Bogor-keuskupanbogor.org: Bulan Misi Luar Biasa dirayakan pada Oktober tahun 2019 ini oleh Gereja Katolik di seluruh dunia. Beragam cara dilakukan untuk terus mengobarkan semangat misioner di dalam diri setiap umat beriman. Bulan ini menjadi suatu momen istimewa dalam memperingati 100 tahun surat apostolik tentang tugas misi Gereja yang diterbitkan oleh oleh Paus Benediktus XV, yaitu Maximum Illud.
Sebagai komisi yang menggiatkan berbagai jalan misi, Karya Kepausan Indonesia dan Komisi Karya Misioner (KKI-KKM) Keuskupan Bogor turut berpartisipasi dalam merayakan Bulan Misi Luar Biasa dengan mengadakan kegiatan Talk Show Bulan Misi Luar Biasa. Kegiatan ini dihadiri oleh 230 peserta. Para peserta ini berasal dari seluruh paroki dan kuasi paroki yang berada di Keuskupan Bogor, termasuk yang tergabung dalam kelompok Legio Maria dan KOMPAK Disabilitas. Ada juga beberapa umat yang datang dari Keuskupan Agung Jakarta.
Kegiatan talk show diawali dengan perarakan masuk serta sambutan yang diberikan oleh RD Paulus Haruna selaku Vikaris Jenderal Keuskupan Bogor. Dalam sambutannya, Romo Haruno menyambut secara positif kegiatan yang digelar pada hari Minggu (3/11/2019) di Aula Magnificat, Gedung Puspas Keuskupan Bogor ini. Kegiatan pun dilanjutkan dengan menembakan confetti sebagai simbol bahwa Keuskupan Bogor ambil bagian dalam merayakan Bulan Misi Luar Biasa.
Aneka jalan misi
Sebagai komisi yang bergerak dalam bidang misi, para anggota KKI-KKM memiliki beberapa cara jalan misi yang dihidupi. Jalan misi ini termasuk menjadi animator untuk anak-anak bina iman, atau menjadi penggiat misi di pedalaman. Akan tetapi, ternyata tugas misi bukan hanya milik para pegiat misi tertentu. Misi adalah tugas dan tanggung jawab semua umat beriman yang telah dibaptis. Hal inilah yang ditekankan oleh RD Habel Jadera dalam pemaparan materinya mengenai Maximum Illud.
“Maximum Illud merupakan sebuah dokumen revolusioner, karena isinya menegaskan definisi karya misi yang ternyata bukan hanya menjadi tugas para kaum klerus atau religius saja. Misi adalah tugas perutusan kita semua,” tutur Romo Habel.
Romo Habel juga mengulas mengenai The Great Commission (Amanat Agung) dalam Matius 28:19-20 (“Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu“). Mandat inilah yang menjadi alasan utama mengapa label ‘misionaris’ menjadi milik semua umat beriman.
“Dari perintah Yesus ini, jelas bahwa umat awam pun wajib menjadi pewarta Kabar Gembira. Maka kita pun harus sungguh menyadari bahwa kita mengemban tugas ini dalam karya dan panggilan kita masing-masing,” tutur pastor yang telah menamatkan studi bidang misiologi di Pontificio Università Urbaniana, Roma ini.
Maskot Mamedo yang merupakan ikon katekese Keuskupan Bogor juga hadir dan menyapa para peserta talk show. Mamedo, yang namanya merupakan akronim dari “Magnificat Anima Mea Dominum” —motto tahbisan episkopal Mgr. Paskalis Bruno Syukur, adalah boneka peraga yang dibuat untuk berkatekese dalam mengenalkan Yesus Kristus.
Kegiatan talk show diakhiri dengan Perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh RD Habel Jadera, RD Paulus Haruna serta RD Yosef Irianto Segu (Ketua KKI-KKM Keuskupan Bogor). Dalam homilinya, Romo Haruno mengatakan bahwa di daerah-daerah misi banyak orang Katolik yang tidak dapat merayakan Misa. Banyak hal yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah kurangnya pastor yang bertugas di sana. Maka, kita semua yang memiliki kemudahan dalam menghadiri Misa di paroki masing-masing perlulah bersyukur atas kesempatan itu.
Ia juga menyampaikan bahwa kita semua sebagai misionaris perlu memiliki 3 karakter yang perlu dihidupi. Pertama, milikilah semangat untuk mencari Yesus dengan sering membaca dan menghayati Kitab Suci ataupun mengikuti pendalaman-pendalaman iman. Kedua, tidak berdiam diri dalam mengenal Yesus. Ketiga, berjuang dan berusaha dalam mengenal Yesus.
“Dari semua itu, yang paling penting adalah kita semua harus menjadi orang Katolik yang senantiasa bersukacita dalam menghidupi panggilan dan menjalankan misi di dunia,” tutup Romo Haruno mengakhiri homili.
[Maria Dwi Anggraeni]