Rabu, 20 November 2019 Pekan biasa XXXIII Bacaan I : 2Mak 7: 1.20-31 Mazmur : Mzm 17: 1.5-6.8b.15 Injil : Luk. 19: 11-28
SUATU ketika di sebuah kantor perusahaan pengiriman barang, ada pegawai baru yang bertugas sebagai kurir. Pegawai baru tersebut diwajibkan untuk mengirimkan barang dengan selamat kepada penerima barang yang tercantum dalam surat tugas. Pegawai baru tersebut dipinjamkan motor lengkap dengan helm dan jaket sebagai sarana dari perusahaan untuk menunjang pekerjaannya. Dengan lincah dan gesit, pegawai baru tersebut dapat mengantar paket-paket kiriman ke tempat yang ditujukan.
Injil hari ini berkisah tentang Yesus yang memberikan perumpamaan tentang mina. Tiga hamba yang diberi mina oleh tuannya mempunyai tanggung jawab yang berbeda. Hamba yang pertama menghasilkan sepuluh mina. Hamba yang kedua menghasilkan lima mina. Di sisi lain, hamba yang ketiga tidak menghasilkan apa-apa, ia tetap menyimpan satu mina yang diberikan oleh tuannya. Reaksi si tuan pun berbeda-beda, hamba yang pertama dan kedua dipuji oleh tuannya dan diberikan penghargaan berupa tanggung jawab menguasai kota. Akan tetapi, hamba yang ketiga dikatakan sebagi hamba yang jahat dan dimarahi oleh si tuan.
Setiap orang tanpa terkecuali diberi anugerah oleh Allah, setidak-tidaknya diberi anugerah kehidupan. Motor dan mina dalam kisah di atas adalah gambaran anugerah yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Anugerah diberikan Allah tidak hanya sebagai hadiah karena manusia diangkat menjadi anak-Nya, melainkan ada unsur imperatif dalam pemberian anugerah tersebut. Unsur imperatif artinya adalah ada perintah lanjutan dalam pemberian anugerah tersebut. Apa perintah lanjutan tersebut? Perintah-Nya adalah agar manusia mengembangkan diri lewat anugerah yang telah diberikan. Allah tidak ingin manusia diam dan hidup tanpa ada perkembangan baik; seolah-olah anugerah yang diberikan tidak ada maknanya dan didiamkan begitu saja. Allah memang tidak menetapkan standar kuantitatif untuk menjadi ukuran sejauh mana kita mengembangkan diri berkat anugerah-Nya. Namun standar kualitatifnya jelas: serupa dengan karakter Kristus. Kesetiaan dan tanggung jawab menjadi prinsip utama dalam pengembangan diri. Lalu titik akhirnya adalah bagaimana anugerah yang diberikan mendorong manusia untuk lebih dekat dengan Allah sekaligus menjadi garam dan terang bagi dunia.
Allah telah memberikan anugerah-anugerah yang luar biasa sesuai dengan kebijaksanaan-Nya kepada manusia. Orang yang tekun dan setia mengembangkan bakat-bakat yang dimiliki akan diberikan tanggung jawab yang lebih besar. Orang yang kurang bertekun akan diberikan tanggung jawab juga, namun dalam skala yang lebih kecil. Mari kita mensyukuri dan mengembangkan anugerah yang telah Allah berikan kepada kita. Selain bekerja keras untuk mengembangkan diri, cara-cara sederhana dapat kita lakukan sebagai bentuk rasa syukur seperti tekun berdoa, rela berkorban, dan tidak segan menolong orang lain dengan bakat-bakat kita. Semoga dengan anugerah-anugerah yang dimiliki, kita semakin dapat membesarkan memuliakan Allah di dunia ini.
[Fr. Ignatius Bahtiar]
Allah Bapa, kami bersyukur atas seluruh berkat dan talenta yang Engkau anugerahkan bagi kami. Semoga kami tidak menjadi congkak karenanya, melainkan terus mengembangkan diri menjadi lebih baik untuk mendatangkan kebaikan bagi sesama dan mewartakan kebesaran kasih-Mu. Amin.