Berefleksi Sebagai Cara Untuk Menemukan dan Merasakan Kehadiran Allah

Kamis, 21 April 2022

Oktaf Paskah I

Bacaan I: Kis. 3:11-26

Mazmur: 8:2a. 5.6-7.8-9; R:2ab

Bacaan Injil: Luk: 24:35-48

“Damai Sejahtera Bagi kamu!” (Lukas 24:36)

Bacaan-bacaan hari ini menggambarkan tentang bagaimana Yesus menampakan diri kepada dua orang murid-Nya yang sedang dalam perjalanan ke Emaus. Kehadiran Yesus diperlihatkan lewat pernyataan-Nya; “Damai sejahtera bagimu.” Sapaan Yesus itu kemudian membuat kedua murid itu terkejut dan takut. Sebab mereka mengira bahwa Yesus adalah hantu. Ketika Yesus melihat bahwa mereka takut dan ragu-ragu maka Ia meminta supaya mereka menyentuh Dia agar mereka dapat percaya lagi. Dalam bacaan pertama digambarkan juga bahwa orang-orang yang hadir dalam khotbah Petrus di Serambi Salomo tidak percaya akan mukjizat yang dilakukan Petrus. Mereka mengira bahwa mukjizat yang dilakukan Petrus adalah bukan karya Allah, melainkan karena kesalehan Petrus.

Salah satu karakteristik atau sikap orang zaman sekarang (homo digitalis) adalah sikap “reaktif.” Sikap ini muncul dan berkembang seiring dengan kehadiran perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi tentu membawa dampak positif dan negatif. Di satu sisi teknologi mempermudah orang untuk mengakses berbagai macam sumber informasi. Namun di sisi lain perkembangan teknologi pula membuat orang terlena dan mungkin bisa lupa diri. Ketika orang terjerumus ke dalam kondisi hidup seperti ini maka akan sulit baginya mempunyai waktu untuk berefleksi.

Orang yang tidak mempunyai waktu untuk merefleksikan diri, sulit baginya untuk menemukan Tuhan dalam dirinya. Bahkan kehadiran Tuhan yang diperlihatkan lewat orang lain. Sebagaimana imam yang sedang merayakan Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi, imam adalah “in persona Christi”, yakni “bertindak atas nama Kristus.” Namun makna ini akan sulit dipahami dan diterima jika kita tidak mampu melihat kehadiran Tuhan dalam diri sendiri dan juga dalam diri sesama. Dengan demikian, kita juga akan sulit menemukan dan merasakan sapaan serta kehadiran Allah secara nyata dalam perayaan Ekaristi (realis praesentia).

Itulah yang dialami oleh kedua murid yang sedang dalam perjalanan ke Emaus. Yesus bertanya kepada mereka; “Adakah padamu makanan di sini?” Lalu, mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Kemudian Ia mengambilnya dan memakannya di depan mereka. Ia berkata kepada mereka; “Inilah perkataan-Ku, yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu” (bdk. Luk. 24:40-44). Dan juga dalam bacaan pertama yakni orang-orang yang tidak mampu melihat makna dibalik mukjizat yang dilakukan Petrus. Mereka hanya melihat apa yang terlihat secara indra (kasat mata) namun tidak mampu melihat siapa sesungguhnya dibalik terjadinya mukjizat itu. Ini menjadi salah satu persoalan beriman kita di zaman ini, terutama iman kita akan “Tubuh dan Darah Kristus.” Sadar atau tidak, terkadang kita mungkin hanya melihat Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi hanya sebagai roti dan anggur biasa. Tentu ada berbagai faktor namun bukankah prinsip utama dan paling penting untuk mengikuti Ekaristi adalah bertemu dengan Tuhan agar Ia menyapa hidup kita (memuliakan Dia dan kita dikuduskan).

‘Ketidakpercayaan’ kita akan roti dan anggur yang sesudah dikonsekrir berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus diperlihatkan lewat prinsip merayakan Ekaristi sebagai “suatu kewajiban” bukan kebutuhan. Prinsip ini yang akhirnya bisa menghambat kita untuk merasakan sapaan Tuhan dalam Ekaristi. Ini pula yang dialami oleh kedua murid, dimana mereka disapa dan bercakap-cakap dengan Yesus namun mereka tidak mengenal-Nya. Gereja mengajarkan bahwa Ekaristi adalah puncak dan sumber iman kita sebagai orang Kristiani. Kemampuan melihat makna yang tersingkap di balik fenomena (sapaan Tuhan) memang membutuhkan suatu refleksi dan permenungan yang mendalam. Dengan refleksi dan permenungan maka sebenarnya relasi kita dengan Allah akan semakin intim. Akhirnya dengan relasi intim dengan Tuhan itu, maka diharapkan mendorong kita untuk membagikannya kepada sesama dimanapun kita berada.

Fr. Vabianus Louk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks