RAMPAK SEKAR DI HATI KUDUS YESUS

Loading

Secara serempak di keuskupan Bogor, semua paroki/ stasi melaksanakan pagelaran “rampak sekar” tingkat paroki di bulan Mei ini.

Salah satu yang tidak mungkin absen adalah HKY Jonggol. Paroki yang baru akan berulang tahun ke 5 pada 13-14 Juli nanti merupakan kelompok paroki termuda. Namun, semangat paroki ini patut diacungi jempol,
dengan jumlah umat yang hanya seperenam dari jumlah umat di paroki induk sebelumnya yaitu MBSB.

2000 an umat terwadahi ke dalam 11 lingkungan, dan seluruhnya mengirimkan satu kelompok koor mewakili lingkungannya masing-masing mengikuti ajang ini pada Kamis, 23 Mei 2024 dimulai pukul 09.00. Meskipun ada lingkungan yang awalnya tidak memenuhi syarat secara jumlah personilnya, namun tak menyurutkan semangat mereka untuk ikut berpartisipasi memeriahkan HUT keuskupan yang ke 75 ini.

Dalam rangkaian memeriahkan pesta berlian Keuskupan Sufragan Bogor ini, berbagai kegiatan yang mencakup aspek kerukunan antar umat beragama, sosial ekonomi kemasyarakatan, olahraga dan seni budaya yang melibatkan seluruh umat di semua paroki digelar dengan mengusung tema atau semangat menghidupi gereja sinodal yang semakin transformatif, misioner dan berdialog dan dengan mensyukuri anugerah anak dan remaja sebagai sub temanya atau hal penting lainnya yang ingin ditekankan.

“Rampak Sekar” sebagai kreasi ajang seni budaya merupakan pagelaran atau pertunjukan paduan suara yang dibalut dengan lomba atau kompetisi yang berlanjut ke tingkat dekanat hingga keuskupan.

RD Dominikus Savio Tukiyo ‘rompar ‘ HKY dalam sambutan pada pembukaan acara ini menyampaikan bahwa penyelenggaraan rampak Sekar ini berawal dari keprihatinan Bapa Uskup Paskalis yang melihat di salah satu atau beberapa paroki, umat tidak ikut bernyanyi ketika misa, maka beliau ingin agar semua umat bisa dan mau bernyanyi ketika misa, maka perlunya ajang ini.

Istilah “rampak sekar” sendiri diambil dari ranah Sunda, yang berarti bernyanyi (dengan suka cita) bersama-sama atau serempak (kalau bernyanyinya sendiri namanya Anggana Sekar) dipadukan dengan gerakan yang membangkitkan semangat dengan diiringi musik yang pada umumnya berupa ansamble dengan alat musik tradisional seperti kecapi, suling, dan kendang.

Adapun Wilayah Keuskupan Bogor mencakup sebagian Jawa Barat dan sebagian Banten, yang cukup kental dengan bahasa dan budaya suku Sundanya. Gereja pun memberikan apreasi pada kearifan lokal dengan memakai istilah ini.

KEMERIAHAN OLEH PARTISIPASI SEBANYAK-BANYAK
NYA UMAT

Yang unik dengan maksud yang terbaca jelas, keuskupan menggariskan ketentuan yang juga dipatuhi di HKY ini, bahkan dimodif. Semua peserta baik penyanyi dan pemusiknya harus dari tiap lingkungan yang bersangkutan. Tidak boleh “import” dari lingkungan lain, dan harus mewakili semua golongan usia, mulai dari BIA dan BIR (istilah saat ini Sekami), OMK, dan dewasa.
Bahkan beberapa lansia pun tak ketinggalan andilnya.

Karena tidak semua lingkungan memiliki organis, maka tampillah talent pemusik lain yang selama ini tidak pernah tampil. Tentu ini menjadi suatu hal yang membanggakan.

Selain itu, meskipun “rampak sekar” ini diselimuti dengan sebentuk kompetisi, namun tujuan mereka bukan semata untuk kemenangan, namun lebih untuk kebersamaan
dan berbagi suka cita, semangat ingin berjalan bersama antar umat juga dengan gembalanya dan Bapa Uskupnya dengan memberikan yang terbaik. Ini senada juga dengan yang diutarakan Bp. Thomas Hardjono pencipta lagu Mars Keuskupan Bogor (lagu wajib pada lomba ini), bahwasanya kita jangan terpaku harus begini harus begitu terlalu kaku dengan aturan, tapi bernyanyilah dengan rileks agar yang keluar pun juga terdengar ringan dan enjoy. Tujuannya lebih kepada jalan bersamanya.

Berjalan bersama dalam kehidupan menggereja, juga direalisasikan dalam kegiatan “rampak sekar” ini, kebersamaan umat dalam suka dan duka mulai dari berlatih, hingga pada hari pelaksanaan lomba dan diharapkan berlanjut seterusnya.

Secara keseluruhan acara berjalan dengan baik, masukan dari para juri pun bisa menjadi pemicu untuk perbaikan ketika bertugas pada setiap perayaan Ekaristi sehingga bisa khidmat.
Bp John, Kak Gery, dan Bu Dian sebagai tim juri sepakat semua yang tampil terlihat bersemangat, bagus dan serius. Satu hal penting juga disampaikan bahwa pelayanan yang sesungguhnya adalah ketika mau mengorbankan waktu untuk latihan tidak hanya di hari h saja.

Selanjutnya dari 11 kelompok yang akan maju untuk mewakili di tingkat Dekanat adalah Lingkungan St.Paulus (favorit 1), St. Sebastianus (favorit 2), dan St. Albertus (favorit 3).

Ada satu catatan, karena keterbatasan tempat di GSG dan supaya tidak mengurangi konsentrasi peserta serta menjamin ketenangan suasana, maka pertunjukan tidak dipertontonkan secara langsung atau dibuka secara umum untuk umat, sehingga kurang ada sorak penyemangat dari hadirin.
Mungkin pementasan atau penampilan performance di dalam gedung gereja yang lebih luas dari gsg seperti yang diadakan di St Markus Depok , St Matheus Depok , dan St Michael Cilegon bisa dipertimbangkan untuk penyelenggaraan berikutnya. Agar aura atau atmosfir agung, megah, sekaligus meriah tidak semata mata kompetisi bisa tercipta dan benar-benar bisa dirasakan oleh sebanyak-banyaknya umat sesuai harapan Bapa Uskup kita.

Video tampilan secara streaming dan video rekaman bisa diakses di YouTube channel Komsos Paroki HKY Jonggol .

/ Liputan tim komsos HKY, Fransiska Fajariani dokumentasi oleh Gloria, Gordy, Rendy, Carmel, Ardo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks