Bertempat di Paroki Santo Petrus-Cianjur, Rangkaian kegiatan Sinode Para Uskup tingkat parokial terus berlanjut. Diadakan pada hari Sabtu, 29 Januari 2022 kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 103 peserta rekoleksi sinode yang terdaftar.
Pada kesempatan ini, refleksi sinode bertema tentang Transformasi Pelayanan Gereja. Dalam sambutannya, RP Bonefasius Budiman, OFM selaku Pastor Paroki Santo Petrus-Cianjur mengatakan bahwa peristiwa ini adalah peristiwa iman yang menguatkan kita semua. Kesempatan ini juga merupakan suatu sejarah karena Sinode Para Uskup kini melibatkan umat beriman di seluruh dunia. Lebih lanjut Ia mengatakan, bahwa dalam proses rekoleksi sinode jangan ragu untuk men-sharingkan apa yang dirasakan karena ini sangat bermakna. Semoga proses rekoleksi dapat berjalan dengan baik dan sungguh-sungguh menguatkan iman kita.
Anton Sulis selaku Ketua SC Sinode Para Uskup Tingkat Keuskupan Bogor dalam sambutannya mengatakan bahwa hasil pertemuan hari ini akan dikumpulkan dan dirumuskan bersama. Maka diharapkan kita semua dapat hadir dan bersama-sama berdoa dan mendengarkan Roh Kudus. Karena kuasa Roh Kudus dapat membuat kita semua setia sampai akhir.
RD Yohanes Suparta selaku Ketua Umum Sinode Para Uskup Tingkat Keuskupan Bogor mengatakan dalam sambutannya bahwa Sinode ini bertujuan untuk mewujudkan hakikat Gereja yang ingin kita pelajari dari para jemaat perdana. Mereka tidak hanya berjumpa tapi juga membicarakan hal-hal yang perlu diwujudkan dalam Gereja. Maka kita akan belajar dari mereka untuk berkumpul dan berdoa bersama-sama.
Kegiatan dilanjutkan dengan ibadat pembuka yang dipimpin oleh RD Yosef Irianto Segu dan Sr Grace KYM.
Mengambil Peran Dalam Pengembangan
Dalam sesi pengantar yang disampaikan oleh Sr Grace KYM dikatakan bahwa rekoleksi dimaksudkan untuk menghidupkan semangat jalan bersama, menyegarkan iman umat, rekoleksi juga mengingatkan karya penyelamatan Tuhan dalam himpunan keluarga Allah. Selain itu rekoleksi dimaksudkan untuk membuka diri terhadap Roh Kudus, mengambil peran dalam upaya pengembangan Gereja Katolik dan menemukan kesegaran baru dalam hidup beriman.
Masih dalam penjelasan, disampaikan bahwa rekoleksi dimaksudkan untuk memberi ruang pada setiap orang berpartisipasi dengan menemukan, menyampaikan dan terlibat dalam hal-hal baik demi perkembangan Gereja. Baik demi perkembangan Gereja di tingkat keuskupan maupun di tingkat universal.
Memerlukan Pertobatan
Dalam narasi refleksi yang dibawakan oleh RP Athanasius Maria, CSE dikatakan bahwa Gereja harus menjadi Gereja yang ke luar yaitu komunitas murid yang misioner, Gereja yang mengambil inisiatif, melibatkan diri, mendampingi, dan menghasilkan buah.
Tentang “mengambil inisiatif”, Tuhan memberi contoh dengan lebih dulu mencintai tanpa gentar mengambil langkah pertama, bergerak menemui, mencari yang jauh, mendatangi orang di jalan dan mengundang yang terkucilkan.
Tentang “melibatkan diri”, seperti Yesus membasuh kaki para murid. Komunitas penginjil melalui karya sehari-hari melibatkan diri dalam kehidupan orang lain, mendekatkan yang berjarak, dan merendahkan diri.
Tentang “mendampingi”, seperti Yesus yang menyertai manusia di setiap langkah atau prosesnya,yang mungkin keras dan panjang, kesabaran yang tidak lagi memperhitungkan batas.
Paus Fransiskus membuat seruan yang kuat untuk pertobatan seluruh Gereja. Pertobatan sebagai syarat untuk pewartaan Injil. Hilangnya otoritas dan sentralitas kekatolikan di dunia kontemporer bukanlah kekalahan, tetapi kesempatan untuk kembali ke Injil.
