“Pertemuan Seksi PSE Paroki se-Keuskupan Bogor”

Loading

IMG_1715-1 (dragged)            Bertempat di Susteran Gembala Baik, SMKK Baranangsiang Bogor, Minggu, 22 Februari 2015 Komisi PSE (Pengembangan Sosial Ekonomi) Keuskupan Bogor mengadakan pertemuan bersama perwakilan seksi PSE paroki-paroki di Keuskupan Bogor. Ternyata tidak semua perwakilan paroki menghadiri pertemuan yang dijadwalkan mulai pukul 10.00 WIB ini. Menurut salah satu pengurus PSE Keuskupan Bogor, sangat disayangkan jika ada utusan paroki yang berhalangan hadir, karena pertemuan ini salah satu tujuannya untuk menyegarkan kembali maksud keberadaan PSE di paroki.

Pertemuan hari ini dibuka oleh pengantar dari Ketua Komisi PSE Keuskupan Bogor, RD. Y.M Ridwan Amo. Beliau memberikan sedikit gambaran mengenai maksud pertemuan hari ini yang nantinya akan dibawa pada karya perutusan di paroki masing-masing.

Narasumber dalam pertemuan ini adalah: RD. Yohanes Driyanto (Vikaris Iudisial Keuskupan Bogor) dan RD. Ch. Tri Harsono (Vikaris Jendral Keuskupan Bogor). Kesempatan pertama diberikan kepada RD. Driyanto untuk menjelaskan mengenai keberadaan PSE keuskupan dan paroki. Sering terjadi salah pemahaman mengenai bidang pelayanan ini. Seringkali pengurus dan juga kebanyakan umat menganggap PSE adalah “tukang membagikan uang”. Oleh karena itu, beliau memberikan pemahaman kepada peserta supaya nantinya tidak terulang kembali salah pengertian tentang arti, fungsi, dan tugas PSE. RD. Driyanto juga menjelaskan bahwa PSE merupakan bentuk dan wajah Gereja Katolik. Maka, PSE harus mampu menampilkan wajah baik yang ada dalam Gereja Katolik. Dalam memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, diharapkan PSE bisa membuat orang tidak menjadi bergantung pada bantuan yang diberikan, tetapi mampu mendayagunakan seseorang menjadi kemudian bisa mandiri dan berkembang.

Setelah session dari RD. Driyanto, dilanjutkan rehat 10 menit untuk menikmati makanan ringan. Setelah rehat, pukul 11.25 WIB, dilanjutkan penjelasan dan sharing singkat dari RD. Tri Harsono. Beliau menekankan kembali peran PSE sebagai wajah gereja dan juga memberikan motivasi bahwa dalam melayani sesama tidak usah takut dibohongi. Kita tidak bisa berpatokan bahwa sekali dibohongi, pasti akan datang untuk berbohong/pura-pura membutuhkan bantuan. Pengurus harus percaya bahwa tidak semua orang yang membutuhkan bantuan mempunyai sifat dasar sebagai penipu. RD. Tri Harsono juga menghimbau supaya dalam pelayanan, PSE jangan sampai hanya membantu terbatas pada orang miskin di dalam lingkungan Gereja Katolik. Dikatakan PSE mempunyai uang, janganlah menganggap bahwa itu adalah uang PSE, melainkan sebagai sarana untuk pelayanan pengembangan sosial ekonomi. Maka beliau mengungkapkan: “PSE jangan bangga jika mempunyai saldo positif tetapi tidak ada satu pun program atau kegiatan yang dijalankan. Kebutuhan membantu orang miskin pasti ada di setiap paroki, maka sangat disayangkan jika PSE paroki tidak ada dan jika ada, tidak bekerja”.

