Hari Ketiga SAGKI 2015: Tantangan dalam memperjuangkan sukacita Injil dalam keluarga

 

sagki hr 3a            Keuskupan – Komsos : Setelah melewati 2 hari kegiatan SAGKI, kini peserta memasuki hari ketiga. Setelah mengawali kegiatan dengan doa bersama, kegiatan hari ketiga masih menggunakan metode yang sama dengan hari kedua. Setelah sarapan, para peserta ‘dihidangkan sharing’ sosok ibu-ibu dan peran mereka dalam keluarga. Romo Agung Prihartana MSF mendapat kesempatan menjadi moderator untuk ‘session’ pagi ini. Kesempatan pertama diberikan kepada Ibu Maria Loreta, seorang ibu berdarah Dayak campuran Kanayatn dan Joka asal Ketapang di Kalbar, dan menetap di Flores Timur, NTT. Ia adalah petani dan penggerak tanaman Sorghum di NTT. Di Flores Timur ia memberikan perhatian lebih pada sorghum. maria lorethaIbu loretha seperti menemukan tambang emas dari lahan tanah sangat luas yang dimiliki mertuanya. Ia ingin mempraktekkan pengalaman masa kecilnya ketika bersama ibunya bercocok tanam. Awalnya suami kurang mendukung apa yang akan dikerjakannya. Tetapi setelah lima bulan, suaminya mulai mendukung dengan tinggal bersamanya di tempat yang tidak ada listrik dan sunyi. Ketika berhadapan dengan kesulitan, Ibu Loretha mengungkapkan: “Saya ingat pesan Bapak ketika minta izin dan restunya menjadi petani. Kata beliau, Mintalah pada alam, maka alam akan memberimu tanpa suara. Tapi kalau kamu minta pada manusia, maka mereka akan minta imbalan”. Perjuangan beliau untuk mengembangkan Sorghum tidaklah mudah. Banyak rintangan ia hadapi dan semuanya malah membuatnya semakin kuat dan gigih berusaha lebih baik lagi. Ia percaya, siapa menguasai benih, ia menguasai kehidupan. Dari pengalaman Ibu Maria Loretha, kita bisa mendapatkan inspirasi dari arti kedaulatan pangan lokal. Ia telah berhasil menghidupkan kembali Sorghum yang dulunya pernah menjadi makan primadona.

Maria-IminKesempatan ’sharing’ yang kedua disampaikan oleh Ibu Maria Imin. Beliau mempunyai suami yang bekerja sebagai buruh migran di Malaysia. “Kenapa mama kerja sendirian tanpa bapak?,” adalah pertanyaan yang terucap dari anaknya. Pertanyaan ini seperti gugatan bagi suaminya karena pada kenyataannya, anak-anaknya menyaksikan sendiri bagaimana ibu mereka bekerja sendirian. Ia pasti tidak akan menyalahkan suaminya yang bekerja di negeri orang, karena memang kondisi keluarga menuntut suaminya untuk bekerja keras. Dihadapkan pada pertanyaan apakah masih mengalami sukacita? Ibu Imin mengungkapkan: “Sukacitanya sebagai ibu dari tiga anak laki-laki adalah kegembiraannya melihat ketiga anaknya bisa berkembang tumbuh menjadi anak-anak baik di rumah dan lingkungan,” Ia juga mengungkapkan harapannya supaya Gereja selalu memperhatikan gerak anak-anak muda supaya tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak baik.

ibu ariSelanjutnya yang mendapatkan kesempatan untuk berbagi pengalaman adalah ibu Margaretha Ari Anggorowati. Ia membagikan pengalaman ketika harus menerima kenyataan sebagai seorang janda muda akibat cerai secara sipil. Sangat berat situasi yang ia terima, hingga pernah dalam suatu ketika ia mempunyai rencana untuk bunuh diri dengan membawa serta anak-anaknya. Gereja katolik memang tidak mengenal namanya perceraian. Ia menyadari langkah yang ia ambil, hingga harus menerima konsekwensi tidak bisa ikut serta menerima tubuh Kristus dalam Perayaan Ekaristi. Ia mengambil langkah perceraian secara sipil karena situasinya memang sangat pelik. Ia memang mengharapkan kehidupan yang lebih baik setelah perceraiannya. Stigma buruk sebagai janda seringkali ia terima, bahkan di dalam lingkungan Gereja, sehingga ia sampai harus pindah paroki untuk melepaskan diri dari ‘celotehan’ banyak orang mengenai dirinya. Ada juga masukan-masukan supaya ia menikah lagi. Tetapi hingga sekarang, ia masih bisa bertahan dengan kesendiriannya menjadi orangtua bagi anak-anaknya.

