Penderitaan Yang Kita Alami Itu Ibarat Emas

Loading

Rabu, 23 November 2022

Pekan Biasa XXXIV

Bacaan I: Wahyu 15:1-4

Mazmur: 98: 1-2.3ab.7-8.9;

Bacaan Injil: Lukas 21:12-19

Saudara-saudari yang dikasihi oleh Kristus, bacaan-bacaan hari ini mengilustrasikan tentang konsekuensi ketika kita mengikuti Yesus Kristus, sekaligus Ia (Yesus) berjanji bahwa setiap orang yang tetap setia kepada-Nya, maka Ia akan menyelamatkannya. Bahkan sehelai rambut dari kepalanya pun tidak akan hilang daripadanya (bdk. Luk. 21:18). Konsekuensi mengikuti Kristus itu ialah kita akan menderita karena ditangkap dan dianiaya. Kemudian, diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan akan dihadapkan kepada raja-raja serta penguasa-penguasa karena nama-Nya, Yesus (bdk. Luk.21:12). Hal ini seolah ingin menunjukkan bahwa penderitaan terjadi karena Allah yang mengizinkannya. Tentu tidak demikian. Sebab segala penderitaan dan penganiayaan yang kita alami bermakna sebagai cara Allah menghendaki agar kita tidak mengandalkan kemampuan diri kita, melainkan mengandalkan Allah. Penderitaan itu juga bisa merupakan bagian dari proses beriman kita sebagai orang Kristiani. Dan juga penderitaan yang kita alami tidak akan melebihi batas kemampuan kita.

Penderitaan yang kita alami itu, ibarat emas. Emas tidak dengan begitu saja menjadi emas, tetapi harus melalui proses penggemblengan yang panjang. Demikian juga, dengan iman kita, terutama kita yang adalah pengikut Kristus. Segala penderitaan yang kita alami adalah bagian dari proses menuju iman yang berkualitas, sungguh-sungguh dan iman yang dewasa. Kualitas iman yang dimaksud adalah bahwa kita tidak hanya mengandalkan kemampuan kita dalam menghadapi segala rintangan dan tantangan, melainkan senantiasa melibatkan Allah dalam setiap langkah hidup kita. Kita tidak akan goyah ketika kita dihadapkan pada persoalan-persoalan hidup yang dirasa berat dan rasanya tidak mampu dilewati.

            Namun, Yesus berjanji bahwa Ia akan memberi kita hikmat untuk menghadapi segala tantangan yang datang menghadang kita. Dengan hikmat yang diberikan Yesus, kita akan dimampukan untuk melewati segala tantangan hidup itu. Untuk memperoleh hikmat itu, tentu kita harus membangun relasi yang intim dengan-Nya. Tanpa intimitas itu, maka rahmat Allah tidak akan masuk dan berdiam diri di dalam hati kita. Meskipun kehadiran Allah tidak membutuhkan persetujuan kita, namun untuk menyadari kehadiran Allah maka dibutuhkan tanggapan kita. Tanggapan kita menunjukkan bahwa kita mau membiarkan Allah membimbing kita. Sebab Allah adalah Sosok Yang Mahakuasa, adil dan benar segala jalan-Nya, serta Ia adalah Raja segala bangsa (bdk Why. 15:3).  

Fr. Vabianus Louk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!