Rabu, 6 November 2019 Pekan Biasa XXXI Bacaan I : Rm. 13: 8-10 Mazmur : Mzm 112: 1-2.4-5.9 Injil : Luk. 14: 25-33
SUATU ketika, ada sekelompok anak muda yang penasaran terhadap keramaian di lapangan alun-alun. Mereka hanya mendengar desas-desus bahwa ada konser musik di lapangan alun-alun dan artis-artis terkenal akan tampil. Dengan pede-nya, para anak muda tersebut mendekati pusat keramaian dan masuk ke dalam kerumuman. Karena saking penasaran dan tidak sabar, mereka merangsek maju sampai ke depan panggung. Mereka merasa senang karena saat mereka sampai di depan panggung artis tersebut menyanyikan lagu daerah yang mereka ketahui. Akan tetapi, setelah itu para artis menyanyikan lagu lama yang sama sekali tidak diketahui oleh sekolompok anak muda tersebut. Sekolompok anak muda itu merasa bosan dan terasing. Mereka ingin keluar dari keramaian, tetapi tidak bisa karena di belakangnya penuh sesak dengan orang.
Injil hari ini mengisahkan Yesus yang membeberkan bagaimana caranya menjadi murid Yesus. Ada tiga hal penting yang harus dilakukan untuk menjadi murid Yesus. Pertama, komitmen kepada Yesus yang melebihi komitmen pada keluarga. Kata “membenci” yang dikatakan Yesus bukanlah kata yang bernada keras untuk benar-benar menjauhi dan memusuhi keluarga. Yesus menginginkan perhatian dan komitmen yang radikal kepada Yesus dibandingkan dengan perhatian dan komitmen kepada keluarga.
Kedua, serupa dengan Yesus. Hal memikul salib dan mengikuti Yesus adalah cara untuk semakin serupa dengan Yesus. Yesus meminta para murid-Nya selalu siap untuk menanggung aneka penderitaan dan penghinaan seperti yang dialami Yesus. Ketiga, tidak terikat pada harta duniawi. Yesus ingin para muridnya memiliki sikap lepas bebas terhadap harta duniawi karena sifatnya yang fana dan dapat menimbulkan keserakahan. Yesus membeberkan ketiga syarat ini karena melihat banyak orang datang pada-Nya hanya saat pengajaran dan makan bersama, tetapi tidak menunjukkan perubahan sikap dan perilaku.
Pada zaman sekarang, kita dapat dengan mudah tergoda dan hanyut dengan euforia tanpa mengetahui makna. Dalam kehidupan iman, jangan-jangan kita juga seperti itu: ramai-ramai datang ke Gereja untuk Misa, tetapi hidupnya tidak berubah ke arah yang baik; aktif dalam hidup menggereja, tetapi tidak akur dengan anggota keluarga di rumah; rajin berdoa, tetapi tidak peduli pada teman yang kesusahan. Menjadi murid Yesus tidak sebatas euforia dan perayaan-perayaan semata. Seperti kisah di atas, sekelompok anak muda yang tanpa persiapan saat menonton konser akhirnya merasa kecewa karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan mereka tidak mendapat makna apapun. Menjadi murid Yesus pun butuh persiapan agar kita dapat setia dan bertahan dalam menjalani perintah-perintah Yesus. Persiapan tersebut adalah tiga syarat yang dibeberkan Yesus.
Ketiga syarat tersebut jika dilihat secara manusiawi memang akan terasa berat. Perlu diingat, Yesus tidak membiarkan kita berjuang sendirian. Jika memang kita mempunyai tekad kuat untuk menjadi murid Yesus, Ia akan membantu kita untuk melakukan ketiga syarat tersebut. Dengan ketiga syarat tesebut, kita akan dapat menemukan makna dalam kegiatan-kegiatan liturgi dan menggereja, sehingga keterlibatan kita di dalamnya juga membawa dampak perubahan baik dalam hidup sehari-hari. Jangan sampai kita antusias pada saat awal saja karena merasa menjadi murid Yesus itu enak, tetapi pada akhirnya merasa kecewa dan tidak dapat mengambil maknanya. Semoga kita tidak jatuh dalam euforia hidup liturgi dan menggereja, namun dapat mengambil makna dan berubah ke arah yang lebih baik. (Fr. Ignatius Bahtiar)
Ya Yesus, melalui pengajaran dan pengorbanan-Mu Engkau telah menunjukkan pada kami wujud kasih yang paling sempurna. Semoga kasih itu pula yang menjadi dasar sekaligus tujuan dari semua karya kami, supaya lepaslah kami dari segala ketamakan diri dan layak menjadi murid-Mu. Amin.