Sabtu, 23 November 2019
Pekan Biasa XXXIII
Bacaan I : 1Mak 6:1-13
Bacaan Injil : Luk 20:27-40
Setiap manusia memiliki cara berpikirnya sendiri. Bacaan hari ini sangat menarik, karena terjadi sebuah perdebatan antara Yesus dan orang Saduki. Kisah ini khas hanya dimiliki oleh Injil Lukas; Terutama orang-orang Saduki beberapa kali dimunculkan oleh Lukas (bdk Kis 4:1;5:17;23:6-8). Sebutan Saddoukaioi (dalam bahasa ibrani Tsadhoqim) merujuk pada keturunan iman Zadok yang eksis pada masa pemerintahan Raja Daud (2 Sam 8:17;1 Taw 6:8). Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, mari kita sedikit mengenal orang Saduki. Mereka merupakan kelompok orang-orang kaya (ningrat), baik imam maupun awamnya, cenderung taat pada hukum Taurat. Dan seperti yang diketahui, hukum tersebut tidak menyebutkan kata ‘kebangkitan’. Karena itu mereka menolak penjelasan tambahan mengenai kebangkitan.(Kis 23:8; ay 1-2)
Dengan latar belakang itulah, dialog dengan Yesus menjadi manarik. Perbedaan pemahaman mengenai kehidupan setelah kematian menjadi konsentrasi dialog mereka. Orang-orang Saduki menggunakan teka-teki perkawinan ipar, yang ternyata juga sering dilontarkan kepada orang-orang Farisi. Yesus dalam hal ini sangat tenang menanggapi maksud terselubung orang Saduki; dengan menggunakan kitab Taurat yang diacu oleh mereka, Yesus mengkisahkan penampakan Allah kepada Musa, dan dalam kisah itu Allah memperkenalkan diri sebagai Allah Abraham, Allah Ishak, Allah Yakub (Kel 3:6,15). Sebuah kesaksian tentang bangkitnya orang-orang mati, bahwa Abraham memang hidup dalam kesaksian Lazarus yang duduk di pangkuannya (Luk 16: 22-31), hal itu membuat orang-orang Saduki terdiam tanpa kata.
Saudara-saudari terkasih, dalam pemikiran Santo Bonaventura manusia dapat mengenal Allah meskipun bersifat terbatas. Demikian juga tentang kehidupan setelah kematian atau kerajaan Allah itu sendiri, manusia terbatas melihat pantulan-pantulan yang samar-samar. Santo Bonaventura memakai simbol serafim, malaikat yang memiliki enam sayap, yang tampak dalam pengelihatan Santo Fransiskus, Asisi. Ia menggunakan enam sayap serafim sebagai ibarat tangga (scala) menuju Allah. Terinspirasi kisah Yakub (Kej 28:12), dalam setiap anak tangga Bonaventura menggambarkan seperti cermin (speculum) yang memantulkan wajah Allah atau Sang Pencipta.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Yesus Kristus, dalam hal ini saya ingin menyampaikan bahwa manusia tidak pernah dapat melihat Allah secara ‘gamblang’ atau jelas. Berdasarkan kisah Musa dan Bonaventura, Kerajaan Allah selalu hadir melalui perantara. Tidak jarang kita hanya menangkap pantulan-pantulan, Lalu bagaimana kita dapat melihat secara jelas dan terang? jawabannya ketika kita berada bersama Allah dalam Kerajaan-Nya nanti. Oleh Karena itu, Allah itu untuk orang-orang hidup. Kita yang masih berziarah dalam dunia orang-orang hidup senantiasa harus memelihara iman kita mendekatkan diri pada wajah Allah serta percaya akan kehidupan kekal dan kebangkitan orang-orang mati yang merupakan dasar iman kita, jangan menunggu ketika kita sudah tidak hidup. –Frater Petrus Damianus Kuntoro-
Allah sumber hidup kekal, ajarlah kami untuk senantiasa menghadirkan Kerajaan-Mu di tengah dunia ini. Jadikanlah hati kami tempat kediamaan-Mu. Dan mampukanlah kami untuk menyadari kehadiran-Mu sebagai Allah yang meraja, sumber hidup kekal. Amin