Depok–Keuskupan: KEHADIRAN Gereja yang memberikan perhatian pada umat berkebutuhan khusus (UBK) atau penyandang disabilitas di Keuskupan Bogor dan Keuskupan Agung Jakarta terus ditanggapi oleh Kumpulan Orang Mau Pelajari Ajaran Kristus (KOMPAK Disabilitas). Sebanyak 60 relawan KOMPAK Disabilitas Bogor dan Jakarta mengikuti retret selama dua hari, Sabtu (3/2), dan Minggu (4/2) di Gedung Sasono Mulyo Cilodong, Depok.
Ketua panitia retret, Theresia Niniek Sudarwati mengungkapkan, pertemuan ini untuk memberi pemahaman kitab suci pada para relawan yang nantinya akan menjadi katekis untuk UBK. “Retret ini semacam pembekalan kitab suci dan pengajaran tentang iman Katolik kepada para relawan, bagaimana nanti mereka akan mengajar katekese bagi para UBK. Kami berharap dengan retret ini, mereka mampu mengajarkan dengan benar ajaran iman Katolik kepada UBK,” kata Niniek.
Menurut Niniek, UBK juga berhak mendapatkan pengajaran tentang iman Katolik. “UBK juga adalah warga Gereja. Mereka berhak mendapatkan pertumbuhan iman, mereka berhak mendapatkan sakramen, karenanya kami mempersiapkan katekis yang nantinya akan memberi katekese untuk UBK. Kami berharap mereka semakin militan dengan iman Katolik yang kudus dan Apostolik. Karena begitu banyak informasi selama ini yang tidak lagi sesuai dengan iman Katolik terserap dalam pikiran kita dan akhirnya mempengaruhi tindakan kita yang sebenarnya keliru. Kita harus berani keluar dari zona aman dalam pelayanan, karena begitu banyak yang bisa kita lakukan terutama untuk UBK,” paparnya.
Tulus Melayani, Cermat Mengenali Diri
Dalam retret tersebut dihadirkan dua narasumber, yakni Seto Marsunu (Pengajar Kitab Suci/Pengurus LBI), dan Fidelia Wardhani (psikolog). “Karena Allah lebih dulu mengasihi kita, maka selayaknya kita membalas kasih Allah dengan melayani sesama. UBK adalah juga sesama yang membutuhkan perhatian dan sentuhan kasih kita,” kata Seto.
Dengan penyampaian materi yang menarik dan mudah dipahami, Seto mengajak para peserta untuk berdialog. Ada tiga hal yang ditekankan pada retret saat itu, yakni Mengasihi Tuhan, Menghindari Kecenderungan untuk Berbuat Dosa, dan Membangun Relasi dengan Allah. “Semua yang Tuhan berikan pada kita adalah karuniaNya. Karenanya tidak perlu berhitung-hitung dalam menolong sesama, itu artinya ketulusan hati diperlukan dalam membantu UBK. Ada orang yang tergerak hatinya namun tidak mau berbuat. Ada orang yang mau melayani namun tidak tulus. Yang diminta Tuhan adalah perbuatan yang tulus,” katanya.
Psikolog Fidelia Wardhani mengajak peserta untuk mengenal kepribadian dan karakter diri sendiri. “Sebelum kita mengenal sesama dan menolong orang lain, kita harus mampu mengenali diri sendiri, mengetahui apa kelemahan dan kelebihan diri sendiri,” ujar Fidelia.
Dengan mengenali diri sendiri, lanjut Fidelia, seseorang akan mudah berbuat dengan tepat dan benar dalam menolong sesama. Sesi ini pun berjalan dengan komunikatif.
Di akhir acara, RP F.A. Oki Dwihatmanto dari Novisiat Transitus (OFM) mengajak peserta untuk merenungkan makna menolong orang-orang yang lemah dan terpinggirkan. “Dalam kitab suci tertulis seseorang yang bertanya kepada Tuhan, bilamana ia melihat Tuhan ada dalam kondisi lapar, haus, dan terpenjara. Lalu Tuhan menjawab, apa yang kamu lakukan bagi orang-orang yang hina dina dan lemah adalah juga yang diperbuat untuk Tuhan,” kata Romo Oki dalam homilinya pada misa perutusan retret.
UBK, kata Romo Oki, adalah juga orang-orang yang dipenjara. “Arti penjara bukan hanya berlaku bagi para narapidana yang berada di Lembaga Permasyarakatan (LP) Cipinang, LP Paledang, LP Pondok Rajeg dan LP-LP lainnya. Penjara juga berlaku bagi mereka yang tidak bebas bergerak, tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, dan terbatas, terhambat karena mengalami gangguan fisik dan mental. Mereka juga adalah orang-orang yang dikehendaki Tuhan untuk dilayani,” imbuhnya. (Ign Herjanjam)