Baptis Bayi Dalam Gereja Katolik

Loading

Sebagai persekutuan umat Allah, Gereja mengenal Sakramen Baptis sebagai dasar kehidupan Kristen atau pintu masuk kehidupan dalam roh dan sakramen-sakramen lainnya (KGK 121). Di dalam pembaptisan, setiap pribadi yang dibaptis akan mendapat tiga karunia rahmat pembaptisan, yakni; pengampunan dosa, digabungkan dalam Gereja Tubuh Kristus (di-satu tubuh-kan atau diinkorporasikan dengan Kristus sebagai kepala, bdk. Kan. 204), dan kelahiran baru sebagai anak Allah. Pembaptisan menurut St. Gregorius Nazianze adalah rahmat yang paling indah dan mulia. Oleh karena sebagai rahmat yang paling indah dan mulia ini, maka Gereja mengajak para orang tua menjadikannya sebagai “satu warisan yang paling berharga” kepada anak-anaknya sejak bayi.

Baptisan bayi erat kaitannya dengan dosa asal. Doktrin Gereja mengajarkan bahwa setiap pribadi yang lahir ke dunia berada dalam keadaan yang berdosa, keadaan yang diturunkan oleh Adam sebagai manusia pertama atau yang dikenal dengan dosa asal. Karena dosa asal itu, manusia kehilangan rahmat kekudusan dan terpisah dari Allah (lih. Kej:3), Manusia kehilangan “the gift of integrity” sehingga manusia dapat menderita (lih. Kej 3:16), dan manusia terbelenggu oleh dosa dan kejahatan (lih. Kej 3:15-16; Yoh 12:31). Melalui baptisan, Gereja memberikan jalan bagi pembaptisan bayi. Hal ini dimaksudkan guna membersihkan sang bayi itu dari dosa asal, dan mempercayakan pertumbuhan iman sang bayi di tangan para orang tua serta sebagai sarana membawa anak pada keselamatan. 

Rasul Paulus memberikan penegasan dan perbandingan mengenai dosa asal yang disebabkan oleh Adam dengan penebusan dosa oleh Yesus Kristus. Adam sebagai manusia pertama, manusia yang jatuh ke dalam dosa kesombongan (yang karena godaan iblis mau “menjadi seperti Allah”), dengan Kristus yang membebaskan manusia dari dosa dalam ketaatan kepada Allah (lih. Rom 5:12-21, Rom 5:12-19, 1 Kor 15:21). Melalui kisah penciptaan, ada sebuah gambaran tentang ketidaktaatan yang dilakukan oleh Adam yang hendak menyamakan dirinya dengan Allah (lih. Kej 2:16-17). Ketidaktaatan yang tercipta itu membuahkan dosa baginya dan juga bagi keturunannya (lih. Kej 2). Akan tetapi, Yesus Kristus hadir sebagai penebus, pribadi yang diutus oleh BapaNya guna membebaskan manusia dari perbudakan dosa, itulah ketaatan Yesus Kritus pada BapaNya. 

Dalam kehidupan menggereja, baptisan bayi telah diterapkan sejak zaman para rasul. Hal ini dapat kita lihat dalam peristiwa saat rasul Rasul Paulus membaptis Krispus dan seisi rumahnya serta keluarga Stefanus (lih. 1Kor 1:16). Rasul Paulus pun mengajarkan bahwa karena kita lahir dengan dosa Adam, maka kita semua perlu dibaptis (lih. Rom 5:18-19) dan anak-anak mesti mendapat perhatian dalam hal itu, sebab Yesus sendiri mengajarkan agar anak-anak jangan dihalangi untuk datang kepadaNya (lih. Mrk 10:14). Dalam Perjanjian Lama pun dapat dilihat bahwa anak-anak digabungkan dalam perjanjian sunat yang dilakukan pada hari ke delapan (lih. Im 12:3) pada saat mereka belum mampu menentukan bergabung atau tidak dalam bangsa pilihan Allah. Maka seperti para orang tua di Perjanjian Lama yang memutuskan anak tersebut disunat, demikian pula di Perjanjian Baru, orang tua memutuskan anak tersebut dibaptis, demi menghantarnya kepada keselamatan. 

Peran orang tua sungguh penting dalam hal ini, mereka mesti sadar dan memahami bahwa anak-anak dilahirkan dengan kodrat manusia yang jatuh dan dinodai dosa asal, maka mereka membutuhkan kelahiran kembali di dalam pembaptisan. Melalui pembaptisan pula, bayi-bayi dibebaskan dari kekuasaan kegelapan dan di satutubuhkan dalam Gereja. St. Siprianus (250) mengajarkan bahwa “Pembaptisan yang mengakibatkan penghapusan dosa tidak boleh ditunda, maka para bayi tidak akan memperoleh rahmat tak ternilai sebagai anak Allah, jika Gereja dan orang tua tidak dengan segera membaptisnya sesudah kelahiran (KGK 1250). 

Pada hakekatnya pembaptisan bayi dilakukan di Gereja Katolik, karena Gereja melanjutkan keinginan Allah agar semakin banyak orang dapat diselamatkan (lih. 1 Tim 2:4). Pembaptisan merupakan rahmat yang diberikan secara cuma-cuma oleh Allah kepada siapa pun, termasuk para bayi (lih 1Yoh 4:10; Tit 3:5). Baptis bayi mengungkapkan dengan baik ketergantungan manusia dari Allah. Terdorong oleh cinta pada anak-anaknya, orang tua senantiasa memberikan dan mengharapkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Maka dengan pembaptisan bayi pun mereka mengharapkan agar anak-anaknya memperoleh keselamatan sejak lahir. Dengan membaptiskan anak-anaknya, orang tua sungguh menghidupi panggilannya sebagaimana telah mereka nyatakan dalam janji perkawinan, yaitu mendidik anak secara katolik. Semoga melalui baptis bayi, kita dapat mengantar mereka untuk datang kepada Yesus Kristus (lih. Mrk 10:13-16) untuk menyucikannya dari dosa asal dan memeteraikannya dengan rahmat keselamatan Allah.

Artikel ini ditulis dari beberapa sumber sebagai tugas mata pelajaran Liturgi dan Sakramen oleh Fr. Josep Aldo Setiawan (Tahun Orientasi Rohani San Giovanni Battista Keuskupan Bogor tahun 2022-2023)

3 thoughts on “Baptis Bayi Dalam Gereja Katolik

  1. Karlo Rio says:

    Mantap Frater Aldo, nanti kita mau banyak tanya nih tentang sakramen babtis, gua jadi sedikit terbuka dengan apa itu sakramen baptis

  2. Agustinus Erik Ekstrada Siringoringo says:

    Terimakasih atas wawasannya kepada kami ya Frat bung Aldo..
    Semoga kami domba domba yg tersesat dengan baptis ini bisa menjadi domba domba yg terbaik dalam perilaku, perkataan, dan menjadi berkat untuk orang orang disekitar kita..
    Terimakasih Tuhan memberkati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks