Sabtu, 26 Februari 2022
Pekan Biasa VII
Bacaan Pertama : Yak. 5:13-20;
Mazmur Tanggapan : Mzm. 141:1-2,3.8;
Bacaan Injil : Mrk. 10:13-16.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan bacaan Injil hari ini sangat menarik. Hal ini menarik karena anak kecil dijadikan model beriman oleh Yesus sendiri. Saat itu Yesus menegur murid-murid-Nya yang meghalangi mereka untuk datang kepada Yesus. Sesudah itu bersabdalah Yesus bahwa “….. Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” (Matius 10, 15). Pada bacaan pertama, kalau dicermati baik-baik, sifat-sifat anak-anak pun bisa dicermati dituliskan di sana. Salah satunya, membantu mereka yang menderita atau kesusahan (Yakobus 5, 13), ikut bergembira saat ada yang bergembira ((Yakobus 5, 13)) dan hidupnya bergantung pada yang lebih tua atau yang ia percaya ((Yakobus 5, 14); singkatnya ada beberapa ciri : spontan dan tergantung.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, bila demikian kita menyadari bahwa setiap langkah kita menjadi murid Kristus haruslah mengingat dan beriman seperti anak kecil. Bukan berarti kita menjadi kekanak-kanakan dalam usia namun menjadi anak-anak dalam beriman. Kerap kali, kita merasa bahwa bertambahnya umur membuat kita merasa sudah mapan segalanya, sudah bisa melakukan apa saja yang kita mau, kebebasan adalah milikku. Namun nyatanya dibalik kedewasaan yang kita jalani terdapat kerapuhan yang tersembunyi. Kedewasaan terkadang menarik bagi anak-anak kecil namun bagi kita orang dewasa, sadar atau tidak sadar, kedewasaan kita diisi dengan kesendirian, kerapuhan, ketakutan, beban yang berat dari setiap tugas dan tanggung jawab yang kita emban. Namun terkadang kita enggan mengekspresikannya di depan anak-anak kecil atau bahkan orang lain karena malu dan lain sebagainya.
Akan tetapi, saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, bersyukur hari ini kita diingatkan Tuhan untuk kembali menghidupi ‘kekanak-kanakan’ kita tapi dalam hal beriman. 2 kata kunci yakni, spontan dan tergantung. Spontan berarti beriman secara jujur dan terbuka kepada Tuhan tanpa menutup-nutupi segala kegelisahan hidup kepada-Nya, datang kepada-Nya. Bahkan tatkala mewujudkan iman dalam tindakan pun sifatnya langsung, terbuka, jujur dan tulus. Sedangkan tergantung berarti mempunyai ketergantungan pada Tuhan, selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap saat, sebagaimana anak kecil yang tergantung pada orang tuanya. Itulah cara sebetulnya untuk mendewasakan iman. Kekanak-kanakan yang demikianlah yang diperlukan dalam hidup beriman.
(Yulius Simson Ericson Simanjuntak – Seminaris Diosesan Bogor Filosofan III)