Depok-Keuskupan: Sekitar 56 katekis (pengajar agama Katolik) maupun calon katekis mengikuti pelatihan katekese se-dekanat utara, Keuskupan Bogor di Wisma Sasono Budoyo, Kalimulya, Depok, Jawa Barat, pada 3-4 Maret 2018. Pesertanya berasal dari 6 paroki di dekanat utara, yakni Paroki St. Paulus-Depok, St. Herkulanus-Depok Jaya, St. Matheus-Depok Tengah, St. Markus-Depok II Timur, St. Thomas-Kelapa Dua, St Matias-Cinere, dan satu kuasi paroki Sukatani.
Meski dalam tingkat dekanat, acara dengan tema Kupas Tuntas Sakramen Inisiasi ini sangat berbobot. Pelatihan katekese yang berlangsung dua hari ini, dibuka langsung oleh Direktur Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia Eusabius Binsasi, pada 3 Maret 2018. Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Bogor, RD. Andreas Bramantyo dan Moderator Katekese dekanat utara, RD. Marselinus Wahyu Dwi Harjanto juga hadir.
Di hari kedua, Uskup Bogor Mgr. Paskalis Bruno Syukur hadir dan memimpin perayaan Ekaristi menjelang penutupan pelatihan. Selain Romo Wahyu yang juga Pastor Paroki St Markus Depok II Timur, hadir pula dua pastor paroki lainnya, yakni RP. Alforinus Gregorius Pontus, OFM dari Paroki St Paulus dan RD. Aloysius Tri Harjono dari Paroki St. Herkulanus.
Kekurangan Guru Agama Katolik
Direktur Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia Eusabius Binsasi sebelum membuka acara ini dalam sambutannya mengatakan, peran para katekis dalam pengembangan agama Katolik di Indonesia sangat besar. Data Kementerian Agama menunjukkan bahwa ada 42.000 guru agama Katolik yang dibutuhkan, tetapi yang tersedia hanya 22.000 orang, sehingga masih ada 20.000 formasi yang tidak terisi. Untuk mengatasi itu, para katekislah yang menjadi andalan pengajar agama Katolik di sekolah-sekolah khususnya sekolah non-Katolik.
Menurut Eusabius, salah satu faktor penyebab kurangnya guru agama adalah karena formasi pengangkatan guru agama Katolik dari pemerintah, hanya sedikit terkait dengan anggaran. Bahkan, dana untuk sekedar membantu para pengajar sukarela termasuk para katekis, oleh BPK masih belum diterima, karena dianggap tidak memiliki dasar hukum untuk penggunaan uang negara tersebut.
Karena itu, pihak Kementerian Agama sedang mengkaji bagaimana format anggaran yang memungkinkan dikucurkannya anggaran untuk para katekis tersebut. Dia juga mengajak keuskupan dan paroki-paroki memikirkan bagaimana agar para katekis pun mendapat honor atas pelayanan mereka.
Pembicara dalam pelatihan katekese ini adalah pakar dan penulis buku katekese RD. Laurensius Prasetyo dari Keuskupan Agung Semarang. Romo Prasetyo menyampaikan materi Sakramen Inisiasi yang meliputi Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, dan Sakramen Penguatan.
Tidak hanya sekedar menyampaikan materi, tetapi ia juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk bertanya seputar persoalan yang sering terjadi di paroki-paroki, baik oleh umat, maupun kebijakan pastor paroki yang kerap berbeda dengan pastor sebelumnya, atau dengan pastor paroki lainnya.
Dari persoalan yang muncul dalam forum pelatihan tersebut, diketahui bahwa belum ada keseragaman dari paroki-paroki dalam penentuan materi katekese, buku panduan dan materi, serta lamanya waktu pembelajaran. Umumnya, masih tergantung kebijakan pastor paroki setempat, karena itu para peserta memiliki tugas yang terbagi dalam kelompok-kelompok untuk mengidentifikasi persoalan dan juga sekaligus menggali kemungkinan model katekese yang relevan.
Tentang kebijakan pastor paroki, Romo Prasetyo mengingatkan agar para katekis berkomunikasi dengan baik dengan pastor parokinya, sehingga apapun yang menjadi keputusan dari pastornya tetap diikuti. “Yang penting para katekis tahu bahwa aturan yang benar menurut hukum kanonik demikian, dan tidak perlu sampai ngotot atau ngambek,” imbau Romo Prasetyo.
Katekese Digital bagi Orang Muda
Sementara itu, di hari kedua selain Romo Prasetyo yang mengakhiri sesinya pada pukul 10.00 WIB, Uskup Bogor Mgr. Paskalis Bruno Syukur juga menghadirkan seorang anak muda bernama Rico Ariefano dari Keuskupan Jakarta. Rico bersama timnya, Ria dan Jeni dari Domus Cordis memperkenalkan metode berkatekese bagi orang muda secara digital. Mereka mempunyai misi menginspirasi orang muda untuk mengubah dunia. Mereka berkarya bersama dan bersinergi dengan Gereja bergerak dalam bidang pewartaan.
Menurut Rico, saat ini dibutuhkan model katekese yang lebih kontekstual dan relevan, terutama bagi orang muda. Karena itu, para katekis pun dituntut bisa menguasai katekese secara digital dengan bahasa yang mudah dan menarik bagi orang muda khususnya para remaja. Berkaitan dengan itu, Domus Cordis kata Rico,
sedang mempersiapkan model katekese secara digital bagi kaum muda di Indonesia dan baru akan diluncurkan September 2018 nanti. Modul katekese digital ini nantinya dapat menjadi sarana pewartaan para katekis mengajarkan dan mewartakan kabar gembira dengan bahasa versi orang muda.
Uskup Bogor Mgr. Paskalis pun menyambut gembira dan mengapresiasi model katekese secara digital yang diperkenalkan Domus Cordis tersebut. Mgr. Paskalis berjanji akan mengundang Rico dan kawan-kawannya dari Domus Cordis untuk memperkenalkan produk katekese digital itu kepada para romo di Keuskupan Bogor nanti. Gereja, kata Mgr. Paskalis, sangat membutuhkan peran para katekis dalam pengajaran agama Katolik. “Secara pribadi, saya benar-benar kagum pada peran para katekis sebagai pengajar iman Katolik. Jadi, kalau ada pastor paroki yang tidak memberi perhatian yang cukup untuk katekese, beritahu saya,” tegas Mgr. Paskalis. (Marcel Rombe Baan/Mekar)