Rabu, 25 September 2019, Pekan Biasa XXV Bacaan I : Ezr. 9: 5-9 Mazmur : Tb. 13: 2.4.6.7.8 Injil : Luk. 9: 1-6
SUATU ketika Budi, seorang anak kecil sedang menonton tayangan kartun di televisi. Tiba-tiba terdengar suara dari dapur “Budi, belikan dulu garam di warung sebelah!” Budi pun bertanya “Sekarang, Ma?” Ibunya pun menjawab “Iya, sekarang.” Oleh karena kepolosannya, Budi langsung mengambil uang dari ibunya dan pergi ke warung.
Dalam Injil hari ini, Yesus mengutus kedua belas murid-Nya untuk mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang-orang. Sebelum pergi, para murid ‘dibekali’ Yesus dengan tenaga dan kuasa untuk menguasai setan-setan dan menyembuhkan penyakit. Yesus mempercayai kedua belas murid sehingga berani memberikan tenaga dan kuasa tersebut. Hal yang menjadi menarik adalah bahwa Yesus menyuruh para murid untuk tidak membawa tongkat, roti, uang dan dua helai baju.
Jika diringkas, Yesus melarang para murid untuk membawa tongkat, bekal logistik, dan baju berlebih. Tongkat adalah lambang kekuasaan. Dilarang membawa tongkat artinya para murid dilarang bergantung pada kekuasaan dan kekuatan diri sendiri. Dilarang membawa bekal logistik seperti bekal, roti, dan uang artinya tidak membawa kebutuhan jasmani yang berlebih. Sedangkan, dilarang membawa baju berlebih, artinya para murid diajak untuk keluar dari zona nyaman dan tak hanya memikirkan kebutuhan sandang.
Setiap orang pasti pernah diberi tugas, entah dari orang tua, guru, maupun atasan. Ketika diberi tugas, kita diberi arahan dan gambaran tujuan yang hendak dicapai. Dalam kisah di atas, Budi diberi tugas oleh ibunya untuk membelikan garam di warung demi selesainya masakan yang sedang dibuat. Para murid pun diberi tugas oleh Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang-orang. Budi dan para murid diberikan bekal oleh yang mengutus agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Perbedaannya, bekal para murid adalah tenaga dan kuasa untuk menguasai setan dan menyembuhkan orang sakit. Bekal tersebut dahsyat karena bersifat rohani dan kekal. Bekal bersifat jasmani dibawa secara terbatas. Yesus melarang membawa bekal jasmani yang berlebihan agar para murid tidak tergantung pada hal-hal duniawi, melainkan tergantung pada Allah sendiri yang memberikan kekuatan dan kekuasaan. Dengan demikian, para murid dapat fokus melaksanakan tugas dan tidak terbelenggu oleh hal-hal duniawi yang dapat menjauhkan diri dari Allah.
Dalam perayaan Ekaristi, kita diajak untuk semakin menyadari rahmat dan kekuatan yang diberikan Allah pada kita. Rahmat dan kekuatan tersebut bukanlah hal jasmaniah yang mudah hilang, melainkan berkat rohani yang kekal, yakni iman, harapan, dan kasih. Oleh karena itu, pada akhir perayaan Ekaristi kita mendengar “marilah pergi, kita diutus!”. Ungkapan tersebut bermakna kita diberi tugas untuk mewartakan Kerajaan Allah dan kasih lewat tindakan dan ucapan kita. Kita dimampukan untuk melaksanakan tugas perutusan tersebut karena kita berpegang pada Allah, bukan lagi bergantung pada kekuasaan, kebutuhan logistik jasmani, maupun gengsi.
Semoga kita semakin dapat menyadari dan berpegang pada Allah dalam setiap tugas perutusan kita. (Fr. Ignatius Bahtiar)
Ya Yesus, di tengah godaan dunia yang membelenggu kami pada hal-hal jasmaniah, semoga kuasa-Mu menguatkan kami untuk setia bersaksi bagi kerajaan-Mu. Biarlah semua karya kami menjadi warta keselamatan yang Engkau curahkan bagi dunia. Amin.