PCC Keuskupan Bogor Gelar Seminar Bertajuk Menjaga Rasa yang Pernah Ada 

Loading

KEUSKUPANBOGOR.ORG- Pastoral Counseling Center (PCC) Keuskupan Bogor menggelar sebuah seminar bertajuk “Menjaga Rasa yang Pernah Ada”. Seminar ini dilaksanakan pada hari Sabtu (25/3/2023) pagi yang bertempat di Aula Magnificat lantai 4 Gedung Pusat Pastoral Keuskupan Bogor. 

Seminar yang berfokus tentang keluarga ini dihadiri kurang lebih 250 peserta yang tidak hanya berasal dari Keuskupan Bogor namun juga dari Keuskupan Agung Jakarta. Seminar juga disiarkan secara langsung dengan mengakses kanal YouTube PusPas TV. 

Seminar diawali dengan pemaparan dari RD Yohanes Driyanto yang didapuk sebagai Keynote Speaker. Ia menggantikan Uskup Keuskupan Bogor yang berhalangan hadir pada seminar di hari ini. Pastor Driyanto menyampaikan bahwa keluarga adalah sel yang utama dan pertama dari masyarakat. Pertumbuhan keluarga menjadi hal yang penting demi berkembangnya sebuah peradaban. Selain itu, dalam pandangan Gereja Katolik, keluarga adalah Ecclesia Domestica atau Gereja Rumah Tangga yang bertugas mempersiapkan anak-anak untuk menerima sakramen-sakramen. 

“Apakah di dalam keluargamu ada communio? Apakah pengajaran sakramen-sakramen sudah terpenuhi di dalam keluarga?,” Pastor Driyanto pun melontarkan pertanyaan-pertanyaan reflektif tersebut kepada para peserta yang hadir. 

Kemudian Pastor Vikaris Yudisial Keuskupan Bogor tersebut pun menyampaikan pada Konsili Vatikan II telah disebutkan bahwa keluarga adalah Sekolah Kemanusiaan yang benar dan lengkap. Keluarga berfungsi menjadi sekolah bagi anak-anak yang dilahirkan untuk dididik menjadi manusia yang baik dan benar.

Lebih lanjut, disampaikan pula bahwa keluarga adalah jalur efektif dalam pewarisan iman. Iman itu umumnya diwariskan lewat orang tua. Disebut warisan karena iman adalah sesuatu yang sangat berharga, oleh karena itu orangtua akan mewariskan hal yang sangat berharga tersebut bagi keturunannya. 

Mencintai Orang yang Dinikahi

“Tema apa yang sering muncul dalam sinetron atau drama di layar televisi Anda? Ya! yang sering muncul adalah tema tentang cerita kerapuhan cinta manusia. Tema tentang cerita kerapuhan cinta manusia ini relevan dengan seminar pada hari ini. Karena dalam seminar pada hari ini kita diajak untuk menjaga rasa yang pernah ada,” tutur RP Jeremias Balapito Duan, MSF selaku Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Agung Semarang yang hadir dan menjadi salah satu narasumber pada seminar pada hari ini.

Lebih lanjut, Ia menyampaikan bahwa dalam seminar ini peserta diajak untuk kembali bernostalgia ketika pertama kali merasakan jatuh cinta kepada pasangannya masing-masing. Hal ini bertujuan agar perasaan yang dirawat terus menerus akan menguatkan relasi di dalam sebuah keluarga. 

Selain menyampaikan materi, Pastor Jeremias pun mengajak beberapa pasangan untuk memberikan sharing dan menjawab sebelas pertanyaan yang Ia ajukan kepada para pasangan tersebut. 

“Mudah bagi kita untuk menikahi orang yang kita cintai, namun tantangannya adalah kita harus terus mencintai orang yang kita nikahi karena di dalam perjalanan rumah tangga akan ada berbagai masalah yang akan dihadapi,” tuturnya. 

Maka, Pastor Jeremias menyampaikan ada lima bahasa cinta yang perlu dimiliki pasangan menikah untuk dapat menjaga rasa yang pernah ada di dalam sebuah biduk rumah tangga. Lima bahasa cinta itu adalah;

1. Kata cinta (Words of Affirmation), yaitu memberikan pujian kepada pasangan 

2. Waktu berkualitas (Quality time), yaitu hadir dan menemani pasangannya untuk menikmati waktu bersama

3. Menerima hadiah (Receiving gifts), yaitu memberikan hadiah sebagai tanda cinta untuk diberikan kepada pasangan

4. Melayani (Acts of Service), yaitu membantu pasangan dalam melakukan pekerjaan rumah atau tugas lainnya

5. Sentuhan fisik (Physical Touch), yaitu menunjukan kasih sayang lewat sentuhan kepada pasangan 

Kemanunggalan Rohani dan Jasmani 

Di sesi akhir seminar, kini giliran RD Alfonsus Sutarno yang menyampaikan materinya. Ketua Komisi Keluarga Keuskupan Bogor tersebut menyampaikan bahwa manusia terdiri dari dua aspek yaitu aspek kerohanian dan aspek jasmani. Dalam hal ini, Pastor Tarno ingin menjelaskan bahwa kedua aspek tersebut adalah kemanunggalan yang tidak dapat dipisahkan. 

Kemanunggalan jasmani dan rohani dapat digambarkan dari hal-hal seperti mata dengan kemampuan melihat, telinga dengan kemampuan mendengar, lidah dengan kemampuan mengecap, otak dengan pikiran atau gagasan yang dihasilkan dan hati dengan rasa empatinya. Dalam konteks keluarga, keputusan dalam memilih pasangan dan akhirnya menikah serta menjaga rasa yang dapat dikaitkan dengan kemanunggalan tersebut. Untuk hal ini, Pastor Tarno berdinamika dengan para peserta untuk dapat saling sharing terkait dengan pengalaman mereka dalam hal tersebut. 

“Saya melihat bahwa siapapun kita, memiliki jiwa dan badan. Satu sama lain tidak dapat terpisahkan. Apa yang muncul dari raga memberi daya kepada rohani, begitupun sebaliknya dan hal itu adalah manunggal. Apa yang kita lihat dapat mempengaruhi jiwa. Penyempurnaan manusia sebagai manusia tidak dapat dipisahkan dari penyempurnaan badannya. Apapun rupa dan wujud raga kita adalah sarana untuk berkomunikasi. Bagaimanapun kondisi raga kita adalah bahasa untuk menjaga rasa. Jadi mari sehatkan raga kita supaya rohani juga sehat. Jika raga dan rohani sehat maka menjadi moda kita untuk menjaga rasa yang pernah ada,” tutupnya mengakhiri. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks