Kamis, 15 Agustus 2019
Hari Biasa
Bacaan 1 : Yos. 3:7-10a,11,13-17
Mazmur : Mzm. 114:1-2,3-4,5-6
Injil : Mat. 18:21-19:1.
Tendensi untuk menghitung untung-rugi dari segala perbuatan yang dilakukan semakin marak dalam hidup sehari-hari. Istilahnya bekerja dengan pamrih. Segala pekerjaan terus dihitung berdasarkan paham do ut des, saya memberi supaya kamu juga memberi. Celakanya, hal ini juga datang ketika mengampuni seseorang yang bersalah. Semuanya serba perhitungan dan hasrat untuk melakukan tindakan pamrih dari tindakan pengampunan ini juga marak. Saya mengampuni agar saya mendapatkan karma baik. Ketika hal ini dilakukan, maka timbul tendensi untuk iya-iya ajaketika ada seseorang memaafkan sesamanya. Ini sudah tidak tepat.
Pengan cuma-cuma kepada semua orang berdosa yang bertobat, namun tetap ada syaratnya juga, yaitu sampai sejauh mana si calon penerima bersedia mengampuni sesamanya. Dengan kata lain, seseorang dapat kehilangan pengampunan Allah dengan tetap menyimpan dendam dan tidak bersedia mengampuni orang lain. Ditegaskan juga bahwa kedengkian, dendam, dan perseteruan sama sekali bertentangan dengan pengakuan iman Kristen sehingga harus dibuang jauh-jauh. Maka dari itu, perhitungan dan pamrih untuk mengampuni segala dosa dan kesalahan harus dibuang jauh-jauh.
Yesus mengajak kita untuk tidak mudah perhitungan dalam segala hal, termasuk dalam hal mengampuni sesama manusia. Ada pepatah arab mengatakan bahwa manusia tempatnya salah dan lupa. Pepatah ini mengajak manusia untuk menebus dosa dan kesalahan dengan bertobat. Maka dari itu, kita sebagai umat beriman yang sungguh dikasihi Allah sungguh-sungguh mengampuni sesama kita tanpa adanya dendam dan perhitungan apapun dalam dirinya. Tidak ada tendensi untuk iya-iya aja ketika memaafkan seseorang, tidak ada tendensi untuk terus mencari pamrih dan tidak ada tendensi untuk memperhitungkan apakah mengampuni ini berdampak baik atau tidak. Dengan tidak adanya sifat perhitungan dalam mengampuni, perbuatan mengampuni sesama yang sangat baik dan mulia ini dapat dilakukan dengan hati lapang. Kita umat-Nya dapat menjadi perpanjangan tangan-Nya untuk membantu sesama kita untuk bertobat. (Fr. Michael Randy)