Menemukan Sukacita Injil
Paus Fransiskus menegaskan secara jelas bahwa identitas dan ciri dasar Gereja adalah misioner. Gereja ada karena diutus. Gereja harus berani untuk keluar, tidak tinggal diam dan tenggelam di dalam, atau berpusat pada diri sendiri. Lebih baik melihat Gereja yang kotor, memar, dan lelah karena keluar, berada di jalanan dunia, daripada sakit dan lesu karena diam di dalam, tidak beranjak dari tempat nyamannya. Gereja harus berani mentransformasi diri dalam hal nilai hidup dan pelayanan-pelayanan dengan terang nasihat Injil.
Orang Katolik adalah orang yang pertama-tama menemukan sukacita Injil, mengalaminya secara batiniah, dan membaca kembali kehidupannya sendiri dalam terang Sabda dan wajah Kristus. Kemudian, dia keluar dari dirinya sendiri, menuju orang lain: “Sukacita Injil yang memenuhi kehidupan komunitas para murid adalah sukacita perutusan” (EG 21).
Peran Di Dalam Gereja
Setelah sesi narasi refleksi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi sharing. Sharing dilakukan secara berkelompok dan terdapat 4 kelompok yang terdiri dari beberapa kategori seperti BIA, BIR, OMK, Dewasa dan Lansia. Setelah sesi sharing, dilanjutkan dengan sesi peneguhan yang dibawakan oleh RD Yosef Irianto Segu. Dalam peneguhan Romo Segu mengatakan bahwa kita ini berbeda. Mulai dari pikiran, bakat, karunia tapi kita disatukan oleh satu hal yaitu Tuhan Yesus Kristus. Namun biarpun berbeda kita memiliki peran masing-masing di dalam kehidupan ini. Sama-sama memiliki tugas yang baik.
Kita memiliki baptisan yang sama sehingga kita dilayakan dalam peran kita. Maka jangan merasa berkecil hati dengan apa yang kita miliki. Dalam proses sharing kita bertemu dengan Tuhan. Dengan mendengarkan kita berempati terhadap cerita orang lain. Hal ini membawa kita kepada perubahan baik seperti pertobatan. Ada kebenaran-kebenaran yang membawa kita ke hal yang baik.
Lebih lanjut, Pastor Vikaris Parokial Paroki Hati Maria Tak Bernoda-Cicurug tersebut mengatakan dengan mendengarkan Roh Kudus, kita diarahkan kepada kebaikan. Paus Fransiskus ingin kita mendengarkan Roh Kudus setiap hari dengan cara berdoa. Kita juga diharapkan untuk bertanya mengenai peran kita di dalam Gereja.
“Oleh karena itu, kita diajak untuk ambil bagian dalam berperan nyata dalam kehidupan kita sehari-hari dengan setia menjadi saksi keselamatan Kristus dan terus berjuang setia dalam karya-karya baik yang bisa kita lakukan,” Pesan Romo Segu kepada para peserta yang hadir.
Kegiatan dilanjutkan dengan foto bersama lalu kemudian dilanjutkan Perayaan Ekaristi yang diadakan secara konselebrasi dan dipimpin oleh RD Yohanes Suparta yang didampingi RP Bonefasius Budiman, OFM, RP Athanasius Maria, CSE dan Fr Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara.
Dalam homilinya, Vikaris Jenderal (Vikjen) Keuskupan Bogor tersebut bahwa kita diajak belajar bahwa dalam kehidupan beragama ada dua kemungkinan yaitu yang pertama adalah orang yang kaku terhadap aturan sehingga menjadi intoleran. Di sisi lain ada orang yang hanya ingin mengalami mukjizat jadi seolah-olah jika tidak ada mukjizat maka beranggapan bahwa Tuhan tidak mengasihi.
Lebih lanjut dalam homilinya, Ia mengatakan bahwa kasih dibuktikan dengan tindakan nyata. Roh Tuhan ada pada kita dan membiarkan Roh tersebut bekerja dengan apa adanya dalam diri kita. Roh Tuhan diajak untuk melakukan sesuatu dalam diri kita. Karya Roh Kudus sungguh bekerja dalam diri kita dalam tindakan-tindakan yang membawa kita pada kebenaran, hal-hal baik yang dapat membuat kita membantu orang lain.
Maria Dwi Anggraini-Komsos Keuskupan Bogor