Dialog Perempuan Sahabat Pengendalian Perubahan Iklim

IMG-20160307-WA0003

Senin, 7 Maret 2016, bertempat di gedung Manggala Wana Bakti Ruang Rimbawan 1, diadakan talk show dengan tema “ Dialog perempuan Sahabat Pengendalian Iklim “  oleh Kowani (Kongres Wanita Indonesia) bekerja sama dengan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kementrian Kehutanan.Wanita Katolik RI diundang untuk hadir dalam pertemuan tersebut karena Wanita Katolik RI merupakan salah satu dari anggota KOWANI. Perwakilan yang hadir dari Wanita Katolik RI adalah beberapa pengurus DPP (Dewan Pengurus Pusat) Wanita Katolik RI yang juga merupakan pengurus KOWANI juga DPD (Dewan Pengurus Daerah) Bogor dan DPD Jakarta.

Para nara sumber juga merupakan para ahli di bidang lingkungan hidup, yaitu Dirjen Kehutanan Dr.Ir. Nur Sri Masripatin dan Ir. Sarwono Kusumaatmaja (Mantan Menteri Lingkungan Hidup era Orde Baru), beliau adalah salah satu tokoh masyarakat dan ahli dalam hal lingkungan hidup dan pengendalian iklim.

Dalam sambutan Ketua Umum Kowani Ibu Giwo Rubyanto Wiyogo mengemukakan bahwa Kowani merupakan Organisasi Wanita terbesar dengan anggota 86 organisasi (52.100 anggota) mengajak para anggota berkomitmen untuk melakukan gerakan pengendalian iklim dengan tindakan tindakan sederhana yang bisa kita lakukan mis: pemakaian listrik yang hemat dengan cara mematikan alat-alat yang memakai listrik apabila sudah tidak digunakan serta mengganti alat-alat listrik yang lama dengan yang baru (dari segi eliminasi) sedangkan dari segi substitusinya adalah pemakain energi terbaru misalkan memakai energi panas bumi.

Hal tersebut di atas dianjurkan untuk mewaspadai perubahan iklim karena perubahan iklim sangat mengerikan, akibatnya antara lain bisa merusak sarana dan prasarana sehingga berdampak pada harga-harga mahal, juga dapat mengakibatkan gangguan pernafasan, berkurangnya debit air, udara menjadi kotor,dll.

Sedangkan Dr.Ir. Nur Sri Masripatin (Dirjen Pengendalian Iklim Kementrian Lingkungan Hidup) mengemukakan bahwa perubahan iklim merupakan peristiwa alami hal tersebut menjadi masalah karena perubahan iklim tidak dibarengi dengan adaptasi manusia. Hal ini sangat rentan berakibat di sektor pertanian/lahan dimana dapat menimbulkan masalah dengan waktu tanam dan panen, pemanfaatan energi menjadi berlebihan karena tanggapan atas perubahan iklim yang terjadi.  Perlu memperhatikan transportasi yang ramah lingkungan dengan memperhatikan emisi energi yang dihasilkan. Sedangkan dalam bidang  kehutanan, banyaknya perusakan hutan menimbulkan dampak berkurangnya wilayah hutan yang akhirnya ikut andil dari naiknya suhu bumi. Naiknya suhu bumi berakibat pada mencairnya lapisan es di beberapa lokasi bumi sehingga permukaan air laut menjadi naik. Diperlukan kepedulian kita dalam pengendalian iklim, untuk itu diharapkan para wanita dapat berperan serta didalamnya.

Sebagai aktualisasi atas partisipasi para wanita, beberapa saat yang lalu yang dipelopori oleh Ketua Umum KOWANI, Ibu Giwo melakukan gerakan penanaman Mangrove di pantai Jakarta untuk mengantisipasi abrasi pantai yang diakibatkan naiknya permukaan air laut dan diharapkan dengan penanaman tumbuhan tersebut dapat tercipta habitat baru di lingkungan hutan mangrove yang baru.

Pada kesempatan ini pula, Dirjen Lingkungan Hidup mengemukakan telah berhasil membentuk Proklim (Program Kampung Iklim) di beberapa daerah khususnya diluar Jawa. Proklim merupakan  gerakan nasional yaitu pembentukan kampung yang bisa menangkap peluang dan adaptasi dengan iklim, misalnya pembentukan kampung yang kegiatannya antara lain bercocok tanam dengan tanaman yang tahan iklim. Sebagai usulan dari Dirjen Lingkungan Hidup, sebaiknya semua organisasi wanita yang tergabung dalam KOWANI ikut berpartisipasi membuat kampung Proklim. Tentunya ajakan tersebut juga berlaku bagi Wanita Katolik RI yang tergabung didalamnya dan terutama mengingat sejarah pembentukannya dimana Wanita Katolik RI merupakan juga salah satu pendiri organisasi wanita ini

Sementara itu Ir. Sarwono Kusumaatmaja menuturkan bahwa perubahan iklim sifatnya sangat kompleks, berkelanjutan, majemuk dan tidak dapat diprediksi dan berdampak strategi dan global jauh melebihi dampak bencana alam. Perubahan iklim mempunyai ancaman terhadap ketersediaan energi, pangan dan air ( Creeping Disaster ). Pada aspek bencana alam, letusan gunung berapi  mengakibatkan perubahan iklim terutama daerah terdampak dalam radius yang dekat dengan pusat letusan, sedangkan efek dari rumah kaca bisa menimbulkan panas bumi yang berakibat  mencairya salju di beberapa lokasi sehingga berakibat naiknya permukaan air laut yang menimbulkan gelombang tinggi yang mengakibatkan abrasi pantai. Cairnya lapisan es di beberapa tempat mengakibatkan tingkat keasaman air laut berubah dan membuat beberapa jenis ikan maupun habitat ekologi yang terdapat di dalamnya mengalami gangguan. (Mel&Fer)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks