Bogor-keuskupanbogor.org: Para pastor, suster, dan bruder yang berkarya di Dekanat Tengah Keuskupan Bogor berkumpul bersama pada Rabu (27/2/2019) dalam pertemuan dekanat yang diadakan di Aula Antonius Paroki St. Fransiskus Asisi Sukasari, Bogor. Pertemuan dekanat kali ini secara khusus membahas mengenai Sinode II Keuskupan Bogor. Sukacita perjumpaan dirasakan oleh kaum rohaniwan, biarawan, dan biarawati dalam pertemuan ini. Untuk semakin menghangatkan sukacita itu, RD Lukas Wiganggo sebagai MC membuka pertemuan dengan mengajak para pastor, suster dan bruder untuk menyanyikan theme song sinode II yang berjudul Walking Together.

Dekan Dekanat Tengah Keuskupan Bogor, RD Markus Lukas dalam sambutannya menyampaikan bahwa perjumpaan membuat orang berbalik arah dan menjadi pribadi baru yang lebih baik. Perjumpaan membuat orang mengetahui karakter, sifat, dan pengalaman orang lain sehingga tidak ada lagi kesalahpahaman. Dari perjumpaan juga, orang-orang bisa saling membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Mendalami Spiritualitas Perjalanan ke Emaus
Pembahasan Sinode II dalam pertemuan dekanat ini dipandu oleh RD Yohanes Driyanto. Romo Dri menyampaikan bahwa sinode merupakan perjumpaan bersama, di mana tiap umat beriman dapat menyampaikan pengalaman hidup dan imannya, serta pengalaman berpastoralnya. Sinode II Keuskupan Bogor ini dibuat agak berbeda dari sinode sebelumnya. Sinode II ini dilaksanakan kurang lebih selama setahun. Maka diharapkan selama pelaksanaan sinode ini, kita dapat saling bercerita seperti dua murid Yesus yang berjalan menuju ke Emaus. Pengalaman perjalanan dua murid ke Emaus ini juga menjadi spiritualitas yang menjiwai sinode.
Pengalaman hidup, iman dan pastoral yang dibahas selama sinode ini meliputi keluarga, pendidikan, lingkungan hidup, sosial kemasyarakatan dan OMK. Menariknya, ketika pembahasan mengenai keluarga baru dibuka, banyak pastor, suster dan bruder yang menyampaikan pengalaman perjumpaannya dengan umat. Ada juga yang bertanya dan bahkan menyampaikan saran solusi bagi beberapa isu. Pembahasan mengenai keluarga ini berlangsung selama kurang lebih dua setengah jam.

Dalam pertemuan ini pula, Romo Dri memperkenalkan sigla (yel yel) sinode yang dibuatnya bersama tim tribunal Keuskupan Bogor. Sigla ini diharapkan menjadi penyemangat, pencair suasana dan pemersatu semuanya yang terlibat di dalam sinode. Maka saat para pastor, bruder dan suster sudah mulai lelah dan mengantuk, serta suasana dirasa membosankan, sigla ini menjadi solusi untuk mengembalikan semangat sinode.
Sebagai kesimpulan, Romo Dri mengatakan bahwa sharing yang disampaikan adalah bukti bahwa kita tidak terlepas dari keluarga, meskipun seringkali terdapat masalah di dalamnya. Memang tidak ada solusi yang langsung disampaikan saat ini juga, tetapi kesempatan menyampaikan pengalaman inilah yang menjadi spiritualitas Sinode II. Seperti spiritualitas dua murid yang berjalan ke Emaus, kita berjalan bersama dan membuka hati pada kehadiran Yesus di tengah-tengah kita. Dengan melihat semangat itu, Tuhan pasti hadir dan menjadi bukti adanya kebangkitan.

Pertemuan ini ditutup oleh sambutan dari Mgr Paskalis Bruno Syukur. Mgr Paskalis mengatakan bahwa sharing pengalaman yang muncul dalam pertemuan ini menunjukkan Gereja yang murah hati, Gereja yang mau mendengarkan umatnya. Unsur berjalan bersama yang diserukan dalam sinode merupakan peneguhan yang tidak membuat orang merasa dihakimi, tetapi tetap berjalan bersama. Perjalanan bersama ini bahkan bisa menunjukkan jalan atau arah baru.
Mari kita berjuang bersama agar Gereja Keuskupan Bogor tetap solid dalam mengatasi kekurangan yang ada. (RD Jeremias Uskono)