KEUSKUPANBOGOR.ORG- Setiap tahun, tanggal 25 Maret diperingati sebagai The International Day of the Unborn Child atau Hari Internasional Anak Yang Belum Lahir. Peringatan ini ditetapkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1999 yang bertepatan dengan Hari Raya Kabar Sukacita dalam Gereja Katolik. Bapa Paus menghubungkan peringatan ini dengan Hari Raya Kabar Sukacita untuk menghormati hari di mana Tuhan Yesus terbentuk dan menjadi janin dalam rahim Bunda Maria.
Peringatan Hari Anak Yang Belum Lahir ini merupakan peringatan akan anak yang belum lahir atau tak terlahirkan karena kehilangan nyawanya akibat aborsi serta peringatan akan harkat dan martabat setiap manusia sejak masa pembuahan. Peringatan ini juga merupakan hari penentangan terhadap aborsi, dengan menekankan pentingnya menghormati kehidupan sejak masa pembuahan. Selain itu, peringatan ini bertujuan untuk mencegah aborsi ilegal dan tidak diinginkan serta menghormati eksistensi kehidupan manusia sejak awal di dalam rahim ibu.
Forum Komunikasi Penyayang Kehidupan (FKPK) yang bergerak dalam bidang advokasi hak-hak hidup dan kehidupan, terutama dalam lingkup Gereja Katolik. FKPK berfokus pada isu-isu seperti:
1. Hak hidup dan anti-aborsi
2. Hak untuk hidup yang layak dan bebas dari kemiskinan
3. Hak untuk kesehatan dan pendidikan
4. Hak untuk perlindungan lingkungan hidup
5. Hak untuk keadilan sosial dan perdamaian
FKPK pun gencar dalam meningkatkan kesadaran serta partisipasi masyarakat dalam mempromosikan hak-hak hidup dan kehidupan, serta mendukung kebijakan dan program yang mendukung hak-hak tersebut. Salah satu gerakan yang dilakukan adalah secara rutin setiap tahun menggelar Doa Rosario Pecinta Kehidupan yang diadakan secara bergilir dari satu keuskupan ke keuskupan lainnya.

Pada tahun ini, Keuskupan Bogor berkesempatan menjadi tuan rumah dalam pelaksanaan Doa Rosario Pecinta Kehidupan. Kegiatan yang diselenggarakan oleh FKPK ini dilaksanakan pada hari Selasa, 25 Maret 2025 bertempat di Kapel Sacra Familia, Keuskupan Bogor. Rosario dilaksanakan secara hybrid diikuti oleh peserta dari seluruh Indonesia melalui zoom dan kanal YouTube Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Bogor.

Doa Rosario dipimpin oleh RD Yustinus Dwi Karyanto, selain Mgr Paskalis Bruno Syukur turut hadir dalam kegiatan ini untuk memberikan renungan. “Sebenarnya doa rosario pecinta kehidupan ini bertitik tolak dari perayaan Hari Raya Kabar Sukacita yang jatuh pada tanggal 25 Maret ini. Kemudian, Paus Yohanes Paulus II menetapkan tanggal 25 Maret sebagai peringatan hari anak yang belum lahir. Namun tampaknya hal ini belum menjadi pengetahuan yang luas bagi umat Gereja Katolik,” tutur Uskup Keuskupan Bogor tersebut mengawali renungannya.
Memoria Passionis
Lebih lanjut, Uskup Keuskupan Bogor tersebut menyampaikan bahwa Yesus berada di rahim Bunda Maria dan pada saat itu kita menghormati martabat seorang janin. Selain itu, tanggal 25 Maret membuat kita mengingat bahwa jutaan bayi yang belum lahir hidupnya diakhiri oleh kekejaman manusia melalui praktek aborsi.
“Jadi di satu sisi kita mengenangkan misteri karya Allah yang menjadi manusia dan itu adalah karya keselamatan bahwa Allah menjadi manusia mengikuti proses menjadi manusia dengan menjadi janin kecil. Tapi di sisi lain, perayaan ini mengingatkan kita bahwa begitu banyak bayi-bayi yang belum lahir yang hidupnya diakhiri oleh kekejaman manusia melalui praktek aborsi,” ujar Monsinyur Paskalis.

Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia tersebut pun menegaskan bahwa Gereja Katolik ingin mengungkapkan kenyataan bahwa situasi kekejaman manusia melalui praktek aborsi sungguh terjadi di dunia ini. Gereja Katolik mengajak seluruh umat manusia untuk mengatasi permasalahan ini bersama supaya peristiwa hidupnya janin di dalam rahim wanita dapat terjamin dengan baik dan dilahirkan dengan baik pula. Di sisi lain, kita berusaha untuk mengatasi kecenderungan manusia yang tidak menghargai kehidupan dari awal terbentuknya janin manusia lewat praktek aborsi.
“Lewat hal tersebut, kita perlu membentuk cara pandang kita bahwa manusia bukanlah dilihat saat dilahirkan tapi sejak pembuahan dia sudah menjadi manusia. Maka tidak diperkenankan untuk memutuskan kehidupannya. Saya mau mengajak kita sekalian bahwa perayaan menghormati hak kehidupan janin ini sekaligus juga menjadi memoria passionis atau kenangan akan penderitaan yang kita alami dalam kehidupan manusia saat ini. Saya mengajak kita sekalian untuk menempatkan konteks perayaan ini dalam permenungan dan perjuangan kita untuk membentuk Gereja Sinodal, Gereja yang berjalan bersama, Gereja yang memberi perhatian kepada sesama, Gereja yang memiliki kemurahan hati serta belas kasih dalam mencintai sesama terutama kepada mereka yang rentan dan lemah,” tegas Monsinyur Paskalis.




