Malaikat dan Iblis, Benarkah Ada?

Loading

Keberadaan malaikat dan iblis, menjadi bahasan menarik dalam seminar sehari di Aula Puspas Keuskupan Bogor yang dipandu Pater Robby Wowor  OFM, Sabtu (3/2/2018). Seminar ini dilatarbelakangi anggapan sebagian orang, bahwa keberadaan sosok malaikat ataupun iblis hanyalah objek imajinasi semata. Namun, pada kenyataannya kisah mengenai malaikat ataupun iblis dalam karya-karya fiksi tetap digandrungi. Tema ini juga selalu memunculkan perdebatan yang menarik, apakah sosok itu benar-benar ada dan dapat dijelaskan secara logika.

Ilmu yang mempelajari segala hal tentang malaikat disebut Angelologi, sedangkan ilmu yang mempelajari mengenai iblis disebut Demonologi. Di dalam Alkitab, keberadaan malaikat digambarkan dalam rupa atau sosok penolong  yang membantu manusia untuk memahami rencana Allah di dalam hidup manusia. Lalu, keberadaan iblis yang mulai dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru selalu digambarkan sebagai pemisah relasi antara Allah dan manusia, sosok perusak, penggoda dan pembawa keburukan.

Bagaimanakah umat Katolik menyikapi keberadaan malaikat maupun iblis? Dalam seminar bertajuk Angels and Demons ini, Pater Robby Wowor OFM  selaku pembicara, tidak menampik keberadaan malaikat ataupun iblis. Namun, Pater Robby  mengingatkan, sosok-sosok yang digambarkan dalam film-film Hollywood adalah imajinasi para pengarang semata.

Iman dan Akal Budi

Membuka sesi pertama, Pater Robby menjelaskan, bahwa malaikat mendampingi manusia sesuai iman dan akal budinya. Malaikat hadir agar manusia dapat merekatkan relasi antara Allah dan manusia itu sendiri.

Mengutip teori filsafat dari St. Thomas Aquinas, Pater Robby menjelaskan, para malaikat yang merupakan makhluk rohani yang murni juga tersusun dari essentia (hakikat) dan exentia (keberadaan/eksistensi). Malaikat-malaikat itu berwujud roh dan bereksistensi. Hakikat dan eksistensi para malaikat membedakan mereka dengan makhluk-makhluk lain seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda mati. Karena para malaikat tidak mempunyai potensi untuk berkembang sebagaimana makhluk hidup ciptaan Allah yang lain, mereka tidak mempunyai susunan materi, bentuk, potensi dan aktus. Para malaikat tidak memiliki jasad, hanya ruhlah yang menjadi essentia (hakikat) mereka.

Menurut Pater Robby, malaikat dibagi berdasarkan fungsinya. Malaikat merupakan pembawa pesan dari Tuhan. Berbeda dengan Roh Kudus yang menginspirasi tindakan manusia, malaikat hanya memberikan petunjuk melalui sanubari untuk terus mengikuti jalan Tuhan. Malaikat mendampingi manusia sesuai dengan akal dan iman agar dapat menggunakannya seturut dengan rencana Allah.

Lukisan The Engelsturz karya Peter Paul Rubens (1577–1640), menggambarkan Malaikat Agung Mikael dalam peperangan melawan malaikat yang berkhianat.

Istilah malaikat sendiri, dijelaskan oleh Pater Robby, aslinya dalam bahasa Ibrani malakh. Di Alkitab, mendapatkan artinya hanya ketika disebutkan bersama-sama dengan pengutusnya, yaitu Elohim (Allah). Hal ini mengingatkan pada  tiga nama malaikat yang sudah akrab bagi umat Katolik yaitu Malaikat Gabriel, Mikhael dan Rafael. Tiga malaikat tersebut memiliki akhiran yang sama yaitu EL yang diambil dari bahasa Ibrani yaitu Elohim, yang berarti Allah. Ketiga malaikat ini menghadirkan Allah dalam bermacam-macam fungsinya.

Dijelaskan oleh Pater Robby, malaikat Gabriel yang dalam bahasa Ibrani Gavri’el, memiliki arti Allah pembawa kabar keselamatan. Di dalam Perjanjian Baru, kehadiran malaikat Gabriel memiliki peran penting sebagai pembawa pesan kepada Maria, seperti yang tertera pada Lukas 1: 26. Masih di Injil Lukas, malaikat Gabriel juga membawa pesan kabar baik kepada Zakharia dan Elizabeth, seperti yang tertera pada Lukas 1:19-20.

Lalu ada malaikat Mikhael yang dalam Bahasa Ibrani Micha’el atau Mîkhāēl yang memiliki arti Allah yang dahsyat atau Allah yang kuat. Malaikat Mikhael beberapa kali ditampilkan dalam Kitab Suci, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dalam Kitab Daniel, sosok malaikat Mikhael digambarkan sebagai pelindung bangsa Israel. Ketika itu, Nabi Daniel mendapatkan suatu penglihatan setelah berpuasa selama beberapa waktu lamanya. Dalam penglihatan itu, ada seorang malaikat yang disebut Mikhael sebagai pelindung Israel (Bdk. Dan 10:13, 21). Malaikat Mikhael digambarkan juga sebagai Malaikat Agung oleh tradisi Katolik dan menjadi pelindung kaum ksatria, karena keberaniannya melawan iblis-iblis. Rasul Yohanes, dalam Kitab Wahyu pun menyebutkan bahwa malaikat Mikhael dengan gagah berani akan melawan para naga.

