Mengenyangkan Batin dengan 3M : Mati Raga, Memohon, Memaafkan

Hari Selasa dalam Masa 40 Hari Pekan Ketiga

Bacaan Pertama : Dan. 3:25,34-43;

Mazmur Tanggapan : Mzm. 25:4b-5b,6-7c,8-9;

Bacaan Injil : Mat. 18:21-35

Masa 40 Hari adalah masa di mana orang Katolik diajak untuk mengenyangkan batinnya. Dalam masa ini tindakan yang diharapkan untuk dilakukan oleh umat ialah berpantang, berpuasa dan berdoa tidak putus-putus. Hal inilah yang dilakukan Yesus saat ia masuk ke dalam padang gurun. Tindakan berdoa terus-menerus salah satu contohnya dikisahkan sebagaimana yang kita dengarkan pada bacaan-bacaan hari ini.

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, dalam bacaan pertama terdengar bagaimana Azarya berdoa kepada Tuhan. Doanya kurang lebih memohon ampun atas segala dosa dan terutama memohon supaya ia mendapatkan belas kasih Allah. Ia pun berdoa agar persembahannya, hati  yang remuk redam dan roh yang rendah dapat diterima Allah sebagai ganti dari kurban bakaran. Mazmur lebih jelas lagi menyanyikan suara hati yang memohon kepada Allah. Permohonan supaya Allah tetap berbelas kasih karena belas kasih-Nya sudah ada sejak dahulu kala. Dalam Injil secara umum dikisahkan bagaimana Petrus bertanya berapa kali mengampuni orang yang bersalah kepada sesamanya. Persis di dalam injil itu pula serentak ide tentang belas kasihan Allah disampaikan Yesus.

Pertanyaan Petrus boleh jadi menjadi kecendrungan kita tatkala berhadapan dengan kesalahan orang lain kepada kita. Apakah saya harus mengampuni dia? Sampai kapan saya memaafkan dia? Kalau hanya dimaafkan saja tapi dia tidak berubah bagaimana? Banyak pertimbangan kita ketika hendak memaafkan orang lain. Pertimbangan ini yang boleh jadi menjadi hambatan kita mengampuni orang lain. Padahal jelas bagaimana Allah dan belas kasih-Nya selalu ada dari dahulu hingga sekarang. Allah senantiasa memberikan secara cuma-cuma walau pun nyatanya kita berbuat dosa terus menerus kepada-Nya. Jawaban Yesus kepada Petrus cukup menohok. Itu bukanlah perkara jumlah saja namun di balik itu Yesus mau menunjukkan bahwa pengampunan tidak sekali jadi. Pengampunan yang diberikan manusia kepada sesamanya selalu membutuhkan waktu dan berproses. Proses ini bukanlah berarti menunda-nunda diri untuk memaafkan namun selalu mencoba untuk membuka hati dan membiarkan diri agar pengalaman diampuni oleh Allah dalam diri kita bisa kita lakukan pula pada orang yang bersalah kepada kita. Di sinilah persis seharusnya kita meniru tindakan Allah yang selalu mengampuni. Dalam mengampuni orang lain, boleh jadi pertimbangan yang layak kita berikan bukanlah perkara dia berubah atau tidak; namun posisi orang yang bersalah kepada kita; posisinya sama seperti saat kita memohon ampun pada Allah. Bila nyatanya sulit dalam proses itu, berdoalah terus pada Allah, mintalah supaya dibawa ke dalam kebenaran-Nya (Mazmur 25, 5) dan mohonkanlah pula rahmat Allah bagi yang bersalah itu supaya ia tidak jatuh dalam hal yang menyesatkan (Mazmur 25, 8). Bisakah dalam masa 40 hari ini kita melakukan hal yang demikian kepada sesama kita yang bersalah?

(Yulius Simson Ericson Simanjuntak – Seminaris Diosesan Bogor Filosofan III).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks