Bukan Sekadar Iman Warisan

Loading

Kamis, 21 November 2019
Peringatan Wajib Santa Maria Dipersembahkan kepada Allah
Bacaan 1  : 1Mak. 2:15-29
Mazmur    : Mzm. 50:1-2,5-6,14-15
Injil     : Luk. 19:41-44

HARI ini Gereja merayakan Santa Maria dipersembahkan kepada Allah. Melalui perayaan ini, kita diajak untuk mengingat bagaimana Maria telah dipilih Tuhan bahkan sebelum ia dikandung ibunya, dan orang tua serta Maria sendiri telah menanggapi pilihan itu dengan mempersembahkan hidupnya bagi Allah.

Menurut tradisi, Yoakim dan Anna–orang tua Maria telah menikah selama 50 tahun namun tidak memiliki anak. Yoakim dan Maria adalah orang saleh yang selalu memberikan sebagian besar harta miliknya bagi kaum miskin dan Bait Allah. Dengan keyakinan bahwa Allah sanggup melakukan mukjizat sebagaimana yang Ia lakukan pada Abraham dan Sara, mereka berdoa memohon seorang anak. Allah mendengarnya dan mengutus malaikat Gabriel kepada mereka untuk menyampaikan berita akan kelahiran Maria. Mendengar kabar ini, Yoakim dan Anna berjanji akan mempersembahkan anak mereka untuk melayani Allah di Bait Suci-Nya.

Ketika Maria berusia tiga tahun, Yoakim dan Anna memenuhi janji tersebut. Mereka membawa Maria ke Bait Allah di Yerusalem untuk dipersembahkan kepada Allah. Maria pun tinggal di lingkungan Bait Allah dan melayani Tuhan dengan penuh sukacita setiap hari sampai pada waktu ia bertunangan dengan Yusuf. Setelah itu, kita tahu bagaimana Maria telah melaksanakan kehendak Bapa dengan sempurna untuk menjadi Bunda dari Putera-Nya, Yesus.

Seperti Maria, kita juga dipanggil oleh Allah melalui pembaptisan yang kita terima. Dengan pembaptisan, hidup kita yang diberikan oleh Allah dipersembahkan kembali kepada Allah. Sebagian besar dari kita mungkin tumbuh dalam keluarga Katolik dan dibaptis sejak bayi, sehingga kita pun telah familiar dengan Sabda Allah melalui pengajaran-pengajaran dan ibadat yang kita ikuti sejak kecil. Namun, apakah sampai saat ini kita sungguh telah menghidupi Sabda Allah tersebut?

Mempersembahkan diri seutuhnya bagi Allah memang tidak mudah. Dalam bacaan pertama, kita melihat totalitas iman Matatias yang tidak gentar membela hukum Allah, sekalipun ditawarkan dengan harta benda dan kekuasaan. Jika seandainya kita berada di posisi Matatias, sanggupkah iman kita memberi keberanian sebesar itu? Apakah justru iman kita telah lama mandeg; tidak bertumbuh karena kita memperlakukannya hanya sebagai warisan dari keluarga?

Pembaptisan hendaknya tidak dianggap sebagai titik akhir, melainkan titik tolak penyerahan hidup bagi Allah. Supaya sungguh hidup bagi-Nya, kita perlu membuat komitmen dari hari ke hari untuk melawan dosa yang ditawarkan dunia dan hidup dalam kekudusan–dalam Bait Suci-Nya. Yesus telah memperingatkan bahwa Hari Tuhan bisa datang kapan saja tanpa diketahui siapa pun. Saat hari itu tiba, semoga kita telah memelihara iman dan menyerahkan hidup kita pada kehendak Allah dengan sungguh.


Allah Bapa, jadilah benteng kekuatan kami saat godaan dosa menerpa. Semoga dengan segala keterbatasan kami, Engkau menuntun kami untuk tetap layak hidup dalam hadirat-Mu. Bunda Maria, doakanlah kami. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks