Jakarta–keuskupanbogor.org: Sabtu (05/01/2019) Keuskupan Agung Jakarta membuka Tahun Berhikmat 2019 dengan mengadakan Seminar yang mengangkat tema “Kepemimpinan Transformatif Untuk Melayani Negeri”. Lebih dari 300 undangan dari seluruh paroki dan komunitas serta kategorial di wilayah KAJ memenuhi Aula Katedral Jakarta.
Para undangan dan peserta melakukan registrasi ulang dan diberikan stiker logo Tahun Berhikmat, juga Doa dan Lagu Tahun Berhikmat. Tahun 2019 ini KAJ mengajak umat untuk mengamalkan Sila ke-4 Pancasila, yaitu “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan”, baik di dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat dan menggereja.
Rangkaian acara diawali dengan makan siang bersama pada pukul 12.30 di halaman Aula Gereja Katedral Jakarta. Mengawali acara seminar, panitia mengajak hadirin untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan doa pembukaan yang dipimpin oleh RD Yustinus Agung. Selanjutnya, MC mengundang RD Yustinus Ardianto selaku Direktur Pusat Pastoral KAJ-Samadi yang akan bertindak sebagai Moderator, juga para narasumber yaitu Prof. Dr. Rhenald Kasali dan Romo Franz Magnis Suseno, SJ untuk naik ke atas panggung.
Kepemimpinan untuk perubahan di tahun politik
Membuka seminar, Romo Yustinus Ardianto menjelaskan mengenai Arah Dasar (Ardas) KAJ tahun 2016 – 2020, yaitu Tahun 2016 sebagai Tahun Kerahiman Allah, Tahun 2017 sebagai Tahun Kemanusiaan, Tahun 2018 sebagai Tahun Persatuan dan Tahun 2019 sebagai Tahun Berhikmat. Adapun kata kunci yang dipilih dalam Tahun Berhikmat 2019 adalah Berhikmat, Bermartabat dan Kepemimpinan. Selain itu, ia juga memberikan presentasi singkat tentang dipilihnya tema Tahun Berhikmat 2019, khususnya mengenai kepemimpinan yang transformatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah perubahan zaman. Adapun pemilihan tema itu tidak terlepas dari pemberian semangat kepada umat katolik dalam berdemokrasi yang sehat, berhikmat dan bermartabat dalam menghadapi Tahun Politik 2019.
Lalu Romo Yustinus Ardianto mengundang Prof. Dr. Rhenald Kasali sebagai narasumber pertama yang memaparkan mengenai “Kepemimpinan Di Tengah Zaman yang Sedang Berubah”. Mengawali paparannya, Prof. Dr. Rhenald Kasali mengatakan bahwa sejak kecil ia dibentuk dan dididik oleh para pendidik di sekolah Katolik. Selanjutnya beliau menunjukkan daftar 75 pemimpin berpengaruh di dunia versi Forbes, yang mana Paus Fransiskus menempati peringkat ke-6 sedangkan Presiden Joko Widodo menempati peringkat ke-74.
Pemimpin yang transformatif adalah pemimpin yang mampu untuk menghadapi dan menanggapi berbagai perubahan baik besar maupun kecil di sekelilingnya. Saat ini telah terjadi banyak perubahan besar dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk teknologi, kebudayaan, industri, transportasi, perbankan, politik, kesehatan dan banyak lagi.
Sedangkan perubahan bersifat shifting, blur, come & go, invisible, kompleks, tak mudah dijelaskan serta melibatkan banyak elemen/faktor. Adapun kepemimpinan yang dibutuhkan untuk dapat menjadi pemimpin yang baik di tengah zaman yang sedang berubah adalah yang mampu membaca yang tak tampak, mengecek kenyataan dan validitas suatu keadaan, bersifat strategis, collaborative, entrepreneurial dan mampu menyederhanakan yang kompleks. Mengakhiri paparannya, Prof. Dr. Rhenald Kasali mengatakan bahwa pemimpin yang baik itu pemimpin yang mampu beragam dan menjaga relevansi dengan segala perubahan di zaman ini. IaIa mengajak hadirin untuk menjadi pemimpin-pemimpin, baik dalam lingkup kecil maupun besar yang mampu menanggapi perubahan yang sedang terjadi.
Menjadi pemimpin transformatif di tengah keragaman
Seminar dilanjutkan dengan pemaparan dari narasumber kedua yaitu Romo Franz Magnis Suseno, SJ yang mengangkat tema “Prinsip-prinsip Etis Pemimpin Publik: Kajian Sosial Politik. Mengawali pemaparannya, Romo Magnis mengatakan bahwa Indonesia memiliki begitu perbedaan seperti agama, suku, bahasa, budaya dan masih banyak lagi. Namun, bangsa Indonesia diikat oleh satu identitas, yaitu Pancasila. Salah satu tantangan terbesar dari pemimpin bangsa ini yaitu persatuan. Pemimpin harus komunikatif, partisipatif dan berbagi tanggung jawab.
Mgr. Ignatius Suharyo memberikan simpulan singkat bahwa kepemimpinan yang baik selalu mempunyai pengalaman rohani yang mendasar dan berbuah dalam transformasi kehidupan riil, baik dalam bermasyarakat maupun kehidupan menggereja. Gereja merupakan persekutuan yang menjaga keberagaman dan tidak ketinggalan zaman. Ia juga memberikan peneguhan dan mengajak umat untuk menjadi pribadi yang berhikmat, bersikap bijaksana dan teguh menjaga toleransi dalam menanggapi segala isu SARA serta hiruk-pikuk politik dalam Pesta Demokrasi 2019.
Untuk menghibur hadirin, Jamaican Café menyanyikan lagu-lagu nasional dan daerah secara a capella, di antaranya “Satu Nusa Satu Bangsa”. Lagu “Ge Mu Fa Mi Re” dinyanyikan sebagai lagu penutup yang juga mengajak hadirin untuk bergoyang bersama.
Rangkaian seminar ditutup dengan doa oleh RD Aloysius Susilo dan berkat oleh Mgr. Ignatius Suharyo.
Usai seminar, hadirin diajak untuk mengikuti Misa Pembukaan Tahun Berhikmat 2019 yang dipimpin oleh Mgr. Ignatius Suharyo selaku selebran utama. (Stephanie Annette Siagian/Komsos Keuskupan Bogor)
Percaya atau tidak level bawah … rakyat atau umat yg tenang dan suasana / keadaan yg kondusif salah satu na adalah karena ” Pemimpin yg harus komunikatif, partisipatif dan berbagi tanggung jawab “ dan tahu bagaimana mendelegasikannya. Romo Frans Magnis Suseno SJ ??