Dalam sesi ‘tanya-jawab’: ada beberapa hal yang bisa dijadikan oleh-oleh dan motivasi bagi para peserta menjalankan tugas pelayanannya, antara lain:

  • Tidak membawa ‘bendera gereja’ ketika memberikan pelayanan kepada yang beragama lain: dalam hal ini RD. Driyanto mengungkapkan, bahwa kita diminta menjadi garam dan terang dunia. Garam: melebur, terang : siap-siap untuk kelihatan. Maka tidak selamanya pelayanan tidak menggunakan bendera gereja. Harus tetap melihat keadaan sekitar, karena tidak semua orang tidak suka dengan pelayanan Gereja Katolik.
  • Perlu adanya kesepakatan bersama mengenai berapa persen dana yang diterima PSE untuk pelayanannya.
  • APP dan AAP paroki harus diperjelas keberadaan dan kegunaannya.
  • Pengurus PSE harus jeli melayani orang miskin. Maka perlu mengadakan pengamatan ketika seseorang meminta bantuan.
  • PSE bukanlah ‘Tukang’ membagi uang. PSE harus bisa membantu pengembangan ekonomi yang meminta bantuan sehingga akhirnya tidak bergantung pada bantuan.
  • Pertanggung-jawaban pengunaan keuangan sifatnya mutlak. Maka perlu memperhatikan: Kredibilitas, Acountable, dan transparansi.
  • Ketaatan pada Pastor Paroki penting sebagai pegangan untuk kerjasama yang baik dalam pelayanan.

Pada pukul 13.15, pertemuan ditutup oleh RD. Ridwan Amo dan dilanjutkan dengan makan bersama. Banyak peserta masih terlihat ‘penasaran’ akan keberadaan PSE. Mereka menggunakan kesempatan makan sambil bertanya kepada Ketua PSE Keuskupan Bogor dan juga para narasumber. RD. Y. Joned (KOMSOS)

4 thoughts on ““Pertemuan Seksi PSE Paroki se-Keuskupan Bogor”

  1. Markus Lukas says:

    Bagusss.
    Semoga pengertian tentang APP banyak dipahami umat sehingga umat, termasuk umat sederhana, tidak ragu untuk berderma guna membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Puasa dan doa kita juga menjadi berisi karena disertai berderma.
    Sukses untuk PSE KB.

  2. Mgr. Paskalis Bruno Syukur says:

    Terimakasih kepada komisi PSE yang telah menyelenggarakan pembekalan perihal peranan dan tugas PSE dalam keseluruhan misi dan evangelisasi Gereja. Beberapa hal yang perlu ditindak lanjuti:
    1. PSE Keuskupan perlu memonitor dan menginventarisasi kegiatan-kegiatan PSE Paroki. Inventarisasi ini akan memperjelas pelaksanaan teori dan himbauan yang diperoleh dari pembekalan ini.
    2. PSE Keuskupan perlu memperoleh data yang lumayan akurat tentang orang miskin, keluarga tak mampu (benar-benar dan obyektif tak mampu) sehingga mereka terhalang untuk mendapat akses sekolah untuk anak-anak mereka atau biaya rumah sakit. Tugas ini dapat dilaksanakan oleh PSE Paroki. Targetnya: anak dibiayai atau sebagian besar uang sekolah dibiayai oleh PSE (SD, SMP, SMA). Program ini bisa dipantau konkretisasinya dengan cara (1) pencatatan uang yang keluar untuk anak yang tak mampu; (2) sekolah yang dimasuki: sebaiknya sekolah-sekolah katolik; data dari sekolah bisa dipegang. Keuntungan program ini: (1) uang PSE digunakan secara benar dan tepat sasaran (2) mengurangi kritikan umat terhadap Gereja (kita umat Allah), yang menurut beberapa orang, Gereja kurang perhatikan nasib anak-anak dari keluarga miskin; (3) mendorong sekolah-sekolah katolik agar lebih memperhatikan nasib orang atau keluarga yang miskin.
    Kami berharap tanggapan kami ini diperhatikan dan setiap orang yang membaca komentar ini bergerak bersama mewujudkannya. Bila terlaksana, kita akan bisa menjawab pandangan latah sementara orang.
    salam dan doakuu.

  3. Suwandi Tjandra says:

    Saya teringat kata Mgr Suharyo waktu pertemuan PSE sedunia di Vatikan, Indonesia termasuk peserta yang dipuji oleh Vatikan. Presentasi yang paling apik. Bagaimana mendayagunakan potensi.
    Tetapi komennya PSE itu bukan LSM Karitatif adalah yang utama, sekalipun dibohongin mennurut Vikjen Tri Harsono tetap jalan terus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!