Rabu, 13 April 2022
Hari Rabu dalam Pekan Suci
Bacaan Pertama : Yes. 50:4-9a;
Mazmur Tanggapan : Mzm. 69:8-10,21-22,31,33-34
Bacaan Injil : Mat. 26:14-25.
Bacaan-bacaan dalam Pekan Suci ini sekali pun membicarakan situasi Yesus menghadapi sengsara-Nya namun memuat ajaran berharga untuk para murid. Boleh jadi Pekan Suci menjadi kesempatan para murid untuk semakin dekat, intim dengan Yesus. Kita juga mempertimbangkan bagaimana para murid mungkin tidak sepenuhnya percaya dan tahu akan perkataan Yesus soal ‘peristiwa salib dan kebangkitan’-Nya. Menjelang kematian Yesus, keragu-raguan itu nampak pada mereka. Cerita-cerita dalam Injil pada Pekan Suci adalah gambaran bagaimana kualitas pemuridan para murid diuji kesetiaannya. Itulah mengapa layak kita sadari bahwa momen ini menjadi peneguhan kita, murid masa kini-Nya untuk memperbaiki relasi dengan Sang Mesias.
Bacaan Injil hari ini menceritakan soal tindakan Yudas yang menjual Yesus dengan seharga 30 keping perak atau syikal. Itu berarti kepercayaan Yudas soal Yesus adalah Sang Penyelamat harus dipertaruhkan seharga bayaran seorang hamba. 30 keping perak atau syikal adalah bayaran untuk seorang hamba. Hal ini jelas berseberangan dengan sikap seorang perempuan yang menyeka kaki Yesus dengan minyak narwastu (lih. Injil hari Senin). Perempuan tersebut memposisikan Tuhan sebagai yang berharga di matanya.
Dalam pengalaman beriman atau pemuridan terkadang kita jatuh pada pengalaman Yudas ini. Menjual atau mempertaruhkan iman kepada Tuhan hanya untuk ‘kepentingan’ pribadi. Memang secara manusiawi tidaklah salah untuk mempertimbangkan apa saja yang menjadi kepentingan pribadi. Namun sebagai seorang murid Kristus kiranya hal itu berbeda. Kita lantas bisa bertanya apa yang menjadi kepentingan kita? Apakah sekadar kepentingan pribadi yang sesaat atau untuk kepentingan kelak? Keselamatan. Jadi yang diperlukan sebenarnya adalah situasi bercakap yang terbuka, jujur kita pada Tuhan. Nampak bahwa Yudas memang bercakap dengan Yesus namun masih ada yang ia tutupi yakni kesalahannya.
Kesempatan untuk bertanya, bercakap dengan Tuhan adalah kesempatan di mana Ia sebenarnya meneguhkan kita. Saat kita bercakap sebenarnya Ia tidak membuat kita malu dan malah memberikan kita keteguhan hati seperti gunung (lih. Yes.50,7). Bahkan bisa menjadi cara kita untuk senantiasa setia pada-Nya. Sayangnya Yudas mungkin masih belum berani sepenuhnya jujur atas perasaan dan imannya akan Yesus. Pertanyaan Yudas masih kompromistis, tidak sepenuhnya jujur dan tidak dari hati. Itulah mengapa ia akhirnya jatuh untuk mengkhianati Yesus.
(Yulius Simson Ericson Simanjuntak – Seminaris Diosesan Bogor Filosofan III).