“Quality Time”
Tidak seperti hari-hari biasa setiap kali melintasi jalan raya di depan Gereja St. Thomas Kelapa Dua selalu terlihat padat dan ramai, beberapa hari ini jalanan terlihat sepi. Tersiar kabar bahwa menjelang habisnya masa liburan, banyak orang memanfaatkan waktu untuk rekreasi ke kota-kota terdekat. Saya yang hari ini (selasa 21 Juli 2015) kebetulan akan berkunjung ke Keuskupan dan Katedral Bogor membatin bahwa akan menyenangkan tidak berhadapan dengan lalu lintas yang padat. Benar saja, saat menaiki angkutan kota hingga menuju gang masuk stasiun UI hanya saya dan sopir yang ada di dalamnya, jalanan pun terlihat lengang.
Pemandangan berbeda ketika saat mulai memperhatikan kereta ke arah Jakarta: terlihat sepi penumpang. Sedangkan untuk kali ini perjalanan saya ke Bogor disertai dengan penuhnya penumpang sama seperti hari-hari biasa sepulang orang-orang bekerja dari Jakarta menuju Depok hingga ke Bogor. Pertanyaan demi pertanyaan terus muncul dan akhirnya terjawab ketika tiba di stasiun Bogor. Lautan manusia memenuhi stasiun dan sekitarnya. Saya berhenti sejenak, mulai ingin tahu apa saja yang mereka lakukan di Bogor. Penumpang yang ingin naik sebagian besar akan kembali ke Jakarta usai berekreasi ke Kebun Raya Bogor begitu pula dengan penumpang yang baru turun dari kereta kecuali saya.
Karena tertarik untuk mengamati aktivitas mereka, maka sebelum menuju ke Keuskupan dan Katedral, saya menyempatkan diri berkeliling di sekitar stasiun Bogor menikmati hiruk-pikuk masyarakat dengan kegiatannya masing-masing. Pengeras suara stasiun seperti terpendam dengan lautan masyarakat yang biasanya terdengar jelas menjadi samar-samar sehingga apa yang disampaikan kurang jelas terdengar di telinga.
Dari berbagai hal yang saya amati, akhirnya telinga saya tergelitik oleh kata-kata “Quality time” dari seorang bapak yang pergi bersama dengan istri dan ketiga anaknya. Hal ini membuat saya bertanya-tanya, begitu sulitkah menemukan kebersamaan yang efektif di dalam keluarga? Dan bagaimana mereka bisa memaknai “quality time” dengan hiruk-pikuk seperti ini?
Sepulang dari keperluan di Katedral, saya mencoba berbaur dengan masyarakat yang masih menikmati kepadatan di stasiun. Meskipun wajah mereka terlihat letih, tetapi pancaran bahagia sangat terlihat. Suara-suara klakson yang biasanya membuat penat, kali ini tidak menjadi perhatian saya. Karena saya lebih tertarik memperhatikan bagimana mereka seperti berhasil menikmati “quality time” seperti yang saya dengar tadi. Tetapi pada akhirnya mereka meninggalkan pekerjaan bagi petugas kebersihan akibat banyaknya sampah berhamburan. “Bogor..oh Bogor…Ketika kota lain di saat libur terasa lengang, di Kotamu ‘engkau’ seperti tidak pernah beristirahat, tetapi kurasa, ‘engkau’ berhasil membawa kesegaran bagi keluarga-keluarga”.