Senin, 10 Oktober 2022
Hari Biasa, Pekan Biasa XXVIII
Bacaan I : Galatia 4:22-24.26-27.31-5:1
Mazmur : 113:1-2.3-4.5a.6-7
Injil : Lukas 11:29-32
Dalam kehidupan sehari-harinya, manusia dipenuhi dengan simbol-simbol yang terus ditangkap. Mulai dari simbol yang kemudian dipahami dengan huruf, bahasa, aroma, benda, sikap dan sebagainya. Semua simbol-simbol ini ditangkap dan dipahami manusia sebagai sesuatu. Simbol-simbol inilah yang menjadi salah satu sumber manusia dalam mengumpulkan data. Disadari ataupun tidak, manusia mengalami ketergantungan pada simbol-simbol untuk memperoleh sesuatu.
Saudara-saudariku yang terkasih, memang tidak dapat dipungkiri bahwa kita sebagai manusia selalu membutuhkan suatu simbol dan tanda. Mulai dari yang sederhana, yaitu sekadar untuk mengetahui, hingga masuk pada dimensi yang berbeda, yaitu percaya. Seringkali pula ketika tanda dan simbol itu tidak terlihat langsung, manusia menggoyahkan apa yang dipahaminya dan yang dipercayainya. Seolah-olah sesuatu itu tidak nyata dan tidak ada ketika sesuatu itu tidak menampakkan tanda dan simbol.
Saudara-saudariku yang terkasih, tentu kita mengetahui dan memahami bahwa kita adalah manusia yang lemah. Manusia yang penuh dengan keterbatasan. Manusia yang dengan segala kekurangannya terus berusaha mengikuti Kristus. Namun apa yang menjadi disayangkan adalah ketika dengan segala keterbetasan dan kekurangan kita, atas segala ketidakmampuan kita, untuk memahami dan mengenal lebih jauh, kita malah terjerumus dengan permintaan bukti-bukti. Sebagai manusia kita malah lebih banyak menuntut tanda-tanda nyata untuk baru kemudian menjadi percaya.
Saudara-saudariku yang terkasih, bacaan Injil pada hari ini mau mengajak kita semua untuk tidak bertegar hati pada keterbatasan kita. Kita semua diajak dengan rendah hati untuk percaya meskipun tidak mengerti, untuk percaya meskipun tidak memahami, untuk percaya meskipun tidak melihat. Jangan menjadikan keterbatasan indrawi kita sebagai alat pemutus hubungan yang mesra dengan Tuhan Allah. Jadikanlah keterbatasan indrawi kita sebagai cara untuk melihat keindahan dan kebesaran-Nya yang sungguh tidak terbatas.
Fr. Yohanes Steven Ageng Wicaksono