Sabtu, 05 Maret 2022
Hari Sabtu Sesudah Rabu Abu (U)
Bacaan: Yesaya 58:9b-14
Mazmur: 86:1-2.3-4.5-6; R:11a
Bacaan Injil: Lukas 5: 27-32
Kita tentu tahu bahwa situasi pandemi Covid-19 mengharuskan kita untuk mengalihkan segala kegiatan dari konvensional ke dunia virtual atau maya, terutama untuk berinteraksi dengan sesama. Ada berbagai macam platform yang disediakan seperti Twitter, Instagram, Tiktok dst, menjadi ruang interaksi ‘baru’. Baru dalam arti intensitasnya. Banyak orang berlomba-lomba untuk menunjukkan eksistensi dirinya di sana.
Pertunjukkan eksistensi diri itu diperlihatkan melalui unggahan-unggahan foto dan video beserta captionnya. Ketika foto dan video diunggah di platform media sosial, maka mengundang komentar-komentar dari orang lain, terutama kalau postingan-postingan yang berbau SARA, politik dst. Komentar-komentar yang sering diperlihatkan adalah saling menyinggung dan menjelekkan. Hal ini dilakukan karena ingin menunjukkan bahwa dirinya (kelompoknya-lah) yang paling benar dan kelompok lain tidak.
Ilustrasi di atas ingin menunjukkan bahwa sikap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat masih eksis hingga saat ini. Meski dalam cara dan konteks yang berbeda. Sikap orang yang berusaha mengomentari apapun yang dilakukan (diposting) orang lain adalah representasi dari sikap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka menganggap diri paling benar karena menguasai hukum Taurat. Oleh karena itu, orang yang tidak hidup berdasarkan hukum Taurat yang berlaku, akan dikecam habis-habisan, bahkan mengucilkannya.
Sebagaimana yang digambarkan dalam Injil hari ini, dimana Injil mengisahkan bahwa orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus. Mereka berkata; “Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Lalu, Yesus menjawab kata-Nya; “Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib, melainkan orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa supaya mereka bertobat.”
Dalam masa Prapaskah selama 40 ini menjadi kesempatan untuk melihat dan merefleksikan kembali perjalanan hidup kita. Maka pertanyaannya adalah apakah media sosial yang kita gunakan lebih banyak menghadirkan sukacita bagi orang lain atau malah sebaliknya? Jika sebaliknya, maka datanglah kepada Tuhan dan mintalah pada-Nya untuk membimbing kita. Sebab, itulah yang dikehendaki-Nya. Asal kita bersedia membuka hati dan bersungguh-sungguh untuk bertobat. Ini selaras dengan sabda-Nya; “Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib, melainkan orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi berdosa supaya mereka bertobat” (lih. Luk. 5:31-32).
Fr. Vabianus Louk