‘Sharing’ pagi ini dilanjutkan dengan menghadirkan pasangan suami-istri yang mempunyai pengalaman menjalani perkawinan beda agama. Pasutri Bapak Toos dan Ibu Irene (Muslim) pada awalnya menikah di KUA. Mereka pernah mengalami kegagalan secara ekonomi. Perubahan besar ditampilkan oleh Ibu Irene setelah suaminya mendapat kesempatan untuk berangkat ke Inggris. Keinginannya untuk menjadi katolik dibarengi dengan membawa bekal lagu dan buku rohani. Setelah kembali dari Inggris, ia melanjutkan keinginanya dengan menjumpai pastor yang ada di Katedral Bandung. Setelah menjalani proses pembinaan agama katolik, akhirnya ia bisa dibaptis. Ketika ayahnya sakit keras, ia bersimpuh di hadapan ayahnya untuk menyampaikan bahwa ia telah menjadi katolik. Ia tidak menduga bahwa ayahnya sudah mengetahui sejak lama. Ayahnya mengungkapkan kalau dengan seiman hidup perkawinan bisa terus berjalan dengan baik, kenapa tidak dijalankan. Pasutri Toos dan Irene boleh mengalami sukacita bisa berada dalam bimbingan Tuhan menjalani perkawinan dengan baik.

Selain ‘sharing’ dari para narasumber di atas, Romo Purbo dan Mgr. Frans Kopong Kung juga menyampaikan beberapa hal mengenai perkawinan dan keistimewan perkawinan katolik. Dan kemudian disampaikan rangkuman mengenai “keluarga katolik memperjuangkan sukacita Injil”. Diungkapkan disana bahwa sukacita dialami saat rencana Allah diwujudkan dalam perkawinan, namun tidak semua keluarga mengalami sukacita yang sama. sagki hr 3bBanyak tantangan yang akan dihadapi, bisa itu dari dalam maupun dari luar. Kadangkala, tantangan yang dihadapi bisa membuat setiap keluarga setia pada iman Gereja Katolik. Keluarga-keluarga juga terkadang sulit menemukan janji Allah untuk menolong, menghibur dan menguatkan mereka. Ketika menghadapi pergumulan untuk mempertahankan sukacita Injil, keluarga-keluarga diundang untuk bersikap dewasa dan bertindak bijak dalam situasi sesulit apapun, setia mencari kehendak Allah melalui Sabda Allah dan berdialog secara pribadi denganNya, mengembangkan kasih yang dewasa, dll.hal-hal tersebut dapat membuat keluarga mampu bertahan. Melalui tantangan dan rintangan, Allah mengerjakan karya keselamatanNya di dalam keluarga dan menyediakan sukacita besar bagi mereka. Akhirnya Gereja diharapkan menampilkan figur belas kasih dan kemurahan Allah yang merangkul dan memberikan tempat bagi keluarga yang mengalami persoalan. Gereja terpanggil untuk mencari, menyapa, mendengarkan, dan bersehati dengan mereka.
sagki hr 3eSetelah Perayaan Ekaristi dan santap malam, hari ini diadakan malam keakraban dan pentas seni yang menampilkan pertunjukan dari beberapa keuskupan. Selain itu, hari ini juga menjadi hari istimewa bagi Mgr. Leo Laba Ladjar (Uskup Jayapura) yang merayakan Ulang Tahun. (Taru Guritna – RD. Yustinus Joned)

 

 

 

sagki hr 3csagki hr 3d

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!