Berbeda lagi dengan malaikat Rafael, dalam bahasa Ibrani Rāfāʾēl yang memiliki makna Allahlah yang menyembuhkan, “Allah, sembuhkanlah”. Malaikat Rafael digambarkan sebagai sosok penyembuh. Seperti yang digambarkan dalam Kitab Tobit, malaikat Rafael diutus untuk menyembuhkan Tobit dan melepaskan Sara dari hantu Asmodeus.

Selain ketiga malaikat tersebut, ada juga malaikat yang dinamakan Serafim dan Kerubim. Kerubim dijelaskan muncul sebagai suatu bentuk di atas tabut perjanjian. Sedangkan penggambaran yang lebih jelas mungkin terdapat dalam penggambaran Serafim yang dideskripsikan sebagai sosok malaikat yang memiliki sayap, seperti yang dituliskan dalam Kitab Yesaya,

Lebih lanjut membahas mengenai malaikat, Pater Robby mengatakan bahwa setiap manusia memiliki malaikat pelindungnya sendiri. Malaikat pelindung berfungsi untuk mengarahkan diri manusia seturut dengan rancangan Allah. “Malaikat Pelindung bukan seperti di film-film yang akan menyelamatkan kita secara ajaib, tapi malaikat pelindung memberikan pesan bagi kita melalui nurani untuk berlaku sesuai rencana Allah. Namun terkadang hasrat pribadi mengalihkan pesan malaikat tersebut untuk memenuhi hasrat pribadi. Setiap kehendak bebas yang manusia miliki akan dipertanggungjawabkan pada akhirnya. Untuk itu perlu adanya sikap discernment untuk mengetahui pesan malaikat pelindung.”

 

Keberadaan Iblis
Pater Robby Wowor, OFM dalam Seminar Angels & Demons, Sabtu (3/2/2018).

Pada sesi kedua, Pater Robby mengatakan, sosok iblis yang digambarkan dalam film-film hanya  rekaan semata. Perwujudan iblis dapat muncul dari sifat keserakahan, amarah, iri hati, dan sifat-sifat yang menjauhkan diri kita dengan Allah. “Tidak menutup kemungkinan jika iblis menggunakan takhayul seperti wujud yang seram sebagai alat untuk menjerumuskan manusia,” tandasnya.

Seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam suratnya untuk jemaat di Efesus yang mengatakan “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.” (Efesus 6:11)

Iblis ada, menurut Pater Robby,  untuk mematahkan relasi Allah dan manusia serta menceraiberaikan hubungan Allah dan manusia. Banyak yang percaya bahwa Iblis hanyalah personifikasi dari kejahatan. “Maka perlulah kita memiliki benteng diri untuk dapat menangkal segala tipu daya iblis.”

Di akhir sesi, Pater Robby memberi kesempatan peserta untuk bertanya terkait materi seminar yang disampaikan. Salah satu pertanyaan yang cukup menarik adalah mengenai Lucifer, malaikat yang jatuh ke dalam kesombongan. Pater Robby menjelaskan, Lucifer adalah bahasa Latin dari Bintang Fajar. Bintang Fajar menandakan sebuah harapan baru. Dengan adanya Bintang Fajar, matahari akan segera terbit. Bintang fajar adalah bintang yang paling terang. Nabi Yesaya menggunakan ekspresi Lucifer untuk menggambarkan Raja Babilonia, namun para Bapa Gereja mengajarkan ayat ini juga untuk menjelaskan pemberontakan sejumlah malaikat terhadap Tuhan, yang dipimpin oleh Lucifer.

Pater Robby mengungkapkan bahwa dosa terbesar Lucifer adalah hasrat untuk menjadi tidak tergantung kepada Allah dan ingin menjadi setara dengan Allah. Sehingga menurut St. Thomas Aquinas, dosa pertama dari Iblis ini adalah kesombongan (the sin of pride). Malaikat juga diciptakan sempurna, sebagai makhluk yang murni spiritual (tanpa tubuh); dan setiap dari mereka juga diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memilih atau menolak Tuhan.

Karena kesempurnaan mereka sebagai makhluk spiritual, maka akibat dari pilihan mereka menolak Allah, membuat mereka demikian terpisah dari Allah, dan situasi keterpisahan inilah yang disebut neraka. Dengan begitu, Lucifer yang tadinya berfungsi sebagai penanda sebuah harapan baru, karena kesombongannya akhirnya Lucifer mengubah fungsinya tersebut menjadi pemberontak Tuhan, dan akhirnya ia terpisah dari Allah. (Maria Nathanael/Mekar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!