Rekoleksi Sinode Para Uskup Paroki Santa Maria Tak Bernoda-Rangkasbitung

Loading

KEUSKUPANBOGOR.ORG- Rangkaian kegiatan Sinode Para Uskup pada hari Sabtu, 2 April 2022 dilaksanakan di Paroki Santa Maria Tak Bernoda-Rangkasbitung. Tema rekoleksi pada hari ini adalah Lingkungan Hidup dan dihadiri sekitar 70an peserta yang merupakan umat Paroki Santa Maria Tak Bernoda, Rangkasbitung, stasi Santo Mikael, Labuan, stasi Santo Matius, Maja, dan stasi Santo Paulus, Pandeglang.

Dalam sambutannya, RD Andreas Bramantyo selaku Pastor Paroki Santa Maria Tak Bernoda-Rangkasbitung mengatakan dalam sinode kali ini kita ingin bersama ber-rekoleksi untuk saling berbagi pengalaman yang dituntun oleh gerakan Roh Kudus. Oleh karena itu saya berterimakasih dan mari membuka hati serta membuka pikiran kita untuk gerak bersama kedepannya.

Usai sambutan-sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan Ibadat Pembuka yang dipimpin oleh Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara.

Mengambil Peran Dalam Pengembangan Gereja Katolik

Dalam sesi pengantar yang diberikan oleh fasilitator sinode disampaikan arahan proses rekoleksi agar peserta mengetahui alur selama rekoleksi dan menjelaskan bahwa rekoleksi dimaksudkan untuk menghidupkan semangat “Jalan Bersama” yaitu menyegarkan iman umat dan untuk menguatkan semangat sebagai “teman seperjalanan” bagi umat lain. Rekoleksi sinode ini mengingatkan bahwa karya penyelamatan Tuhan bekerja dalam himpunan keluarga umat Allah-bukan orang per orang.

Selain itu, rekoleksi juga menjadi jalan dalam membuka diri terhadap Roh Kudus dan merupakan tujuan rekoleksi diadakan. Rekoleksi menjadi saat untuk membiarkan diri untuk dibimbing dan mendengar Roh Kudus, melepaskan dominasi otak/pikiran, memberi ruang lebih pada suara hati.

Selain itu, mengambil peran dalam upaya pengembangan Gereja Katolik juga menjadi tujuan rekoleksi yang dimaksudkan untuk memberi ruang pada setiap orang untuk berpartisipasi. Yaitu terlibat, menemukan, dan menyampaikan hal baik demi perkembangan Gereja baik di tingkat keuskupan maupun universal.

Tentang Kerusakan Bumi

Bersama Paus Fransiskus, Gereja memandang ibu bumi ini sebagai “saudari, rumah kita bersama”. Sebagai saudari, kita mestinya berbagi kehidupan dan memuji keindahan ibu bumi ini yang lengannya terbuka lebar untuk memeluk kita semua. Hendaklah kita jangan lupa bahwa kita berasal dari tanah; badan jasmani kita dibentuk dari elemen-elemen bumi, kita menghirup udara bumi dan menikmati kehidupan dan kesegaran dari air yang dialirkan oleh ibu bumi ini.

Melalui Ensiklik Laudato Si’, Gereja mengingatkan kita akan prilaku manusia terhadap ibu bumi ini. Bumi pertiwi diperlakukan secara semena-mena,

dieksploitir, diporak-porandakan semata-mata karena keserakahan serta arogansi dan rendahnya rasa menghormati manusia terhadap saudarinya, ibu bumi ini.

Menghadapi tindakan keserakahan dan arogansi manusia terhadap saudarinya ibu bumi itu, kita diundang untuk melakukan “Pertobatan Ekologis”. Kita diajak untuk berbalik, memutar haluan, “merubah pola pikir dan pola bertindak kita” sebagai penghuni ibu pertiwi masa kini. Pola pikir dan bertindak baru perlu dikumandangkan. Pola baru itu berkenaan dengan “cara lebih memandang keindahan dan rasa tanggung jawab kita untuk melestarikan rumah kita bersama ini” dari pada mengeksploitasi habis-habisan isi perut bumi dan menghilangkan keindahan “saudari” kita ini demi kepentingan sesaat.

Inilah saatnya kita “memulai lagi” bertindak dalam semangat “pertobatan ekologis” – yaitu sebuah pertobatan yang mengantarkan kita untuk mengubah cara hidup dan sikap kita mengupayakan kelestarian lingkungan sebagai wujud kehendak dan keputusan sadar kita untuk mengikuti kehendak Tuhan sendiri yang menginginkan kita agar kita memelihara alam ciptaanNya – dan bukan merusaknya.

