Kehidupan communio di gereja bisa dilukiskan dengan memainkan alat musik angklung.
Comunio merupakan persekutuan umat yang memiliki ciri khas (karakter dsb) berbeda namun bekerja sama dengan harmonis menghasilkan suatu karya yang agung.
Angklung pun demikian.
Tak seperti alat musik melodis lain seperti piano yang ditekan, harpa yang dipetik, biola yang digesek, atau flute yang ditiup, permainan angklung yang berbunyi ketika digoyang ini, meskipun bisa dimainkan seorang diri namun lebih menarik bila dimainkan bersama tim.
Agar bisa tercipta melodi yang harmoni dan selaras, para pemainnya harus saling menghargai, saling memberikan waktu kapan teman kita mulai beraksi, tidak merasa dominan dan superior.
Diperlukan konsentrasi dan fokus serta mau mendengarkan nada yg dilantunkan rekannya. Semua tetap pada posisinya dengan rasa cinta, hormat dan segan.

Angklung merupakan alat musik tradisional suku Sunda Jawa Barat bertangga nada pentatonik yang hanya memiliki 5 nada.
Namun setelah dimodifikasi oleh Daeng Soetigna pada era sebelum kemerdekaan RI, angklung bertangga nada diatonis, sehingga bisa memainkan pula lagu-lagu Barat atau Internasional.
Dalam perkembangan di masa sekarang, angklung banyak diminati masyarakat karena keunikannya dan suara indah yang dihasilkan. Tak terkecuali umat di HKY pun ikut ambil bagian dalam melestarikan angklung yang merupakan warisan budaya bangsa yang sudah diakui dunia.
Komunitas Angklung HKY terbentuk pada 9 Oktober 2024.
Mereka berkumpul membentuk suatu komunitas dalam berlatih angklung sekaligus sebagai wadah kebersamaan dalam memuji Tuhan dan ikut menyebarkan kebaikan.
Pada 16 November 2024 yang merupakan hari angklung Sedunia, mereka telah merampungkan pekerjaan perbaikan dan peremajaan angklung-angklung lama yang akan dipakai berlatih.
Anggota komunitas angklung ini terdiri dari berbagai kalangan umat di HKY yang tak sama usia atau generasi, tak sama jenis pekerjaan, tak sama bidang pelayanannya, tak sama gender, namun sama memiliki rasa seni dan kebersamaan yang tinggi terlebih rasa hormat kepada angklung. Komunitas ini berlatih setiap hari Sabtu dan Senin. Kadang mereka memanggil pelatih, kadang dilatih sendiri oleh salah satu personil yaitu Ibu Lina. Siapa pun yang berminat bergabung akan diterima dengan senang hati.
Natal tahun 2024 kemarin, mereka melaunching karya perdana sebagai ungkapan syukur dan ucapan selamat Natal kepada seluruh umat
yang merayakannya. Lagu yang dibawakan adalah The First Noel dan Silent Night yang sudah dipublish di YouTube komsos HKY .
Dan pada senin ini, 27 Januari 2025, dengan semangat ikut menyemarakkan tahun baru China sekaligus tahun yubilium, komunitas ini tampil di hadapan Pastur Paroki RD Dominikus Savio Tukiyo dan Vikaris Romo Pera Arif Sugandi dan umat mempersembahkan lagu Mandarin Tian Mi Mi dan sebuah lagu berjudul Ulurkan tangan kami dari Madah Bakti hal 246 serta menghidangkan suguhan nasi Hainan yang dilengkapi sayur pok choi hasil panen mereka.
Ihwalnya, para angklungers yang dimentori bapak Remianto Putra yang juga bertugas sebagai PLB di HKY dibantu bpk Antonius Widianto, Sekretariat Paroki HKY dengan diselaraskan oleh ibu Kiki Naritta Trevino, menanam sayur mayur secara hidroponik di halaman pastoran. Panenan kali ini adalah panenan yang kedua. Mereka berkomitmen ingin terus menanam sayur mayur agar bisa dipersembahkan kepada para pastur.
Dalam sambutannya pada kesempatan ini, Romo Tukiyo menyambut baik kehadiran komunitas ini sebagai wujud kebersamaan dalam gereja selain melestarikan kebudayaan yang kita miliki. Selain sebagai wadah para lansia untuk tetap berkarya Sementara Ibu Fortunita Devianti koordinator organisasi Paroki berharap agar komunitas terus hidup dalam menggereja serta latihan terus intens agar bisa mempersembahkan lagu yang lebih bervariasi dan lebih bagus lagi.
Liputan komsos HKY
Fransiska Fajariani





Melestarikan budaya bangsa lewat penampilan Angklung di moment spesial inkulturasi oriental menjelang Imlek 2576 Kongzili