“Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepandan dengan dia”
Keluarga bahagia sejahtera menjadi harapan semua keluarga. Untuk menuju sebuah keluarga, langkah pertama yang harus terjadi adalah “perkawinan”. Satu hal yang diperhatikan Gereja Katolik saat ini adalah keprihatinan perkawinan yang terjadi dengan berbagai polemiknya. Kesempatan yang luar biasa diambil oleh umat Paroki Santa Maria Para Malaikat Cipanas pada Minggu, 14 Mei 2017 bertempat di aula gereja Cipanas untuk menyelenggarakan Seminar Keluarga yang mengusung tema: “Perkawinan Katolik Tahan Uji” dengan narasumber: RD. Yohanes Driyanto (Vikaris Judisial Keuskupan Bogor). Antusias umat sangat bagus karena peserta yang hadir melebihi dari pendaftaran hingga mencapai 130 orang.
Acara diawali dengan beberapa sambutan yakni ketua panitia yaitu Bpk. V. Indiarto Aris G dan Pastor Paroki Cipanas yaitu RP. Ignatius Widiaryasa. Kemudian dilanjutkan oleh RD Y. Driyanto untuk memulai seminar. Pertama-tama kita diajak untuk melihat Kitab Suci Kejadian 2:18. Sesuatu yang dahsyat dan fantastik bukanlah khayalan atau imajinasi tetapi kenyataan yaitu PERKAWINAN. Tujuan dari perkawinan itu sendiri adalah “BAIK” bukan kebahagiaan, karena dengan perkawinan sebuah keluarga bisa mencapai kebahagiaan bisa juga berujung penderitaan.
Gereja merumuskan tujuan perkawinan Katolik:
- Kebiasaan pasangan
Sikap yang perlu diciptakan untuk mencapainya :
(*) Harus ada niat baik untuk pasangan
(*) Sebagai partner dan rekan, kalau pasangan saling menutup-nutupi akan terjadi petaka.
(*) Sebagai teman berbagi seperjalanan yang baik (curhat dengan pasangan sendiri jangan pasangan orang lain)
(*) Sahabat yang bisa dititipkan rahasia yang paling dalam.
(*) Kepedulian, tahu tanpa diberi tahu, tidak harus meminta (peka).
- Kelahiran
(*) In Humano modo (Cara manusiawi, langsung 2 pribadi tidak dengan bayi tabung atau KB).
(*) Selfgiving (Saya memberikan diri untuk kebahagiaan pasangan)
(*) Responsible partnernity (pembiayaan)
Gereja menentang KB, karena berlawanan dengan tujuan perkawinan dan alat kontrasepsi tidak betul-betuk aman; dan menganjurkan KB alami.
- Pendidikan / Edukasi
Pasangan harus mendidik anak dengan berbagai cara untuk membuat anak-anak sebagai anak Allah. Pendidikan paling utama adalah TELADAN.
Identitas perkawinan dalam Kitab Suci, (Kej. 2:23-24):
a). Dua pribadi menjadi satu daging harus laki-laki dan perempuan
b). Persekutuan hidup dan kasih
c). Kesenasiban seluruh hidup (Hukum Kanonik Kan. 1055 par I)
Perkawinan wujud dan konkritnya pasangan harus menjadi satu daging, jiwa hati, intelektual, perasaan dan cita-cita. Selain itu harus satu tempat tinggal, pergilah dari orangtua karena banyak rumah tangga hancur akibat campur tangan orang tua. Serta satu tempat makan, satu tempat tidur. (Salembur, sadapur, sakasur).
Misi perkawinan yang dapat dan harus dilakukan oleh pasangan:
1). Menjaga kasih
Supaya tetap besar, benar, utuh dan satu. Untuk jatuh cinta gampang, tetapi untuk tetap tinggal dan menjaga cinta lebih sulit.
2). Menyatakan kasih
Cinta harus diungkapkan, lewat kata, sikap dan tindangkan. Tidak boleh dipendam, akan jadi penyakit. Contoh: “I Love you”, “aku takut kehilanganmu”, selain itu harus ada sikap mengalah bukan berarti kalah.
3). Mengkomunikasikan kasih (seni mencintai)
Membuat pasangan sungguh merasa disayangi (selalu berusaha supaya merasa dicintai). Akibat orang yang nerasa dicintai: merasa yakin dicintai, powerfull, mendapat kekuatan cinta. Akibat orang yang tidak merasa dicintai: putus asa, hancur, tidak berarti.
Setelah semua materi disampaikan dilanjutkan dengan tanya jawab. Ada beberapa pertanyaan yang disampaikan peserta. Pesan dari RD. Y. Driyanto, apabila ada permasalahan dalam perkawinan, baik berkaitan dengan hukum Gereja Katolik (Perceraian atau perkawinan lagi); supaya menanyakan kepada Vikaris Judisial Keuskupan yang menangani hukum perkawinan. Tidak semua Pastor Paroki bisa menyelesaikan permasalahan. Beliau pun mengutip pesan dari Bapa Paus Fransiskus, “Jangan kucilkan saudara yang bercerai dan menikah tidak sah, tidak di eks komunikasi, boleh mengikuti perayaan Ekaristi dan kegiatan Gereja hanya tidak boleh menerima Komuni”.
Dengan adanya Seminar Keluarga ini kita semua diajak untuk bersikap lebih bijak lagi terhadap keluarga yang sedang mengalami permasalahan, tidak boleh menentang sepihak kalau kita tidak benar-benar tahu permasalahan seseorang; harusnya dibantu bukan dihakimi dan untuk pasangan yang mempersiapkan perkawinan tidak perlu takut karena Tuhan akan membantu, serahkan kepada penyelenggara Ilahi. Perkawinan yang baik dan bahagia harus diciptakan oleh pasangan itu sendiri. (YL Gema Suci)