Mengapa menanam pohon itu penting?
Semua orang sudah tahu jawabnya. Namun masih banyak yang enggan untuk menanam pohon.
Kita perlu menanam pohon agar bumi kita tidak gersang. Agar “hijau dan berair” dan sejuk bebas polusi udara, manusia harus tetap menanam pohon, karena sebagian besar sudah ditebang untuk pembangunan.
Sekarang kita merasakan panas yang menyengat dan kekeringan sumber mata air di banyak tempat.
Maka kita harus mulai ikut peduli dan ambil bagian untuk kelestarian alam ini dengan menanam pohon yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan iklim kita. Mau menanam pohon besar ataukah cukup kecil saja seperti pohon jambu biji yang juga kaya manfaat.
Kita juga harus bijaksana memilih jenis tanaman yang akan ditanam. Seperti ada pepatah mengatakan apa yang kau tanam itu yang kau petik. Ada tanaman yang sangat kuat atau mampu menyerap air hujan agar masuk ke dalam tanah sehingga mata air di sekitar pohon itu terjaga. Namun ada tanaman yang justru bisa menghilangkan unsur hara pada tanah dan mengakibatkan kekeringan sehingga lambat laun justru bisa merusak lingkungan.
Paus Fransiskus pun sejak sepuluh tahun yang lalu sudah mengingatkan hal kerusakan lingkungan dengan menggalakkan seruan tobat ekologis.
Maka, berangkat dari kepedulian alam ini, Paroki melalui sie PSE, sie Lingkungan Hidup dan Panitia HUT Paroki ke 5 melaksanakan program penanaman pohon yang sudah pula menjadi arahan keuskupan dalam rangka merayakan 75 tahun keuskupan Sufragan Bogor.
Sabtu, 15 Juni 2024, umat yang terbagi ke dalam 11 lingkungan menanam sebanyak 55 bibit pohon jati solomon berusia 4-5 bulan setinggi 10-15 cm dan 77 bibit pohon palem setinggi 40-50 cm di lahan tidur seluas 4000an meter (mulai dari batas tanah gereja hingga bantaran sungai sepanjang 90 m) yang berjarak 50 meter dari gedung gereja.
Pemilihan jenis pohon jati Salomo ini berdasar permintaan Bapa Uskup Paskalis.
Jati Solomon berasal dari daerah atau negara bernama Kepulauan Solomon (Salomo) di timur Papua Nugini. Termasuk jenis jati dalam kelas cukup kuat, berserat lurus hingga terpadu, bercorak dekoratif, memiliki tekstur yang halus dan tidak mengandung kristal atau silika. Pohon ini cepat tumbuh besar, lurus ke atas dan sedikit percabangannya.
Daun pohon jati banyak dimanfaatkan orang untuk berbagai keperluan misal kesehatan dan bahan makanan atau pembungkus. Di Yogyakarta, sejak jaman nenek moyang orang memasak gudeg dengan menambahkan 2 sampai 4 lembar daun jati.
Pohon Palem sendiri diharapkan bisa dipanen untuk keperluan misa Minggu Palma setiap tahunnya.
Bu Peggy Kilapong, ketua tim Lingkungan Hidup Paroki menjelaskan bahwa persiapan lahan penanaman sudah dilakukan dua bulan yang lalu dengan bergotong royong membabat rumput dan perdu dan setelahnya dilakukan pelobangan dengan jarak antar pohon jati sepanjang 8 meter, dengan sela 2 meter untuk pohon palem. Penggunaan media tanam berupa pupuk kandang dan sekam dan pupuk organik serta tidak menggunakan pupuk kimia.
Perawatan akan menjadi tanggung jawab masing-masing lingkungan sesuai kavlingnya yang sudah diundi pada acara ceremonial pembukaan.
Liputan timkomsoshky Jonggol
Fransiska Fajariani foto by Ardo, Rendi