Kamis, 23 Februari 2023
Kamis Sesudah Rabu Abu
Bacaan I: Ulangan 30:15-20
Mazmur: 1:1-2.3.4.6
Injil: Lukas 9:22-25
Apa yang terbakar oleh api hanya menyisakan abu. Dari sini kita dapat melihat bahwa abu bukan merupakan suatu produksi utama, melainkan hasil sisa dari pembakaran. Apa yang ditandai di dahi kita kemarin bukan merupakan suatu produk utama melainkan sisa dari pembakaran dan itu merupakan abu. Abu ini dapat kita padankan pula dengan sesuatu yang kotor yang di mana sudah sewajarnya ketika kita merasa kotor maka akan membersihkan diri. Lantas mengapa kita dengan kerelaan hati datang untuk ditandai di dahi kita dengan sesuatu yang kotor ini?
Saudara dan Saudari yang terkasih, dalam bacaan Injil pada hari ini kita diingatkan kembali bahwa, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut aku.” Penyangkalan diri bukan merupakan suatu kondisi sukacita yang mana terdapat tawa canda dan suka ria di dalamnya, melainkan suatu bentuk ungkapan akan kesedihan yang mendalam karena dengan segenap hatinya kita bersedih tatkala kita menyadari bahwa ternyata kita tidak bersih seperti apa yang telah kita pikirkan selama ini. Ketegaran hati kita yang selama ini ternyata telah menipu bahwa, “Saya telah berbuat baik, Saya emang orangnya gini, Saya bisanya ya seperti ini, dsb.” Seolah-olah telah membuat merasa bahwa kita telah cukup menyangkal diri dan mengikuti jalan Kristus.
Penyangkalan diri memang bukan sesuatu yang menyenangkan dan di sinilah kita seringkali terpeleset dengan mengira bahwa setiap hal yang tidak menyenangkan yang dialami oleh kita merupakan suatu bentuk penyangkalan diri. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa penyangkalan diri juga merupakan perjuangan sepanjang hidup, bahwasanya dengan menyangkal diri kita berusaha untuk tidak melakukan apa yang menjadi kehendak kita dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya. Maka kemudian timbul suatu pertanyaan, betapa sulitnya untuk menyangkal diri dan mengikuti jalan Kristus?
Saudara dan Saudari yang terkasih jika kita kembali merenungkan bersama, sesungguhnya bukan perkara sulit atau mudah untuk menyangkal diri melainkan perkara untuk mau atau tidak untuk menyangkal diri. Apakah aku mau untuk memaafkannya ketika ia telah menyakiti aku? Apakah aku mau untuk mengasihinya ketika ia telah menyakiti aku? Apakah aku mau untuk menerima kembali ia yang telah menyakiti aku? Sebagaimana kita yang pada hari Rabu Abu kemarin datang dengan kerelaan hati untuk mau ditandai dengan abu, sesuatu yang kotor, di dahi kita maka hendaknya kita juga dengan kerelaan hati untuk mau menerima kembali mereka yang telah menyakiti kita. Ingatlah bahwa tubuh juga merupakan Bait Allah dan siapakah kita untuk menolak mereka yang datang ke Bait Allah.
Fr. Yohanes Steven Ageng Wicaksono