Menteri Agama Fachrul Razi, Tidak Ada Tempat Bagi Orang Radikal

Loading

Jakarta – keuskupanbogor.org : “Tidak ada tempat bagi orang radikal. Tindak tegas”. Ungkapan ini disampaikan Menteri Agama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dihadapan peserta Sarasehan Bintalad di Aula Pinaka Wiratama Sapta Marga, Disbintalad, Jakarta yang terdiri dari para tokoh dan pejabat di lingkungan TNI, tokoh agama dan masyarakat serta para akademisi (Rabu, 20/11).

Semua narasumber dan moderator menerima cenderamata dalam Sarasehan Bintalad yang diselengarakan Disbintalad di Jakarta, Rabu, 20/11/2019. (Foto : RD David)

Orang radikal itu seperti musuh dalam selimut. “Jangan beri ruang; tegas saja. Silakan anda keluar banyak yang masih mau”, tegas beliau bagi orang terbukti nyata mengkhianati Pancasila dan tidak hormat pada NKRI.

Ia pun menjelaskan bahwa 11 kementerian dan lembaga telah menandatangani kesepakatan bersama terkait pencegahan, pembinaan pengawasan dan penjatuhan sanksi terkait radikalisme di institusi mereka.

Moderator Brigita Purnawati Manohara, presenter TV One. (Foto : RD David)

Sarasehan Bintalad Tahun Anggaran 2019 ini mengambil tema “Menakar Radikalisme dan Nasionalisme serta Solusinya Dalam Rangka Memperkokoh Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Menuju Indonesia Maju”. Hadir sebagai moderator Brigita Purnawati Manohara, presenter TV One.

Turbulensi yang terjadi dalam situasi bangsa saat ini menandakan bahwa bahaya radikalisme itu memang nyata adanya. “Radikalisme terjadi karena faktor ekonomi; minim edukasi dan bacaan; dan dari sudut agama bisa terjadi karena salah pemahaman”, tutur menteri yang hadir mengenakan kemeja putih berpadu celana hitam ini.

Menteri Agama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi memberikan paparan dalam Sarasehan Bintalad terkait radikalisme. (Foto : RD David)

Hadir sebagai narasumber kedua yaitu Prof. Dr. Hariyono. Kepala BPIP ini berkata, “Pancasila harus menjadi inspirasi agar kita penuh kreasi dan inovasi sehingga kita bisa berprestasi”.

Salah satu keprihatinan yang terjadi saat ini adalah minimnya pembelajaran Pancasila di lingkungan pendidikan formal. Prof. Dr Hariyono menyampaikan sebuah pengalaman ketika seorang akademisi hukum mengakui bahwa dirinya tidak memiliki pengalaman mendalami Pancasila.

Brigjen Pol Drs. H. Herwan Chaidir memberikan paparan dalam sarasehan. (Foto: RD David)

Sementara itu, Brigjen Pol Drs. H. Herwan Chaidir menegaskan agar kita waspada terhadap bibit-bibit baru radikalisme. Penyelesaian radikalisme memerlukan soft approach dan hard approach.

Para tokoh agama yang hadir pun memberikan responnya terhadap materi sarasehan ini. Semua tokoh agama setuju dan mengamini agar nilai-nilai agama dikembalikan sehingga manusia bisa saling memanusiakan.

Jika surga itu dicapai dengan cara kekerasan dan kebencian, mungkin orang muda zaman sekarang tidak mau masuk surga karena surga itu berisik. Ungkapan ini pun terlontar dalam sarasehan yang dimulai Pkl.08.30 ini.

Sarasehan yang diselenggarakan oleh Disbintalad ini dalam rangka menjalin sebuah harmoni dan sinergitas antara TNI dengan para togamas dan akademisi untuk membangun Indonesia yang maju dan adil melalui nilai-nilai final bangsa ini : Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Para peserta sarasehan yang terdiri dari para pejabat TNI, tokoh agama dan masyarakat serta kaum akademisi di Disbintalad, Jakarta. (Foto : RD David)

Persoalan radikalisme perlu upaya bersama yang sinergis. Tutur Kadisbintalad Brigjen TNI Asep Syarifudin.

Serumit dan sepelik apapun masalah yang dihadapi jika masalah itu diselesaikan sama-sama masalah itu dapat diselesaikan dengan baik. Saatnya kita membangun; polemik ini harus segala diakhiri. Mari kita sama sama membangun dengan sungguh-sungguh sehingga amanat UUD 1945 tercapai. 

(RD David)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks