Temu Ekologi Kaum Muda Keuskupan Bogor

Puspanita-Keuskupan : Sebanyak 21 orang muda Katolik perwakilan beberapa paroki dan sekolah ditambah 11 frater dari Seminari Tinggi St. Petrus-Paulus berkumpul di Eco Spirit Center, Puspanita, Ciawi untuk mengikuti acara temu ekologi yang berlangsung pada tanggal 7-9 Juni 2017. Acara yang diselenggarakan oleh Biro Ekologi yang berada di bawah naungan PSE Keuskupan Bogor ini bertemakan “Generasi Sadar Lingkungan”. Selama tiga hari, para peserta di bawah bimbingan RD. Ridwan Amo, Sr. Marisa CB dan tim  diajak untuk semakin menyadari bahwa alam rusak karena ulah manusia sehingga butuh membangun relasi yang harmonis antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan diri sendiri dan sesama, lalu manusia dengan alam. Acara ini dikemas dalam bentuk refleksi bersama dan pribadi, seminar, dan workshop dengan suasana yang menyenangkan.

Hari pertama, diawali perkenalan dengan cara yang unik membuat masing-masing peserta tidak hanya mengetahui nama dan asal melainkan tahu juga apa buah dan hewan kesukaannya  serta tanaman apa saja yang hidup di lingkungan rumahnya. Lalu sesi selanjutnya membawa para peserta ke dalam suasana ekologis bahwa alam yang telah diberikan Allah kepada manusia telah  rusak karena keserakahan manusia sendiri. Campur baurnya antara para frater dan anak-anak muda yang hadir turut membawa keunikan sendiri dalam pembahasan materi dan refleksi, yakni para peserta semakin dapat memperkaya diri sendiri dan teman-teman lain lewat pengalaman-pengalamannya.

Lalu ketiga sesi dalam hari kedua merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang membuat para peserta bersentuhan dengan  alam sekitar lingkungan Puspanita lalu membuat membuat rencana aksi nyata ekologis untuk tempat tinggal para peserta. Para peserta  dibagi per kelompok lalu belajar tentang media tanam dan pembibitan, ilmu yang didapatkan itu diterapkan dengan menanam nusa indah ke dalam pot. Yang unik dan sama sekali baru bagi para peserta adalah masing-masing para peserta diwajibkan mencium seekor kambing yang sedang digembalakan di suatu padang rumput. Masing-masing peserta berusaha membujuk kambing untuk mendekat dengan cara memberi makanan lalu berusaha mencium tubuh kambing, ada yang merasa takut, kaget, dan senang sekali setelah berhasil mencium kambing. Pengalaman yang sama sekali baru itu mengajarkan para peserta untuk mencintai dan bersikap baik terhadap alam, bukan langsung antipati dan dan takut untuk bersentuhan langsung dengan alam karena kotor, bau, penuh kuman, dsb. Pengalaman berinteraksi dan bersentuhan dengan alam secara langsung disimpulkan dengan membuat video atau film pendek tentang perjalanan peserta selama mengkuti temu ekologi. Masing-masing kelompok membuatnya dengan kreatif dan penuh semangat karena video atau film terbaik mendapatkan hadiah.

Hari terakhir diawali dengan melakukan yoga bumi yang dibimbing oleh Sr. Marisa CB. Para peserta diajari untuk menyerap energi positif dari kosmik, bumi, dan lingkungan sekitar lalu membagikannya kepada sesama. Energi positif yang diserap diyakini dapat membuat manusia semakin kreatif, bijaksana, sabar dan menambah  nilai-nilai positif lain. Acara temu ekologi ini ditutup dengan misa penutupan yang dipersembahkan oleh RD. Ridwan Amo yang kemudian dilanjutkan perutusan untuk melakukan niat-niat yang telah mereka buat pada hari sebelumnya. RD. Ridwan Amo dalam homilinya berpesan kepada para peserta untuk tidak takut memberikan tenaga dan pikiran untuk mencintai alam dan lingkungan. Alat-alat kebun yang diberikan kepada masing-masing peserta menjadi simbol bahwa masing-masing peserta menjadi agen ekologis yang bertugas untuk mencintai alam dan mengajak orang-orang sekitar untuk mencintai alam juga.

Temu ekologi yang diadakan pada kali ini membuat para peserta bersemangat dan berniat untuk mencintai dan merawat lingkungan sekitarnya. Hal itu terbukti dari cerahnya wajah para peserta saat pulang membawa tanaman nusa indah yang ditanam sehari sebelumnya. Suasana bahagia pun tampak dalam diri para peserta yang berniat untuk mewujudkan niat-niat dan rencananya demi alam lingkungan yang lebih asri dan baik. Kerusakan alam yang telah berlangsung lama menjadi alasan para peserta bahwa alam harus lebih diperhatikan dan dirawat dengan lebih intens. Semoga acara temu ekologi ini dapat membawa pengaruh kepada sekolah-sekolah atau paroki-paroki, lalu keluarga tempat para peserta tinggal. Dengan demikian green school, green parishes, dan green family dapat terwujud di Keuskupan Bogor tercinta ini. (Fr. Ignatius Bahtiar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!