Kamis, 09 Maret 2023
Bacaan I : Yeremia. 17:5-10
Mazmur : 1:1-2.3.4.6
Bacaan Injil : Lukas 16:19-31
Saudara-saudari yang dikasihi oleh Kristus. Kita tentu tahu bahwa kehidupan manusia kontemporer ditandai dengan manusia satu dimensi (one dimension), yaitu ingin hidup berkelimpahan harta. Hidup berkelimpahan harta memang tidak salah. Adalah tidak dapat dibenarkan jika orang ingin hidup berkelimpahan tapi menghalalkan segala cara guna mencapai tujuan itu. Contohnya adalah korupsi. Jika kita amati dengan cermat, kita akan menemukan bahwa salah satu alasan yang melatarbelakangi orang (oknum koruptor) melakukan korupsi ialah karena selalu merasa kurang dengan apa yang diperoleh atau miliki. Namun, ingin mempunyai rumah dan mobil yang mewah. Untuk bisa memperolehnya dan hidup dengan berkelimpahan harta ialah korupsi. Bahkan harta yang berasal dari korupsi itu, kerapkali mereka memamerkannya di hadapan publik melalui pola hidup mewah. Padahal harta yang dimiliki adalah milik orang lain yang diambil secara paksa melalui korupsi.
Bacaan injil hari ini menggambarkan tentang dua figur atau tokoh, yaitu; pertama adalah seorang yang kaya, yang selalu memakai jubah ungu, berpakaian kain halus dan setiap hari bersukaria dalam kemewahan. Kedua adalah seorang pengemis bernama Lazarus. Lazarus digambarkan sebagai seorang pengemis yang datang dan berbaring di dekat pintu rumah orang kaya itu. Namun, diabaikan oleh orang kaya tersebut. Bahkan ia membiarkan anjing menjilat boroknya.
Tindakan orang kaya mengabaikan pengemis bernama Lazarus dalam injil merupakan proyeksi dari perilaku para koruptor dan juga gambaran diri kita di dalam realitas kehidupan sehari-hari. Para koruptor kerap melakukan korupsi tanpa memikirkan masyarakat kalangan bawah. Mereka tidak peduli mengenai dampak buruk yang akan terjadi kedepannya yaitu semakin meningkatnya orang miskin dan menderita. Mereka hanya mementingkan diri. Mereka tidak peduli dengan apa yang akan terjadi pada orang miskin. Mereka sengaja melakukan korupsi agar masyarakat miskin semakin menderita.
Ironisnya, orang yang melakukan korupsi adalah orang yang beriman Katolik. Maka pertanyaannya adalah dimana letak iman kekatolikannya? Bukankah iman akan Yesus Kristus mestinya berbuah kebaikan, yaitu semakin peduli dan berbuat baik terhadap sesama apapun kondisinya? Bukankah iman akan Yesus Kristus memampukan kita untuk menolak kecenderungan kita merampas apa yang menjadi milik orang lain atau sesama? Hal ini terjadi mungkin karena tidak beriman secara sungguh-sungguh. Sebab, orang yang sungguh-sungguh mengimani Yesus, maka autput-nya adalah semakin peduli terhadap sesama dan menolak untuk melakukan tindakan gratifikasi demi kepentingan pribadi. Bagaimana dengan kita sebagai orang yang beriman. Apakah kita juga melakukan hal yang sama dalam kenyataan hidup sehari-hari, yaitu mengabaikan sesama kita seperti yang dilakukan para koruptor dan orang kaya yang dinarasikan dalam injil?
Jika itu yang kita lakukan maka melalui bacaan-bacaan hari ini, bisa menjadi reminder untuk kembali hidup dalam terang-kebaikan Tuhan. Dengan senantiasa melakukan hal-hal positif yang dapat membantu sesama. Masa puasa empat puluh hari ini (quadragesima) menjadi kesempatan bagi kita untuk mewujudkannya. Terutama karena kita tidak setia terhadap kehendak-Nya. Kita dapat melakukannya dengan berpuasa dan berpantang serta beramal bagi mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan uluran tangan kita. Sebab dengan peduli terhadap sesama, maka serentak juga kita melakukannya kepada Allah. Dengan melakukan kebaikan bagi sesama maka kita dapat memperoleh ganjaran (upah) kehidupan pada akhir zaman. Tuhan memberkati
Fr. Vabianus Louk