin Pesat dan Masif, Bagaimana Gereja Menyikapi?  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks