Kamis, 5 Desember 2019
Masa Adven 1
Bacaan 1 : Yes 26:1-6
Mazmur : Mzm 118:1.8-9.19-21.25-27a
Injil : Mat 7:21.24-27
ENTAH mengapa di sebuah asrama terjadi masalah besar yang berasal dari hal kecil. Para senior beranggapan bahwa zaman sekarang adik-adik kelasnya sulit diatur. Para senior ini pun membandingkan dengan saat-saat mereka masih junior. Berbagai spekulasi mengenai penyebabnya mulai muncul untuk memecahkan masalah tersebut. Sikap yang kurang tegas karena keputusan mereka untuk tidak membuat jarak dengan para junior, kurangnya pendirian dari par junior, muncul menjadi spekulasi mereka atas masalah ini. Ada satu senior yang memutuskan untuk melakukan survei kecil-kecilan mengenai masalah ini. Jawaban yang didapat pun mengejutkan mereka. Para adik kelas ini beranggapan bahwa para senior tidak mencontohkan hal-hal baik yang dapat diteladani oleh mereka. Ternyata masalah keteladanan inilah adik-adik kelas ini menjadi sulit disiplin.
Bacaan Injil pada hari ini menyatakan bahwa Yesus tidak menyukai orang yang memiliki paham No Action Talk Only, alias orang yang hanya berani berbicara namun tidak berani untuk melakukan sesuatu sesuai apa yang dibicarakannya. Banyak orang yang berteriak ‘Tuhan! Tuhan!’ dan berharap akan masuk Kerajaan Surga, tetapi orang-orang tersebut tidak melakukan kehendak Bapa-Nya. Banyak yang meminta diselamatkan, tetapi tingkah lakunya tidak mencerminkan untuk diselamatkan. Padahal, tindakan itu mencerminkan siapa kita sesungguhnya. Jika kita percaya bahwa kita adalah anak-anak Allah, maka kita harus menunjukkan itu melalui perbuatan-perbuatan. Perbuatan-perbuatan baik inilah yang membuat perbedaan dan memberikan teladan. Perbuatan-perbuatan yang mencerminkan sebagai anak Allah memberikan makna yang luar biasa bagi orang-orang yang merasakannya, sehingga mereka merasakan kasih Allah yang melimpah dan akhirnya mau diselamatkan juga oleh Yesus dengan dibaptis.
Beberapa tahun lalu, Paus Fransiskus memberikan jawaban yang indah kepada seorang anak yang khawatir apakah ayahnya masuk surga. Anak itu berkata bahwa ayahnya adalah seorang atheis, namun ayahnya mengizinkan keempat anaknya untuk dibaptis. Saat itu, Paus Fransiskus menjawab bahwa ayahnya adalah orang yang baik hati, dan Allah pun memiliki hati seorang Bapak yang penuh belas kasih. Jawaban ini memberikan gambaran bahwa Allah menyelamatkan orang-orang yang hidupnya berkenan pada-Nya. Demikian juga keteladanan pun bukan persoalan jarak senior-junior, melainkan bagaimana seseorang dapat menunjukkan integritas dalam menjalani hidup sesuai kebenaran.
Marilah kita membangun hidup di atas Sabda Allah, dan hidup seturut kehendak-Nya.
[Fr. Michael Randy]