“Jadilah komunitas pastoran yang menyembuhkan kendati godaan membangun relasi antara imam dan kehidupan di luar pastoran begitu kuat” menjadi refleksi yang begitu kuat dirasakan dalam sinode para imam ini.
Sinode Para Imam UNIO
Bogor – keuskupanbogor.org : Hidup komunitas para imam menjadi sorotan utama dalam bahasan temu UNIO (selasa,23/04/2019) kali ini yang dirangkai sebagai sebuah sinode. Temu UNIO merupakan formatio (pembentukkan) para imam baik sebagai pribadi maupun sebagai sebuah korps. Bapa Uskup Mgr Paskalis secara pribadi menjadikan momen pertemuan UNIO sebagai sebuah perjumpaan yang penting dalam rangka formatio. “Berkembangnya sebuah keuskupan tergantung pada imam unionya”, tutur Mgr Paskalis.

Para imam UNIO merupakan tulang punggung sebuah keuskupan maka dari itu komunitas kehidupan para imam (hidup bersama) dalam sebuah pastoran menjadi elemen penting tumbuh dan berkembangnya kepribadian, kekuatan imamat, kerja sama dalam pelayanan reksa pastoral, kualitas persaudaraan serta aneka hal lainnya. “Sebuah komunitas hidup bersama dalam pastoran ternyata dapat menjadi sebuah media edukasi dan evaluasi para imam yang berkaitan erat dengan reksa pastoral (road map) Keuskupan Bogor 2016-2019 (Keluarga, OMK, Pendidikan, SDM, dan Dimensi Sosial Politik Hidup Menggereja) dalam spirit sinode”, tutur Romo Driyanto yang menjadi moderator jalannya sinode.

Dalam pengantar, Mgr Paskalis mengajak agar rumah tangga pastoral memiliki sebuah standar aturan yang sama misalnya : doa bersama dan makan bersama. “Saya mengapresiasi romo romo yang punya agenda belanja bulanan kebutuhan pastoran bersama. Meskipun mungkin hanya beli kebutuhan rumah tangga sederhana tetapi unsur berjalan bersamanya yang begitu penting”, ungkap Mgr Paskalis.

Sinode yang secara sederhana diartikan sebagai sebuah perjalanan bersama (inspirasi perjalanan Emaus) mengajak para imam untuk mensharingkan dinamika kehidupan komunitas pastorannya. Antusiasme para imam dalam berbagi cerita kehidupan bersama dalam komunitasnya menjadi sebuah kekuatan yang saling meneguhkan. “Layaknya keluarga itu punya anak yang berbeda maka kita tidak bisa menerima yang lain menurut ideal saya. Terimalah mereka seperti mereka apa adanya”, jelas Romo Driyanto. “Jadilah komunitas pastoran yang menyembuhkan kendati godaan membangun relasi antara imam dan kehidupan di luar pastoran begitu kuat” menjadi refleksi yang begitu kuat dirasakan dalam sinode para imam ini.