Gadog-Keuskupan: Refleksi itu diselimuti dengan keheningan, keseriusan, sehingga bernuansakan kekakuan dan terhimpit dengan kebosanan. Pasti dengan lantang para peserta refleksi PSE paroki se-Keuskupan Sufragan Bogor akan berteriak bersama, “Tidak”. Ini terbukti ketika mereka berada di Mega Development Center (MDC) Gadog, Bogor untuk merefleksikan Ajaran Sosial Gereja (ASG) Ekologi, Sabtu -Minggu, 6 – 7 Januari 2018 bersama RD. Y. Driyanto.
Dengan rentetan candaan dan tebaran gurauan, RD. Y. Driyanto memotivasi para peserta agar dalam keterlibatan mereka di PSE Paroki terlebih dahulu mempunyai alasan yang kuat mengapa kita memilih hidup. Menurut beliau, kalau kita tahu alasan kita untuk hidup maka kita pun akan serius untuk mati. Kita harus serius untuk hidup dan mati walaupun dalam situasi yang penuh dengan hambatan, keterbatasan tenaga, serta penderitaan sekalipun. Dalam hal ini, kata kuncinya adalah melayani. PSE Paroki diminta untuk melayani dengan menjadi garam dan terang dunia (Mat 5 : 13 – 16). Melayani bukan sebagai pilihan atau alternatif tindakan karena kita diciptakan untuk melayani (Ef 2 : 10) dan telah disiapkan untuk tugas tersebut (Yer 1 : 5), diselamatkan untuk melayani (2 Tim 1 : 9), serta diperintahkan untuk melayani (Mat 20 : 28), sehingga setelah kita mati dapat diselamatkan dan bertemu dengan Bapa di Surga.
Dalam sesi ke-2, RD. Y. Driyanto menegaskan bahwa ketika kita melayani, kita harus taat dengan Gereja Universal yang dikonkritkan dalam Keuskupan Sufragan Bogor, sehingga ketika PSE Paroki hendak melayani harus sesuai dengan kerangka kerja Bapa Uskup. Kerangka kerja ini terwujud dalam 5 pilar kerangka Keuskupan Bogor yaitu keluarga, orang muda, pendidikan, kehidupan politik, serta SDM. Sesi ini ditutup dengan ajakan keterlibatan PSE Paroki dalam 3 prinsip Ajaran Sosial Gereja, yaitu hormat kepada martabat manusia, solidaritas, dan subsidiaritas yang muncul dalam 7 tema. Salah satu temanya adalah kepedulian terhadap lingkungan hidup. (Antonius Toni)