Menyatakan Kepedulian Kepada Lingkungan

Semua niat baik harus bermuara pada tindakan yang nyata. Demikian pula, seiring dengan semangat Laudato Si’, Bapa Uskup Bogor menyerukan untuk mewujudkan kecintaan pada Ibu Bumi dalam berbagai matra tindakan yang nyata : Dalam keluarga hendaknya mulai dibangun kebiasaan-kebiasaan kecil yang mencerminkan keterlibatan nyata dalam memelihara Ibu Bumi, misalnya dengan mengurangi buangan sampah, mengelola sampah menjadi kompos, menghemat listrik dan air. Anak-anak harus didampingi dan dibimbing untuk mulai mencintai bumi sebagai saudara dan saudarinya; Dalam lingkungan, wilayah dan paroki. Hendaknya seruan Paus Fransiskus dapat diwujudkan dalam kegiatan kolektif di tingkatan teritorial gereja dalam berbagai karya nyata yang berkelanjutan, seperti bank sampah, penanaman pohon, kampanye konsumsi bijak, dan lain-lainnya. Hendaknya tingkatan teritori gerejawi menjadikan diri mereka sebagai pusat dari gerekan ramah lingkungan. Dalam sekolah. Hendaknya setiap sekolah mengembangkan program “Sekolah Ramah Lingkungan” atau sering disebut sebagai “ Green School”. Upaya penyadaran dan pengembangan kecintaan pada Ibu Bumi sebaiknya dielaborasi di dalam kurikulum dan kegiatan rutin di sekolah. Dalam masyarakat. Hendaknya umat katolik di Keuskupan Bogor secara proaktif membangun gaya hidup ramah lingkungan di tengah masyarakat. Umat katolik hendaknya menjadi bagian dari “harapan” bagi masyarakat melalui inisiatif dan cara hidup ramah lingkungan yang berkelanjutan. Inisiatif gereakan peduli lingkungan hendaknya juga menjadi momentum untuk bekerjasama dengan pemeluk dan lembaga agama lain yang ada di lingkungan kita. Kita perlu untuk menghidupkan semangat “jalan bersama” dalam rangka menyelematkan lingkungan kita. Dalam “jalan bersama “ itu kita akan menemukan kesadaran-kesadaran bahwa kita, manusia, menjadi salah satu kunci bagaimana bencana atau krisis bisa kita cegah atau kendalikan. Setelah sesi narasi refleksi, peserta diajak untuk melakukan renungan secara pribadi dan bergabung dengan kelompok yang sudah terbagi menjadi empat kelompok untuk melakukan sharing bersama. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan sesi sharing berkelompok yang terbagi menjadi 4 kelompok. Kegiatan sharing dilakukan di tempat yang terpisah agar sharing dapat terfokus.

….

Sesi sharing ditutup dengan sesi peneguhan yang dibawakan oleh RD Aloysius Tri Harjono yang menyampaikan kepada peserta untuk mendengarkan Roh Kudus. Hal ini hendaknya menjadi kebutuhan kita bersama. Kita juga diingatkan untuk mendengarkan suara Roh Kudus yang bisa menyentuh tiap hati kita. Selain itu, kita dapat mengambil peran nyata untuk memulai hal baik dan mengajak org lain berkarya dalam hal baik itu. Hal yang baik ialah menjadi saksi Kristus di dunia. Oleh karena itu, kita diajak untuk menjadi contoh baik bagi yg lain. Peran Kristus inilah yang coba kita lakukan untuk semakin menjadi saksi Kristus di dunia. Mari ikut berkarya sebagai murid Kristus.

….

Perayaan Ekaristi menjadi puncak dari kegiatan rekoleksi pada hari ini. Perayaan Ekaristi  dipimpin oleh RD Andreas Bramantyo, RD Aloysius Tri Harjono, dan RD Yohanes Anggi Witono Hadi serta Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara.

Dalam homili yang disampaikan oleh RD Aloysius Tri Harjono, pesan menarik yakni berkarya dalam hal baik tentu menjadi semangat yang hendaknya terus-menerus dipertahankan sebagai pribadi yang mau berjalan bersama. Berproses dalam setiap karya Gereja tentu menjadi contoh baik sehingga siapapun yang ingin terlibat didalamnya mampu untuk memaknai karya keselamatan itu diupayakan bersama.

Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!