Senin, 16 September 2019 Bacaan I : 1Timotius 2: 1-8 Bacaan Injil : Luk 7: 1-10
UNTUK dapat percaya akan suatu hal, kadangkala kita harus melihat, merasakan, mengindrai, dan mengalaminya sendiri. Atau jika hal tersebut sudah dibicarakan oleh banyak orang, barulah kita percaya. Jika kriteria-kriteria itu tidak terpenuhi, mungkin kita pun akan berkata “saya tidak percaya”. Hal-hal ini disebut sebagai klarifikasi; suatu proses kognitif yang lumrah agar orang dapat mempercayai suatu informasi atau fakta.
Namun sikap yang ditunjukan oleh seorang perwira dalam bacaan Injil hari ini adalah hal yang luar biasa. Ia tidak pernah mengalami perjumpaan dengan Kristus. Ia bahkan belum pernah melihat, apalagi merasakan dan mengalami tindakan Yesus. Tetapi ia memiliki iman yang kuat kepada Yesus bahwa Ia dapat menyembuhkan.
Beriman lebih dari sekedar percaya. Dalam hal percaya orang masih mempertimbangkan dengan proses klarifikasi yang diolah oleh rasio, namun Iman tidak hanya menggunakan rasio tetapi juga hati. Apa yang diyakini dan imani oleh perwira itu adalah suatu bentuk iman yang sungguh berasal dari hati. Ia tida berpikir bahwa jika ia percaya kepada Yesus maka ia akan rugi ataupun untung. Tetapi ia hanya yakin dan mengimani secara sungguh-sungguh bahwa Yesus akan menyembuhkan.
Untuk beriman pada Yesus, pikiran bukanlah yang utama, tetapi gunakanlah hati. Pikiran membuat kita hanya sekadar mengimani kristus atau percaya pada kristus dalam standar manusiawi, yang biasanya hanya mampu menimbang seputar untung dan rugi. Tetapi yang lebih penting adalah menetapkan hati kita hanya pada Kristus. Kristus yang sungguh nyata dan dapat kita alami lewat proses penyadaran terus-menerus bahwa Ia sungguh hadir bersama kita. Dengan demikian, kalimat “bersabdalah saja, maka saya akan sembuh” yang kita ucapkan dalam perayaan Ekaristi betul-betul kita hayati dan meneguhkan iman kita. (Fr. Albertus Aris Bangkit Sihotang)