Bahagia yang Sesungguhnya

Loading

Jumat, 22 November 2019
Pekan Biasa XXXIII
PW Santa Sesilia, Perawan dan Martir
Bacaan I : 1Mak. 4:36-37,52-59
Mazmur   : 1Taw. 29:10,11abc,11d-a2a,12bdc
Injil    : Luk. 19:45-48

APA yang membuat Anda bahagia? Apakah itu harta yang berlimpah? Atau kedekatan dengan keluarga? Mungkin ada juga di antara Anda yang merasa bahwa kebahagiaan ditandai dengan ketiadaan rasa sedih dan sakit? Tentunya setiap orang memiliki definisi sendiri mengenai kebahagiaan, dan definisi-definisi ini bisa jadi sangat berbeda satu sama lain.

Saya akan menceritakan satu definisi kebahagiaan bagi salah satu orang kudus, yakni Santa Sesilia yang diperingati Gereja pada hari ini. Bagi Sesilia, kebahagiaannya terletak pada cintanya yang begitu dalam kepada Kristus. Perasaan itu ia ungkapkan melalui puji-pujian bagi Tuhan di hari upacara perkawinannya, dan imannya pun membawa suaminya kepada pertobatan. Di masa-masa akhir hidupnya, Sesilia menghadapi berbagai macam siksaan dari para tentara Romawi dengan penuh keberanian. Baginya, memilih antara menyangkal cintanya pada Kristus atau menghadapi kematian bukanlah hal sulit: ia dengan gembira menyambut penderitaan dan wafatnya, karena ia tahu maut pun tidak berkuasa memisahkannya dari Tuhan.

Dalam bacaan pertama hari ini, kita pun diajak untuk melihat reaksi Yudas Makabe dan saudara-saudaranya dalam menghadapi keterpurukan setelah serangan musuh. Alih-alih meratapi nasib, mereka memilih untuk mentahirkan dan menahbiskan kembali tempat kediaman Allah. Diliputi sukacita dan rasa syukur yang berlimpah, mereka melambungkan pujian ke Surga dan mempersembahkan kurban-kurban bakaran.

Sementara itu, dalam Injil kita juga melihat gambaran bangsa Israel yang bahagia berada di Bait Allah. Namun kali ini, bukan hanya karena Bait Allah merupakan rumah doa yang kudus, melainkan karena Sang Mesias sendiri sedang berada dan bersabda di dalamnya, seperti yang dicatat oleh penulis Injil: ‘seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia’.

Saudara-saudari terkasih dalam Yesus Kristus, pengajaran dan pengorbanan Yesus adalah cara-Nya menunjukkan bagi kita bahwa tujuan hidup dan kebahagiaan utama kita bukan terletak pada suatu hal apapun di dunia fana ini, melainkan di dalam Kerajaan Allah. Rasa senang akan pujian atau kekuasaan yang kita miliki memang wajar, namun ingatlah untuk menerimanya dengan rendah hati, sebab semuanya itu adalah milik Allah. Keterikatan dengan hal-hal duniawi hanya akan mendatangkan kesenangan semu. Sebaliknya, ketulusan hati untuk mendengarkan serta hidup dari Sabda-Nya akan membawa kita pada kebahagiaan abadi yang sejati.

Jadi, definisi kebahagiaan mana yang akan Anda pilih?

[Frater Wolfgang Amadeus Mario Sara/RDHJ]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!