Persembahan yang Sempurna

Loading

Senin 25 November 2019 
Bacaan I     : Dan 1: 1-6.8-20 
Bacaan Injil : Luk 21:1-4

Di masa ini, smartphone dan media sosial menjadi dua hal yang hampir tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia modern. Melalui media sosial, orang-orang tidak hanya bisa saling berkomunikasi, melainkan juga saling berbagi informasi mengenai hidup sehari-harinya dalam bentuk gambar dan video bahkan secara real time. Bagi sebagian orang, fitur media sosial ini menjadi ajang untuk memperlihatkan kebahagiaannya yang tergambar dalam aktivitas liburan, harta benda, bahkan kegiatan amal yang mereka lakukan. Seringkali–dan tanpa mereka sadari, kebiasaan ini menimbulkan dampak buruk bagi orang-orang lain yang melihatnya. Banyak orang mulai membandingkan diri dengan gaya hidup mewah teman-teman atau idola mereka yang ditampilkan di media sosial, sehingga mereka pun menjadi iri, merasa berkekurangan, dan bahkan depresi.

Pada bacaan Injil hari ini, Yesus menunjukkan betapa berharganya sikap seorang janda miskin yang mau memberikan persembahan dari kekurangannya. Meski hidup tidak berkecukupan secara materi, hidupnya dipenuhi rasa syukur kepada Allah, sehingga hatinya tergerak untuk memberi persembahan. Yesus melihat hal ini dan membandingkannya dengan para ahli Taurat yang suka menampilkan diri mereka sebagai kaum saleh dan terpandang, namun sering berlaku curang. Bagi Tuhan, ketulusan hati sang janda miskin jauh lebih berarti dari sekadar penampilan para ahli Taurat.

Allah mengetahui segala sesuatu, termasuk seluruh kekurangan dan kelebihan tiap manusia–sebab Ia sendiri yang menciptakan manusia seturut gambar dan rupa-Nya. Ketika manusia memandang kelemahan dirinya sebagai kekurangan yang perlu disesali dan diingkari, Allah melihat sebaliknya. Karena kita memiliki kelemahan, kita tidak bisa melakukan segala sesuatunya sendirian. Kelemahan menyadarkan kita bahwa hidup kita bergantung sepenuhnya pada kuasa Allah, yang berkarya melalui berbagai cara. Dengan belajar dari sang janda miskin, kita tahu bahwa kita dapat selalu bersyukur, tidak perlu menunggu hingga diri kita menjadi sempurna, karena kita tidak akan pernah mencapai kesempurnaan itu.

Mari rengkuh semua kelebihan dan kelemahan kita, dan mulai melakukan hal-hal sederhana tanpa perlu mengkhawatirkan ‘apa kata orang’. Di tengah perlombaan ‘menampilkan kesempurnaan hidup’ dalam media sosial, tetaplah berpegang pada Firman Tuhan, dan mulailah memandang diri kita yang tidak sempurna sebagai persembahan yang sempurna bagi Allah.

(Fr. Albertus Aris Bangkit Sihotang)


Allah Bapa di Surga, Engkau mengetahui hati tiap manusia dan memelihara hidup kami. Ajarlah kami untuk selalu bersyukur dan tidak ragu berbagi atas semua yang telah Engkau karuniakan, sehingga hidup kami pun layak menjadi persembahan bagi-Mu. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks