Kita adalah Mahluk Biasa dan Luar Biasa

Loading

Senin, 20 Maret 2023

Bacaan       : 2Sam 7:4-5a.12-14a.16; Mzm 89:2-3.4-5.27.29; Rm 4:13.16-18.22; Mat 1:16.18-21.24a atau Luk 2:41-51a.

Hari Raya   : Santo Yosef, suami Santa Perawan Maria

            St. Yosef dikenal sebagai model yang tampil di belakang layar. Beliau memiliki peran yang sangan penting, namun sangat sedikit muncul dalam Kitab Suci. Meskipun sedikit cerita mengenai St. Yusuf, namun kita sudah dapat melihat bahwa St. Yusuf merupan tokoh yang rendah hati, baik, dan sederhana. Apa yang dialami oleh St. Yusuf bukanlah perkara yang mudah, tetapi ia mampu memilih jalan yang tepat dari keterdesakan yang dihadapinya. Meskipun pada awalnya St. Yusuf ragu untuk mengambil Maria sebagai istrinya, melalui perjumpaannya dengan malaikat di dalam mimpinya St. Yusuf tidak ada lagi keragan untuk mengambil Maria sebagai istrinya.

Tatkala kita sebagai manusia ragu untuk mengambil keputusan yang tepat. Kita dilema dengan pilihan-pilihan yang ada dihadapan kita. Kita bingung untuk memilih keputusan yang seharusnya kita pilih sehingga kerapkali kita terjerumus pada kesalah. Kita lebih memilih sesuatu yang hanya berguna untuk diri sendiri. Kita lebih memilih keputusan untuk perlindungan diri. Pertanyaanya, kenapa semua itu dapat terjadi? Tidak lain dikarenakan hati kita telah buta pada kebenaran. Mungkin kita bisa membela diri kita bahwa kita adalah mahluk yang tidak sempurna sehingga wajar apabila kita terjatuh pada kesalahan. Anggapan seperti ini sesungguhnya kita telah menghilangkan hakekat kita sebagai anak Allah. Bukankah kita adalah anak Allah?

Kita (manusia) merupakan mahluk yang tidak sempurna, tetapi juga sekaligus mahluk yang sempurna. Dikatakan sebagai mahluk yang sempurna dikarenakan kita merupakan satu-satunya mahluk yang memiliki ratio. Melalui rationya manusia memiliki keinginan dan kemampuan untuk selalu menembus batas-batasan yang ada. Artinya, kita sesungguhnya mahluk yang luar biasa karena kita merupakan mahluk yang special dihadapan Allah. Kita adalah anak Allah. Kita memiliki kemampuan untuk memilah kebenaran-kesalahan dan kebaikan-kejahatan. Hanya apakah kita sebagai mahluk yang memiliki kemampuan itu mau menggunakan kemampuan yang kita miliki? Jika tidak, maka ketersesatanlah yang akan terjadi.

Fr. Marcellinus Dhion Carmelli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

error: Content is protected !!
Enable Notifications OK No thanks