Rangkaian perhelatan Sinode Para Uskup di tingkat parokial terus berlangsung. Kali ini, Paroki Santo Paulus-Depok Lama menjadi pelaksana rekoleksi sinode pada hari Minggu, 13 Maret 2022. Pada kesempatan ini, refleksi sinode bertema Transformasi Pelayanan Gereja. Bertempat di Aula Paroki, kegiatan diawali dengan registrasi peserta yang berjumlah 100 orang, lalu dilanjutkan dengan pembagian kelompok.
Dalam sambutannya, RP Agustinus Anton Widarto, OFM selaku Pastor Paroki Santo Paulus mengucapkan rasa terima kasihnya kepada seluruh peserta yang hadir. Ia pun mengajak peserta untuk merefleksikan bagaimana Gereja ingin bergerak dan berjalan bersama karena Gereja adalah kita dan Gereja adalah persekutuan orang-orang beriman.
RD Marselinus Wisnu Wardhana dalam sambutannya mengatakan bahwa Keuskupan Bogor mengadakan sinode dalam bentuk rekoleksi karena yang penting adalah bagaimana kita berjumpa, bersama dan saling mendengarkan karena Roh Kudus pun juga menuntun kita sampai pada tempat ini. Segala sesuatu yang berkaitan dalam sinode ini silahkan disharingkan untuk memperkaya satu sama lain. Selain itu, bagaimana kita membagikan pengalaman rohani berdasar dari Roh Kudus yg menuntun kita juga.
Kegiatan dilanjutkan dengan ibadat pembuka yang dipimpin oleh RD Marselinus Wisnu Wardhana dan Fr Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara.
Mengambil Peran Dalam Pengembangan Gereja Katolik
Dalam sesi pengantar yang diberikan oleh fasilitator sinode yaitu Ibu Rini disampaikan arahan proses rekoleksi agar peserta mengetahui alur selama rekoleksi dan menjelaskan bahwa rekoleksi dimaksudkan untuk menghidupkan semangat Jalan Bersama yaitu menyegarkan iman umat dan untuk menguatkan semangat sebagai teman seperjalanan bagi umat lain. Rekoleksi sinode ini mengingatkan bahwa karya penyelamatan Tuhan bekerja dalam himpunan keluarga umat Allah-bukan orang per orang.
Selain itu, rekoleksi juga menjadi jalan dalam membuka diri terhadap Roh Kudus dan merupakan tujuan rekoleksi diadakan. Rekoleksi menjadi saat untuk membiarkan diri untuk dibimbing dan mendengar Roh Kudus, melepaskan dominasi otak/pikiran, memberi ruang lebih pada suara hati.

Selain itu, mengambil peran dalam upaya pengembangan Gereja Katolik juga menjadi tujuan rekoleksi yang dimaksudkan untuk memberi ruang pada setiap orang untuk berpartisipasi. Yaitu terlibat, menemukan, dan menyampaikan hal baik demi perkembangan Gereja baik di tingkat keuskupan maupun universal.
Pertobatan Seluruh Gereja
Dalam narasi refleksi yang dibawakan oleh Pak Ricko dikatakan bahwa Gereja harus menjadi Gereja yang ke luar yaitu komunitas murid yang misioner, Gereja yang mengambil inisiatif, melibatkan diri, mendampingi, dan menghasilkan buah.
Tentang “mengambil inisiatif”, Tuhan memberi contoh dengan lebih dulu mencintai tanpa gentar mengambil langkah pertama, bergerak menemui, mencari yang jauh, mendatangi orang di jalan dan mengundang yang terkucilkan.
Tentang “melibatkan diri”, seperti Yesus membasuh kaki para murid. Komunitas penginjil melalui karya sehari-hari melibatkan diri dalam kehidupan orang lain, mendekatkan yang berjarak, dan merendahkan diri.
Tentang “mendampingi”, seperti Yesus yang menyertai manusia di setiap langkah atau prosesnya,yang mungkin keras dan panjang, kesabaran yang tidak lagi memperhitungkan batas.
Untuk semua itu, kita memerlukan pertobatan yang terus menerus dan upaya bersama untuk membuat perubahan atau transformasi. Bukan kebetulan bahwa gereja duniawi disebut oleh tradisi sebagai gereja peziarah, yaitu gereja dalam perjalanan, kita masih di pengasingan jauh dari Tuhan (2 Kor 5:6), seperti yang diingatkan oleh Konsili Vatikan II (Lumen Gentium, 48). Orang Katolik harus pertama-tama pergi mencari Tuhan agar kemudian mengalami pertobatan sebagai bekal utama karya perutusannya.
Paus Fransiskus membuat seruan yang kuat untuk pertobatan seluruh Gereja. Pertobatan sebagai syarat untuk pewartaan Injil. Hilangnya otoritas dan sentralitas kekatolikan di dunia kontemporer bukanlah kekalahan, tetapi kesempatan untuk kembali ke Injil.
Gereja Ada Karena Diutus
Dalam sesi narasi refleksi ini dituturkan bahwa Paus Fransiskus menegaskan secara jelas bahwa identitas dan ciri dasar Gereja adalah misioner. Gereja ada karena diutus. Gereja harus berani untuk keluar, tidak tinggal diam dan tenggelam di dalam, atau berpusat pada diri sendiri. Lebih baik melihat Gereja yang kotor, memar, dan lelah karena keluar, berada di jalanan dunia, daripada sakit dan lesu karena diam di dalam, tidak beranjak dari tempat nyamannya. Gereja harus berani mentransformasi diri dalam hal nilai hidup dan pelayanan-pelayanan dengan terang nasihat Injil.
Orang Katolik adalah orang yang pertama-tama menemukan sukacita Injil, mengalaminya secara batiniah, dan membaca kembali kehidupannya sendiri dalam terang Sabda dan wajah Kristus. Kemudian, dia keluar dari dirinya sendiri, menuju orang lain: “Sukacita Injil yang memenuhi kehidupan komunitas para murid adalah sukacita perutusan” (EG 21).

Setelah sesi narasi refleksi, kegiatan dilanjutkan dengan sesi sharing. Sharing dilakukan secara berkelompok dan terdapat 4 kelompok. Sesi sharing ditutup dengan sesi peneguhan yang dibawakan oleh RD Marselinus Wisnu Wardhana. Dalam sesi peneguhan ini dikatakan bahwa kehadiran dan perjumpaan pada hari ini menyenangkan. Kehadiran dan persekutuan ini menghasilkan.
Sekretaris Jendral Keuskupan Bogor tersebut pun menyampaikan bahwa saat sharing yang dijalankan tadi banyak hal yang perlu diperbaiki dan butuh usaha bersama. Sharing yang dilakukan pun merupakan sebuah cara yang membuat kita semua semakin ingin mengenal Kristus.
“Kita semua berbeda dan kita menghargai perbedaan itu. Meskipun berbeda kita dibekali pengalaman untuk bersama yaitu dibekali dengan kesadaran bahwa kita semua adalah Gereja saat sudah dibaptis dan kita sudah bermisi dengan cara masing-masing. Kita dapat menunjukkan kualitas keadilan dengan mendengarkan orang lain dari kebenarannya. Walau berbeda, namun kita tetap mau berjumpa dan mensyukuri walau berbeda,” tuturnya.
Setelah sesi peneguhan berakhir, kegiatan dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi diadakan secara konselebrasi. RD Yohanes Suparta bertindak sebagai konselebran utama dan didampingi oleh RP Agustinus Anton Widarto OFM, RD Marselinus Wisnu Wardhana, RD Andreas Arie Susanto, dan Fr Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara.

Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Bogor