Bacaan I: Yeh. 37:21-28;
Mazmur Tanggapan : Yer.32:10.11-12b.13
Bacaan Injil: Yoh. 11:45-56
Saudara-saudari yang terkasih, dalam setiap diri manusia selalu tertanam rasa iri dan benci terhadap orang lain. Rasa iri dan benci ini muncul karena berbagai faktor. Petama, rasa iri dan benci muncul karena tidak senang melihat orang lain berhasil. Kedua, rasa iri dan benci muncul karena tidak suka dengan orang yang melebihi kemampuan intelektualnya. Ketiga, rasa iri dan benci muncul karena orang lain mempunyai relasi yang dekat dan lebih percaya dibanding kepada dirinya. Kekecewaan yang menumpuk menjadikan rasa iri dan benci ini muncul bersamaan. Hal ini menjadi sikap buruk yang perlu diubah dalam diri manusia.
Adanya rasa iri dan benci dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Dua sikap buruk ini perlu diubah dalam diri manusia karena dapat menghancurkan iman dan relasi antar sesama manusia. Iman dan kepecayaan yang tumbuh akan mudah hancur dan runtuh karena dua sikap buruk ini. Rasa iri dan benci ini dapat kita ibaratkan tumbuhan benalu, yang dapat menganggu hidup dan iman kita. Manusia tidak dapat hidup dengan mencari kepentingan dan keuntungan diri sendiri. Tetapi, ia harus dapat menghidupi dan memberi teladan bagi orang lain. Kita harus menjadi tumbuhan yang mampu memberi kehidupan bagi orang-orang di sekitar kita. Janganlah menjadi tanaman benalu yang hidup di tengah pohon yang hidup subur.
Saudara-saudari yang terkasih, injil pada hari ini mengajarkan kita untuk tidak hidup dengan rasa iri dan benci. Dalam injil rasa iri dan benci itu digambarkan lewar orang-orang Farisi yang tidak senang melihat banyak orang percaya kepada Yesus. Kemampuan dan keberhasilan Yesus membuat mukjizat menjadikan banyak orang percaya kepada-Nya. Kekecewaan orang Farisi karena iri dan benci kepada Yesus dapat merugikan Yesus dan orang-orang yang percaya kepada-Nya. Karena itu, orang-orang Farisi membuat kesepakatan untuk membunuh Yesus. Dari rasa iri dan benci yang muncul dalam diri manusia akan dapat menghancurkan iman dan harapan orang lain untuk hidup.
Fr Yakobus Nurwahyudi